maaf email atau password anda salah


Hari Air Sedunia: Ancaman Konflik Akibat Krisis Air

Indonesia berisiko tinggi mengalami krisis air bersih pada 2040. Berbagai pihak harus mulai mencari solusi untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat.

arsip tempo : 171462197429.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171462197429.

Fredrika Rambu
Climate Change Specialist Water for Women Project

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017 menyatakan satu dari empat orang mengalami kekurangan air minum layak di seluruh dunia. Ketidakmerataan ketersediaan air sebagai kebutuhan utama manusia ini dapat membawa dampak negatif pada kesehatan masyarakat.

Di Indonesia, kondisinya tak kalah memprihatinkan. Menurut World Resources Institute, Indonesia berisiko tinggi mengalami krisis air pada 2040. Kondisi krisis terjadi manakala air bersih sangat sulit dijangkau dan biaya untuk membeli air bersih menjadi mahal karena sumber daya air sudah tidak layak konsumsi akibat pencemaran bakteri Escherichia coli (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

Topik mengenai air, terutama soal ketersediaan dan aksesnya, kian relevan dengan tema Hari Air Sedunia tahun ini yang diperingati pada 22 Maret: "Air untuk Perdamaian". Tema tersebut menjadi pengingat bagi kita untuk memastikan setiap orang memiliki akses yang cukup terhadap air bersih dan sanitasi layak.

Penting juga bagi kita untuk terus berkolaborasi mewujudkan ketersediaan air berkualitas bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6 mengenai air bersih dan sanitasi layak karena keduanya merupakan kebutuhan dasar setiap orang.

Tema "Air untuk Perdamaian" penting untuk kita renungkan karena kondisi krisis air akan memberikan dampak paling besar terhadap kelompok rentan, terutama kaum perempuan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk mengakses air sehingga tidak memiliki kesempatan mengakses pendidikan. Kondisi ini juga bakal mengancam kesehatan reproduksi dan kesehatan secara umum karena diperburuk sanitasi yang tidak memadai.

Berkaca pada Pulau Bungin

Berbagai inisiatif menyediakan akses dan memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat sebetulnya sudah bermunculan di berbagai tempat. Kisah-kisah sukses itu bisa menjadi contoh untuk diterapkan di lokasi lain. Salah satu contohnya adalah kisah kelangkaan air di Pulau Bungin, pulau terpencil di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Pulau Bungin pernah dinobatkan sebagai pulau terpadat di dunia. Pulau ini dihuni suku Bajo dari Sulawesi Selatan, yang dibangun dari reklamasi laut berupa gundukan pasir seluas 8,5-12 hektare. Hingga kini Pulau Bungin terus berkembang sesuai dengan pertambahan jumlah keluarga baru, yang tentu membutuhkan hunian baru.

Hampir 45 tahun sejak terbentuknya Pulau Bungin, warga setempat sulit mengakses air bersih serta fasilitas sanitasi yang memadai. Bahkan warga harus membeli air dari daerah lain. Hal ini menyebabkan terganggunya kehidupan masyarakat dan menjadi sangat parah ketika terjadi bencana ekstrem.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan air layak juga makin meningkat. Tanpa solusi tepat, kondisi kekurangan air ini dapat menimbulkan potensi konflik pada masyarakat setempat. Dengan potensi pengembangan pulau yang terus meluas, perlu ada upaya memastikan semua orang mendapat akses air bersih.

Pada 2023, melalui program Water for Women, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) di Kabupaten Sumbawa, mengadvokasi penggunaan dana desa untuk mendorong penyediaan akses air bersih. Perusahaan daerah air minum yang menjadi bagian dari Forum Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) juga mengembangkan perpipaan dari Desa Labuhan Asahan dengan memanfaatkan mata air Marante untuk masuk ke wilayah Pulau Bungin.

Melalui upaya tersebut, warga yang tadinya harus menempuh waktu 30 menit ke Desa Labuhan Asahan menggunakan perahu demi mendapatkan air bersih kini cukup memutar keran di depan rumahnya. Warga Pulau Bungin juga sudah memiliki fasilitas sanitasi, termasuk toilet, yang mudah diakses. Hampir 500 rumah tangga telah mengakses air bersih di rumah masing-masing. Kedamaian itu akhirnya tercipta dan risiko konflik akibat kurangnya air mengecil. Sekarang warga Pulau Bungin dapat merasakan air berkualitas dan sanitasi layak di setiap rumah tangga.

Kolaborasi untuk Mencari Solusi

Kisah inspiratif dari warga Pulau Bungin yang berhasil mengatasi krisis air itu tak terlepas dari upaya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan secara terpadu dan holistik. Hal ini bisa tercapai dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab dalam penyediaan air dan sanitasi layak. 

Plan Indonesia mendorong para pemangku kepentingan di daerah terkait mendorong pembentukan Forum PSDAT di Kabupaten Sumbawa dan Manggarai. Forum ini melibatkan semua stakeholder pemerintah dan non-pemerintah, seperti akademikus, tokoh agama, perusahaan air minum, kecamatan, desa, kelompok perempuan, tim pembinaan kesejahteraan keluarga, serta kelompok atau komunitas masyarakat pemerhati air.

Keberadaan forum ini diharapkan dapat memperkuat isu-isu relevan mengenai air, mampu berkolaborasi dalam mendorong strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air, serta mendorong terciptanya ketahanan air yang terpadu secara partisipatif dan berkelanjutan. Dengan demikian, ke depan tersedia sumber daya air berkualitas yang mampu memberikan manfaat serta mendukung penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Sejak terbentuk hingga saat ini, Forum PSDAT Sumbawa telah menggelar beberapa kegiatan, seperti penanaman mangrove di beberapa lokasi pantai, seminar tentang konservasi, dan pertemuan koordinasi penanganan kekeringan. Adapun keberadaan Forum PSDAT di Manggarai pun akhirnya menimbulkan kepedulian masyarakat pada persoalan pelindungan mata air, perbaikan pipa bocor, dan kualitas air yang menurun. Di sisi lain, masyarakat tergerak mencari informasi dan melakukan aksi-aksi yang dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Air tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia yang membutuhkan 60 liter air per hari, baik untuk masak, cuci, maupun kebersihan diri. Ketika setiap keluarga memiliki air yang cukup, kesehatan masyarakat juga akan lebih baik. Dengan makin meningkatnya kebutuhan air, diperlukan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat untuk mendapat air dengan kualitas dan kuantitas cukup. Mendapat air berkualitas merupakan urusan semua orang sehingga campur tangan pemerintah dalam keadilan air perlu ditingkatkan dan dijaga. Keberadaan sumber daya air tidak seharusnya menimbulkan kesenjangan, melainkan harus mendorong keadilan dan perdamaian.

Momentum Hari Air Sedunia yang mengangkat tema "Air untuk Perdamaian" hendaknya menjadi momentum untuk mendorong semua pihak bekerja sama mewujudkan penyediaan air yang cukup dan berkualitas bagi semua orang. Upaya membangun kesadaran menghemat penggunaan air serta menjaga dan melindungi sumbernya juga perlu terus digalakkan. Sebelum krisis air terjadi, kita harus menciptakan solusi yang mampu mendorong semua orang lebih bijak memanfaatkan air.

Kolom Hijau merupakan kolaborasi Tempo dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil di bidang lingkungan. Kolom Hijau terbit setiap pekan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan