Homepage
  • login/register
  • Home
  • Berita Utama
  • Editorial
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Metro
  • Internasional
  • Olahraga
  • Sains
  • Seni
  • Gaya Hidup
  • Info Tempo

koran tempo

9
Januari
2021
Dukung Independensi Tempo
  • Home
  • Berita Utama
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Metro
  • Sains
  • Editorial
  • Opini
  • Info Tempo
  • Cari Angin
SebelumnyaSeni 2/3 Selanjutnya
Seni

Ular-ular Pak Sudar

Cerpen Ular-ular Pak Sudar karya Hilmi Faiq

Edisi, 9 Januari 2021
Profile
Tempo
Ular-ular Pak Sudar

Ular piton itu bergerak lambat dengan mata bersinar setelah Pak Sudar membuka ikatan tali penutup kantong putih tempat ular meringkuk sedari tadi. Ular sebesar lengan Pak Sudar itu mungkin sumpek juga terlalu lama berada di dalam kantong kain yang aku duga sudah berbulan-bulan tidak dicuci. Warnanya kuning kecokelatan, padahal kantong bekas tepung itu semestinya putih.

Ular itu terus keluar dengan sorot mata bersinar dan lidah menjulur. Pengunjung pasar yang sedari tadi berkerumun, kini mundur beberapa langkah memberikan ruang kepada ular. Sebenarnya mereka takut sekaligus penasaran pada ular itu. Warga sangat jarang bertemu dengan ular sebesar itu. Kami lebih sering mendengarnya sebagai binatang mitos atau jadi-jadian terkait dengan pesugihan atau alih rupa warga yang sedang merapal kesaktian. Makanya, ketika melihat ular, imajinasi kami liar ke mana-mana. Membayangkan hal-hal yang selama ini hanya kami tangkap lewat dongeng dari orang-orang sepuh.

Melihat gelagat dan ekspresi pengunjung yang antara kagum dan takut itu, Pak Sudar seperti menemukan kemenangan. Dengan senyum lebar dan mata berbinar, dia membuka satu kantong lagi. Lalu keluarlah ular dengan ukuran lebih besar. Ia menggeliat lamban seperti baru bangun dari tidur panjang. Sesaat kemudian, ia mendesis pelan dan menjulurkan lidahnya.

Ini menjadi pertunjukan pembuka dan puncak setiap kali Pak Sudar datang ke pasar setiap Wage, hari pasaran di kampung kami. Sebuah kampung di pesisir Laut Jawa. Pasar ini terletak persis di bibir pantai yang dilintasi jalur Daendels.

W251bGwsIjIwMjEtMDQtMTQgMjE6Mzc6MzkiXQ

Ular-ular itu efektif mengundang calon pembeli. Kalaupun tidak tertarik pada obat, paling tidak mereka tertarik pada dua ular itu. Nah, pada saat itulah Pak Sudar membangunnya menjadi peluang untuk berjualan. Jualan utama Pak Sudar itu jamu dan minyak urut. Di atas kain hitam yang dia gelar di dekat pintu masuk pasar, terdapat beragam botol berisi tulang dan minyak.

“Ini tangkur buaya, bagus untuk sampean yang kelelahan di laut karena angin ribut atau lelah setelah seharian di sawah tandur tapi masih ingin jagoan di kamar tidur,” katanya sambil menunjukkan botol berisi minyak dan dua kerat tulang ekor.

“Kalau ini minyak ular, sangat bagus untuk luka bakar, kesenggol knalpot, tersayat pisau, terjatuh, juga menghilangkan gatal-gatal, seperti kudis, kurap, panu, dan segala macam borok. Beli sebotol, setengah masalah hidup sampean hilang,” Pak Sudar mencerocos sembari mengangkat botol seukuran jempolnya, berisi minyak kekuningan bercampur semacam duri yang dia sebut tulang ular.

Sebenarnya ular piton itu sekadar daya tarik untuk mengumpulkan orang. Nyatanya, cara itu efektif. Seratusan orang berkumpul tanpa dikomando. Pak Sudar, yang selalu berbaju dan bertopi koboi hitam, selalu membuka dagangannya dengan mengeluarkan dua ularnya. Ketika orang-orang ramai berkumpul, dia memasukkan kembali ularnya, lalu nyerocos tentang betapa sakti obat-obat yang dia jual. Nanti, di akhir promosi, ketika orang-orang mulai sepi, dia mengeluarkan lagi dua ularnya, dan pengunjung ramai lagi. Dia pun nyerocos lagi tentang obatnya yang ampuh.

Setiap Wage, ada saja yang beli. Bukan hanya satu atau lima, tapi bisa puluhan orang. Meskipun tidak sesakti yang diomongkan, obat-obat itu tetap saja laris. Aku pernah mencoba minyak oles yang katanya dapat membunuh ulat-ulat yang menggerogoti gigiku. Cukup dengan mengoleskannya ke kapas, lalu memasukkan kapas itu ke gigi berlubang.

“Tunggu lima menit. Pasti ulat-ulat itu mati dan masalah hidupmu selesai,” kata Pak Sudar meyakinkan.

Nyatanya, itu gombal belaka. Sakit gigiku seolah-olah abadi meski sudah aku ikuti anjurannya berulang kali. Sebagaimana aku, sepertinya orang-orang lebih tertarik pada omongan Pak Sudar daripada obat itu sendiri. Itu juga yang dialami Ibu, penjual daging sapi yang hanya berjarak 3 meter di belakang Pak Sudar mengobral kata, mempromosikan khasiat obatnya. Saat libur sekolah, aku beberapa kali menemani ibuku di pasar sambil menonton ular Pak Sudar.

***

Selama bertahun-tahun, Ibu cuek saja dengan ocehan Pak Sudar karena Ibu dalam kondisi baik-baik saja. Tidak pernah mengeluh sakit. Paling sesekali pegal di kaki atau pundak karena mungkin kelamaan duduk di pasar. Biasanya cukup dengan minum jahe panas lalu tidur, hilang semua sakitnya. Tapi belakangan Ibu mengeluh sakit di pinggang yang dia duga karena terlalu lama duduk menunggu dan meladeni pelanggan.

Ibu tergerak juga membeli sebotol minyak urut yang katanya ampuh menghilangkan pegal dan linu. Itu setelah Ibu mencoba beragam obat, tapi keluhan sakit pinggangnya tak segera pergi. Ketika Ibu menanyakan cara pakai obat itu, Pak Sudar dengan serta-merta meraih tangan kanan Ibu.

“Diolesin saja tipis-tipis di pinggang seperti ini,” kata Pak Sudar mempraktikkan olesan itu di punggung tangan ibuku sambil melempar senyum.

Aku tidak menyukai cara Pak Sudar tersenyum karena sepertinya tidak tulus. Tapi aku tidak tahu persis ketidaktulusan itu di sebelah mana. Yang jelas, ibuku membalas senyumnya. Cantik sekali ibuku kalau tersenyum begitu. Sudah lama dia tak tersenyum semanis itu. Seingatku sejak Ayah pamit pergi menjadi tenaga kerja di Malaysia dua tahun, enam bulan, dua belas hari lalu. Aku menghitungnya dengan cermat karena masih berharap dia pulang. Tapi, bagi ibuku, ayahku bukan miliknya lagi. Itu yang membuat dia enggan tersenyum.

***

Gara-gara sakit pinggang itu, Pak Sudar punya tiket untuk mampir ke rumah. Semula beralasan ingin memijat ibuku menghilangkan keluhan di pinggangnya. Benar saja, dua hari setelah dipijat Pak Sudar, ibuku bugar kembali setelah tiga hari hanya bisa mengerang kesakitan di ranjang.

Sejak saat itu, setiap hari pasaran Wage, Pak Sudar rajin mampir ke rumah. Entah sebelum atau sesudah jualan di pasar. Katanya mengantar ramuan penjaga kebugaran. Tapi seringnya mereka berlama-lama di kamar tidur dan membiarkan aku bermain-main dengan dua ular piton di ruang tamu.

“Dia orang baik. Pintar merawat Ibu,” kata Ibu ketika aku bertanya kenapa dia begitu baik kepada Pak Sudar, tapi tidak dengan pria-pria lain.

Meskipun masih kelas II SMP, aku cukup bisa merasakan tatapan-tatapan pria yang punya hasrat selain menyayangi. Dalam tatapan Pak Sudar, aku melihat hasrat lain itu. Tapi sulit menjelaskannya kepada Ibu.

***

Siang sedang terang-terangnya pada musim kemarau. Angin laut berembus pelan menguarkan aroma khas. Debu-debu dari nako jendela membuatku terbatuk di ruang tengah sendirian. Terdengar pintu diketuk. Siapakah yang siang-siang bertamu? Apalagi saat itu Ibu sedang di pasar begini. Dengan diliputi penasaran, aku memutar kunci pintu. Muncul wajah Pak Sudar.

“Halo, Laras. Ibu ada?” dia bertanya sembari tersenyum.

“Jam segini, Ibu sudah di pasar.”

“Oh, tidak apa-apa. Boleh saya masuk?”

Aku ragu untuk mempersilakan Pak Sudar masuk, tapi tidak punya alasan kuat untuk menolaknya. Pak Sudar masuk ketika melihatku hanya terdiam. Aku hanya menatapnya setengah tak rela. Entah mengapa, ada perasaan yang janggal di dadaku. Aku seperti takut melihat Pak Sudar.

“Boleh minta air minum?”

Dengan langkah malas, aku ke dapur mengambil gelas dan menuang air putih dingin dari kulkas. Ketika membalik badan, Pak Sudar sudah di depanku dengan telunjuk menempel di jari. Sesaat kemudian, dia mendekapku keras sampai sulit bernapas. Aku meronta hingga gelas terjatuh. Tangan kanan Pak Sudar membekapku dengan kain hitam beraroma lengur dan amis seperti baju yang lama tak dicuci. Setelah itu, aku tak ingat apa-apa.

Saat bangun, dua ular piton melingkar di sisi kananku, sementara Pak Sudar duduk di sisi kiri ranjang dengan senyumnya yang memuakkan. Aku bingung dengan segala yang terjadi pada diriku, pada badanku. Tidak ada luka, tidak ada nyeri. Tapi ada yang sakit di dada ini. Rasa seperti saat mendengar kabar bahwa ayahku menikah lagi. Rasa dikhianati.

***

Berbulan-bulan aku terpuruk dalam diam. Hendak bercerita kepada ibuku, takut dia malah memarahiku seperti ketika kubilang tak suka kepada Pak Sudar. Bercerita kepada teman, aku yakin mereka juga tak paham atas pengalaman ini. Hanya kepada langit aku berkisah, meskipun tak tahu apakah langit memahami beban ini.

Tidurku tak pernah nyenyak. Sering ibuku mendapati aku berteriak menyebut ular, lalu terbangun dengan keringat dingin. Dalam mimpi-mimpi itu, aku sering melihat Pak Sudar berbaju dan bertopi koboi hitam berjalan mendekati dengan senyum ganjilnya. Lalu sekonyong-konyong berubah menjadi ular piton besar yang membelitku hingga sesak napas. Tak jarang setelah itu aku demam hingga berhari-hari.

Ibuku malah sering mendatangkan Pak Sudar untuk mengetahui sakit yang kuderita. Melihat Pak Sudar, badanku menggigil.

“Dia hanya demam. Kasih saja ini,” kata Pak Sudar menyerahkan sebotol kecil berisi pil-pil hitam, lalu mencium kening ibuku yang akan dia nikahi bulan depan.

Aku makin tersiksa. Aku butuh teman, siapa saja. Dalam kondisi seperti itu, aku sering mengingat kakekku, yang berpulang dua tahun lalu. Dia paling pandai menenangkan hatiku. Ketika nilai-nilai raporku tak sesuai dengan harapan, dia berujar, jangan sampai kebahagiaanku direnggut oleh angka-angka yang dibuat manusia.

“Kita ini orang merdeka. Orang merdeka selalu mempunyai pilihan untuk hidup dalam kesedihan atau kebahagiaan,” katanya sembari memelukku hangat dan menenangkan.

Aku rindu Kakek. Aku rindu pelukan itu.

***

Dua ular piton meliuk pelan. Sisik kulitnya yang hijau-hitam mengilat terpapar sinar matahari siang. Sambil terus mendesis, ular-ular itu maju menuju penonton. Pak Sudar terus mengoceh tentang jenis dan khasiat obatnya sembari sesekali mengarahkan ular-ularnya agar tidak mengganggu penonton yang juga calon pembeli itu.

Mik dia taruh di saku baju hitamnya. Tangan kanannya menenteng botol obat, sementara tangan kirinya memegang sebatang tongkat besi dengan liukan di ujungnya untuk mengarahkan ular-ular. Dia mengoceh tanpa henti hingga bibirnya berbuih. Aku dapat mencium aroma busuk buih itu.

Tiba-tiba penonton menjerit, lalu membubarkan diri. Tak ada yang berani mendekat. Ular-ular itu masih asyik menggeliat, mendesis, dan menjulurkan lidahnya ketika Pak Sudar tersungkur bersimbah darah di antara botol-botol obatnya. Sebilah pisau daging menancap di punggungnya. Aku lega.

Cibubur, 21 Juli 2020

---------------

Hilmi Faiq, penulis kelahiran Lamongan, Jawa Timur. Buku kumpulan cerpennya, Pesan dari Tanah, baru saja terbit.

 

#Sastra

SebelumnyaSeni 2/3 Selanjutnya

Hubungi Kami:

Alamat : Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No.8, Jakarta Selatan, 12210

Informasi Langganan :

Email : cs@tempo.co.id

Telepon : 021 50805999 || Senin - Jumat : Pkl 09.00 - 18.00 WIB

Telp/SMS/WA : 0882-1030-2525 | 0882-1023-2343 | 0887-1146-002 || Senin - Minggu : Pkl 08.00 - 22.00 WIB

Informasi Lainnya :

Telp/SMS/WA : 0882-1030-2828 || Senin - Minggu : Pkl 08.00 - 22.00 WIB

Komentar

Berita Terkait

  • Album Musik Bergaya Sinematik
  • Ular-ular Pak Sudar
  • Puisi Wirja Taufan dan Conie Sema

    Berita Lainnya

  • Info Tempo

    Kasus Korupsi Pelindo II, Kejagung Periksa Presdir JICT

    Pemeriksaan para saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti pidana.

    10 Januari 2021
  • Info Tempo

    HUT PDIP ke-48: “Mewujudkan Indonesia Berkepribadian dalam Kebudayaan

    Ini saatnya untuk benar-benar, konsisten, dan sungguh-sungguh menjalankan Pancasila. Pancasila jangan hanya menjadi jargon.

    10 Januari 2021
  • Info Tempo

    Megawati: Visi Misi NKRI Hanya Satu yakni Pembukaan UUD 1945

    Mega menghimbau tak perlu mencari lagi model kebijaksanaan lain, karena sejak bangsa ini berada di jalan revolusi mencapai kemerdekaan, ada satu bintang penuntun, yaitu Pancasila.

    10 Januari 2021
  • Cover Story

    Hitam-Putih Kematian Pengawal Rizieq

    Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akhirnya membeberkan penyebab tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI).

    9 Januari 2021
  • Berita Utama

    Empat Anggota FPI Dibunuh di Luar Hukum

    Sebelum mengumumkan hasil investigasi, beberapa anggota Komnas HAM menerima ancaman.

    9 Januari 2021
  • Berita Utama

    Menyerahkan Hasil Investigasi ke Presiden Jokowi

    Komnas HAM mendorong agar hasil investigasi dibawa ke ranah pidana.

    9 Januari 2021
  • Berita Utama

    Titik Terang Penembakan di KM 50

    KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia menyimpulkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap empat dari enam pengawal Muhammad Rizieq Syihab, pendiri Front Pembela Islam.

    9 Januari 2021
  • Cari angin

    Tunawisma

    Golongan ini termasuk kaum fakir miskin dan, sesuai dengan amanat konstitusi, mereka dipelihara negara. Salah satu tugas Kementerian Sosial adalah membina mereka.

    8 Januari 2021
  • Ekonomi dan Bisnis

    Menanti Sentimen Positif di Sektor Properti

    Kinerja properti diprediksi membaik pada semester kedua.

    8 Januari 2021
  • Ekonomi dan Bisnis

    Ditopang Pasar Properti Kelas Menengah

    Rumah seharga di bawah Rp 1 miliar masih diburu selama masa pandemi.

    8 Januari 2021
  • Ekonomi dan Bisnis

    Mengejar Sisa Tujuh Proyek Bandara

    Sepinya Bandara Kertajati karena akses yang tidak memadai menjadi pelajaran.

    8 Januari 2021
  • Ekonomi dan Bisnis

    Delapan Bandara Prioritas Negara

    Pemerintah terus menggenjot pembangunan dan pengembangan delapan bandara. Targetnya, pengerjaan bandara prioritas kelar pada 2024.

    8 Januari 2021
  • Ekonomi dan Bisnis

    Titip Beli dan Promosi lewat Aplikasi

    Transaksi Titipku naik 80 persen per bulan setelah menggandeng ribuan UMKM selama pandemi.

    8 Januari 2021
  • Gaya Hidup

    Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT: Kebiri Kimia Itu Tidak Permanen

    Pandemi Covid-19 memperlihatkan aneka persoalan dalam dunia kesehatan di Indonesia.

    9 Januari 2021
  • Gaya Hidup

    Mereka Menjadi Lebih Bahagia 

    Sejumlah orang berhasil mencapai resolusinya dengan bantuan profesional. Kualitas hidup mereka pun menjadi lebih baik.

    8 Januari 2021
  • Gaya Hidup

    Aneka Mimpi Mewarnai Resolusi

    Beragam resolusi diapungkan orang pada awal tahun. Dari menurunkan berat badan, menenangkan batin, hingga kebebasan finansial. Untuk memuluskan resolusi itu, sebagian mereka mengikuti kelas-kelas khusus dan berkonsultasi dengan profesional.

    8 Januari 2021
  • Gaya Hidup

    Disiplin Itu Kunci

    Menjalankan resolusi harus dimulai dengan niat, disiplin, dan target yang tidak terlalu tinggi.

    8 Januari 2021
  • Gaya Hidup

    Resolusi Harus Diperjuangkan

    Psikolog Jade Wu memberi sejumlah trik agar Anda dapat meraih resolusi tahun baru.

    8 Januari 2021
  • Metro

    Menekan Polusi Udara Ibu Kota

    Untuk mendukung program Langit Biru, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) telah menjajaki penggunaan bus listrik. Transjakarta menargetkan pengoperasian bus listrik  dimulai pada tahun ini.

    8 Januari 2021
  • Metro

    Bus Listrik Transjakarta Ditargetkan Beroperasi pada Tahun Ini

    Target pengoperasian bus listrik ini ditetapkan oleh Transjakarta berdasarkan hasil uji coba dua unit bus listrik buatan Cina pada Juli-Oktober 2020.

    8 Januari 2021
  • Nasional

    Rencana Cadangan untuk Capai Imunitas Berkelompok

    Pemerintah harus lebih menggiatkan upaya pengetesan dan pelacakan orang-orang yang terjangkit Covid-19.

    9 Januari 2021
  • Nasional

    Mengejar Izin Darurat Menjelang Penyuntikan Perdana

    Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito optimistis penerbitan izin penggunaan darurat vaksin Sinovac bisa dirilis sebelum Rabu depan.

    9 Januari 2021
  • Nasional

    Jalankan ‘Link and Match’, Pendidikan Vokasi Optimistis Maju

    Para pimpinan maupun pengajar satuan pendidikan vokasi harus mengubah karakternya demi melakukan berbagai inovasi bagi pendidikan vokasi

    9 Januari 2021
  • Seni

    Album Musik Bergaya Sinematik

    Album anyar White Shoes and The Couples Company hadir dengan kemasan unik dan berkonsep pop sinematik.

    8 Januari 2021
  • Seni

    Ular-ular Pak Sudar

    Cerpen Ular-ular Pak Sudar karya Hilmi Faiq

    8 Januari 2021
  • Seni

    Puisi Wirja Taufan dan Conie Sema

    Wirja Taufan adalah penyair kelahiran Medan, 15  September 1961. Sedangkan Conie Sema kelahiran Palembang.

    8 Januari 2021
  • iTempo

    Agar Bermain Game Online Nyaman dan Aman

    Gamer yang baru memainkan game multipemain bisa saja dihina dan diintimidasi.

    8 Januari 2021
Koran Tempo
  • TEMPO.CO
  • Majalah Tempo
  • Majalah Tempo English
  • Koran Tempo
  • Tempo Institute
  • Indonesiana
  • Tempo Store
  • Tempo.co English

© 2018 PT. Info Media Digital, All right reserved