Andre Notohamijoyo
Doktor ilmu lingkungan Universitas Indonesia
Dampak pandemi Covid-19 terhadap Bali sebagai provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai penggerak perekonomian sangat terasa. Berbagai hotel, restoran, spa, toko cenderamata, dan taman hiburan sepi dari pengunjung, bahkan ada yang tutup. Banyak tenaga kerja yang kemudian kembali ke daerah asal mereka karena kehilangan pekerjaan di Bali. Angka pengangguran pun melonjak.
Hal tersebut mendorong berbagai kementerian dan lembaga pemerintah melakukan upaya penyelamatan. Berbagai acara dan kegiatan mereka digelar di pulau itu untuk membangun kembali pariwisata di provinsi tersebut. Pemerintah berupaya mengintegrasikan fasilitas dan pendukungan terhadap fiskal ataupun non-fiskal bagi para pemangku kepentingan, seperti hotel, agen perjalanan, maskapai penerbangan, pelaku usaha pariwisata, dan ekonomi kreatif melalui berbagai program. Upaya tersebut sangat baik, tapi belum optimal mendorong kebangkitan kembali Bali.
Pembangunan di Bali perlu ditinjau kembali. Selama ini pembangunan di sana terlalu condong ke sektor pariwisata, padahal Bali memiliki sumber daya yang luar biasa, tapi belum dieksplorasi secara optimal. Perkembangan pariwisata mengabaikan kelestarian lingkungan, sehingga justru mengancam keberlanjutannya. Pembangunan hotel, penginapan, dan vila justru mengancam ketersediaan air bersih di provinsi tersebut.
Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan di Bali berpeluang menjadi penggerak roda perekonomian maupun penyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Salah satunya adalah sektor perikanan. Bali dikelilingi oleh perairan yang sangat produktif. Satu di antaranya adalah Samudra Hindia, yang sangat kaya akan potensi ikan laut yang memiliki harga tertinggi di dunia, yaitu ikan tuna, khususnya spesies tuna sirip biru selatan. Tangkapan ikan ini biasanya didaratkan di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali. Pelabuhan Benoa menjadi salah satu pelabuhan utama pendaratan ikan tuna di Indonesia, di samping Pelabuhan Muara Baru, Jakarta; Pelabuhan Bungus, Kota Padang, Sumatera Barat; dan Pelabuhan Perikanan Cilacap, Cilacap, Jawa Tengah.
Selat Bali juga memiliki potensi perikanan yang melimpah untuk ikan jenis pelagis kecil, seperti lemuru, tongkol, layang, dan tembang. Stok ikan tersebut banyak digunakan untuk mendukung produksi pabrik pengolahan ikan di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pemasok produksi ikan kaleng di Muncar sebagian berasal dari Bali. Di wilayah Bali ada pelabuhan perikanan yang menghadap langsung ke Selat Bali, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan, Bali. Nelayan Pengambengan banyak yang mendaratkan ikan hasil tangkapannya di Muncar. Inilah potensi raksasa Bali.
Bali juga kaya akan rumput laut. Nusa Penida, yang selama ini menjadi tujuan pariwisata eksklusif, sebenarnya kaya akan rumput laut. Pada masa pandemi seperti saat ini, banyak penduduk Nusa Penida yang mata pencariannya mulai beralih ke budi daya rumput laut. Rumput laut spesies Eucheuma Cottonii menjadi andalannya. Ekstrak rumput laut tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi ataupun kosmetik selain sebagai bahan pakan untuk budi daya ikan (Nawaly et al., 2013).
Kekayaan sumber daya alam kelautan dan perikanan ini belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.
Selain perikanan, Bali sangat kaya sumber daya pertanian. Pertanian di Bali sangat bagus. Metode subak yang mengatur pengairan untuk sawah merupakan keunikan dari masyarakat pertanian Bali. Namun pertanian sudah lama tidak menjadi prioritas pembangunan di sana. Kini, Bali harus berbenah untuk kembali di sektor dasar tersebut.
Bali harus kembali pada kearifan lokal dan keanekaragaman hayati yang dimiliki. Kabupaten Tabanan merupakan contoh yang bagus. Kabupaten tersebut mengembangkan model bisnis terintegrasi pertanian. Program ini disandingkan dengan pariwisata yang bersandar pada kearifan lokal. Tabanan tidak hanya berhasil mendorong surplus produksi beras, tapi juga menjadi eksportir buah manggis senilai Rp 345 Miliar pada 2019. Keamanan pangan Tabanan diintegrasikan dengan pariwisata dan ekonomi lokal. Pengembangannya berlandaskan pada prinsip keberlanjutan produksi hasil pertanian, harga jual yang layak, dan akses pasar.
Di sinilah kekuatan Bali yang sesungguhnya harus dibangun. Sektor lain, seperti pariwisata dan ekonomi kreatif, akan turut merasakan dampak positifnya.