JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan menerima masukan sekitar 100 laporan terkait dengan program vaksinasi Covid-19. Komnas KIPI mencatat dampak vaksinasi bersifat ringan dan tidak ada reaksi serius yang memerlukan perawatan intensif. “Semua sembuh dengan dan tanpa pengobatan,” ujarnya kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Komnas KIPI adalah lembaga independen yang bertugas mengkaji secara spesifik kejadian pasca-imunisasi. Komite independen ini terdiri atas orang-orang yang memiliki kompetensi tentang vaksinologi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, KIPI adalah semua kejadian medis yang timbul setelah imunisasi, menjadi perhatian, dan diduga berhubungan dengan imunisasi.
Hindra mengatakan, vaksinasi ini tidak hanya untuk kepentingan individu, tapi juga merupakan upaya melindungi keluarga terdekat, terutama bagi tenaga kesehatan yang menerima vaksin Covid-19. Vaksinasi sendiri merupakan upaya pemerintah dalam memutus mata rantai penularan virus corona, selain upaya-upaya yang akan terus dilakukan, yaitu 3M: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Kemudian 3T, yakni test, trace, treatment, sehingga harapannya pandemi akan segera berlalu.
Menurut Hindra, masyarakat tidak perlu khawatir mengenai efek vaksinasi. Setiap fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi wajib mencatat dan melaporkan KIPI. “Kami berharap agar semua subyek tidak mengalami efek vaksin,” kata dia.
Kementerian Kesehatan akan memeriksa dan menyeleksi para calon penerima vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) agar lebih aman dan meminimalkan efek samping. "Vaksin yang kami gunakan Sinovac, sehingga akan disesuaikan dengan keamanan pemberian vaksin," ujar juru bicara pemerintah untuk vaksinasi, Siti Nadia Tarmizi.
Vaksin Covid-19 Sinovac di Puskesmas Tamblong, Bandung, Jawa Barat, 18 Januari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Secara umum, kata Nadia, vaksin Sinovac hanya akan diberikan kepada mereka yang berusia 18-59 tahun, sehat, belum pernah terkena Covid-19, tidak sedang hamil, dan tak memiliki penyakit komorbid. Masyarakat yang memiliki penyakit komorbid atau penyakit penyerta bisa mendapat vaksin selama penyakitnya itu terkontrol.
Nadia meminta masyarakat yang memiliki penyakit komorbid, seperti darah tinggi dan penyakit gula, memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan agar aman pada saat vaksinasi."Tapi, dalam beberapa kondisi, seperti kelainan sistem imun, tetap tidak diperbolehkan (menerima vaksin)," ucap dia.
Jika setelah divaksin seseorang mengalami gejala efek samping, Nadia meminta masyarakat melapor ke fasilitas kesehatan. Pemerintah, kata dia, akan menanggung semua biaya perawatan masyarakat yang mengalami efek samping setelah divaksin.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, menjelaskan bahwa tidak ada vaksin yang tak berisiko. Namun hal yang perlu dilihat adalah seberapa besar risiko dibandingkan dengan manfaatnya. "Risikonya minimal sakit waktu disuntik, walaupun ada juga yang tidak berasa. Presiden waktu disuntik tidak sakit, tapi setelah itu berasa pegal. Itu risiko, tapi masih bisa ditoleransi," ujarnya.
Menurut Amin, gejala sakit yang muncul setelah divaksin perlu kembali ditelusuri asal-usulnya. Bisa jadi bukan disebabkan oleh vaksin, melainkan penyakit lain yang memang sudah ada di tubuh pasien. Hanya, gejala itu muncul bertepatan setelah pasien mendapat suntikan vaksin.
"Dengan penelusuran, kami bisa mengidentifikasi bahwa ini kejadian KIPI ataukah hanya kebetulan berhubungan dengan vaksinasi atau tidak," kata Amin.
#ingatpesanibu #cucitangan #pakaimasker #jagajarak
EKO WAHYUDI | MAYA AYU PUSPITASARI