Perdamaian, perdamaian. Perdamaian, perdamaian. Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai. Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai. Bingung kumemikirnya.
Lagu Perdamaian menjadi pembuka penampilan grup musik Nasida Ria dalam pentas daring di saluran YouTube Budaya Saya, Sabtu, 16 Mei lalu. Tembang yang dulu kerap diperdengarkan dalam tayangan tentang perang itu menjadi pengingat yang baik bagi penggemar kelompok musik perempuan asal Semarang tersebut. Kelompok ini merupakan satu dari kelompok kasidah yang muncul pada era 1970-an dan populer hingga 1990-an.
Dalam pentas itu, grup musik yang sudah berkiprah selama 45 tahun ini mendendangkan lagu-lagu lawas andalan mereka. Selain Perdamaian, ada Kota Santri. Tembang ini pun sangat populer ketika Nasida Ria sedang naik daun pada era 1980-1990. Kelompok yang telah memproduksi 35 album ini juga melantunkan tembang baru berjudul Berzakat. "Ini lagu terbaru dari Nasida Ria, karena berzakat adalah kewajiban dari sebagian muslim yang mampu,” ujar Nafiroh, salah satu personelnya, memberikan pengantar untuk lagu yang dinyanyikan Nurjanah.
Setelah itu, tembang lawas Keadilan dinyanyikan Titik Mukaromah. Liriknya cukup unik, mengharapkan keadilan ditegakkan meski itu dalam sebuah keluarga. //Adikku melanggar hukum, aku yang jadi saksi, paman jadi penuntut umum, ayah yang mengadili. Walau ibu gigih membela, yang salah diputus salah. Itulah keadilan. Tak kenal sistem famili. Itulah kebenaran yang harus dijunjung tinggi.//
Setelah Keadilan, tembang Rumahku Surgaku mengalun. Sebagai penutup pentas, mereka membawakan tembang berjudul Tahun 2000. Lagu itu diciptakan Bukhori Masruri pada 1985. Lagu tersebut seperti memprediksi apa yang terjadi pada 2000, ketika manusia beraktivitas dengan mesin, bahkan bergantung pada mesin, tanah pertanian menyempit, hutan habis ditebangi, dan penganggur di mana-mana.
Lirik lagu itu antara lain berbunyi: “Tahun 2000 kerja serba mesin/ berjalan berlari menggunakan mesin/ manusia tidur berkawan mesin/ makan dan minum dilayani mesin." Lagu ini juga meminta para pemuda bersiap, membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan iman, dalam menghadapi situasi tersebut.
Grup Nasida Ria dibentuk pada 1975 oleh seorang guru qiroat di Semarang, H Muhammad Zain. Anggotanya sembilan orang. Dia mengajarkan qiro, vokal, dan musik kepada mereka. Nama Nasida Ria juga terdiri atas sembilan huruf, yang merujuk pada sembilan wali atau Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa.
Dalam setiap lagu, vokalis utama berganti-ganti. Setelah itu, mereka menjadi backing vocal dan memainkan instrumen. Awalnya, mereka hanya bernyanyi dan memainkan rebana. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan semarak dan bernada gembira.
Mereka meluncurkan album perdana pada 1978 yang berjudul “Alabaladil Makabul”. Kemudian, mereka mendapat hadiah keyboard dari Wali Kota Semarang kala itu, Imam Suparto Tjakrajoeda. Kemudian mereka mulai menggunakan instrumen modern. Debut album mereka ini mendapat penghargaan dari Ira Puspita Record.
Muhammad Zain berkolaborasi dengan sahabatnya, ulama kondang Semarang, KH Bukhori Masruri atau Abu Ali Haidar, untuk menciptakan lirik-lirik lagu Nasida Ria. Kelompok ini tak hanya berpentas di dalam negeri, tapi juga di mancanegara. Mereka tampil di Malaysia pada 1988, lalu di beberapa festival musik di Berlin dan Dusseldorf pada 1994 dan 1996.
Setelah 2000-an, pamor mereka meredup. Namun, pada 2008, mereka sempat tampil di Hong Kong. Saat ini mereka masih tampil di acara hajatan, pengajian, hingga beberapa acara festival musik, seperti Syncronize. Putra Muhammad Zain, Choliq Zain, memanajeri kelompok kasidah modern ini.
Dalam pertunjukan pada Sabtu lalu itu, personel yang tampil adalah Rien Jamain, Hamidah, Titik Mukaromah, Sofiatun, Ria Towiyah, Alfuah, Siti Romna, Nurjanah, Nur Hayati, dan Nafiroh. Menurut Rien, mereka masih terus berpentas dan melakukan regenerasi. Kini sudah generasi keempat. Mereka mendidik para penerus dari nol sejak 2014, saat anak-anak itu duduk di bangku SMP. “Dari belum tahu musik, sekarang sudah berani pentas,” ujar Rien.
Ia berharap kelompoknya bisa terus berjaya. “Karena kami berdakwah melalui seni. Semoga lagu-lagu kami menyentuh hati.”
DIAN YULIASTUTI