Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Cicak Versus Buaya Babak Keempat

Proses seleksi kandidat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 patut diragukan.

5 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Cicak Versus Buaya Babak Keempat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alvin Nicola
Peneliti Transparency International Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proses seleksi kandidat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 patut diragukan. Dari 20 nama kandidat terakhir, sebagian besar dipertanyakan integritas dan kapabilitasnya: enggan melaporkan harta kekayaan, terbukti melanggar kode etik, dan diduga kuat menghambat penuntasan kasus korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua kandidat dari kepolisian, mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli Bahuri dan Irjen Antam Novambar, diduga memiliki catatan merah karena terbukti melanggar kode etik dan menghalangi penyidikan KPK di kepolisian. Kandidat lain, Brigjen Bambang Sri Herwanto, tidak melaporkan harta kekayaan sejak 2014 karena menyebut dirinya bukan penyelenggara negara. Sementara itu, dalam tahap wawancara dan uji publik, calon lain dari kepolisian, Brigjen Gracia Sri Handayani, tidak mampu menjelaskan penerapan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Lolosnya kandidat-kandidat tersebut sangat mengecewakan publik dan bertolak belakang dengan semangat penguatan KPK. Kuatnya indikasi ada beberapa anggota Panitia Seleksi yang memiliki konflik kepentingan dengan kandidat yang berasal dari kepolisian juga semakin menguatkan keyakinan publik bahwa karut-marut seleksi ini akan berdampak panjang bagi independensi dan kinerja badan antirasuah tersebut.

Deretan upaya menggerus kelembagaan KPK dari dalam ini dapat dilihat sebagai babak keempat dari drama "Cicak Versus Buaya". Fenomena ini berkaitan dengan berbagai upaya kriminalisasi terhadap personel KPK sebelumnya ketika sedang melakukan penyelidikan kasus di kepolisian. Bibit Samad Rianto, Chandra M. Hamzah, Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad adalah sederet pemimpin KPK terdahulu yang terseret serial drama panjang ini.

Dalam jilid keempat ini, pola yang penuh konflik kepentingan sebenarnya terlihat sejak proses penunjukan anggota Panitia Seleksi yang tidak transparan dan partisipatif. Indikasi lain terlihat selama proses seleksi, saat panitia mengabaikan masukan masyarakat mengenai profil calon yang dinilai minim integritas dengan terus meloloskan kandidat tersebut.

Langkah panitia yang akan langsung menyerahkan 10 nama kandidat ke Presiden juga menunjukkan ketidakinginan mereka untuk memberikan kesempatan kepada publik melakukan verifikasi dan memberi masukan. Padahal Undang-Undang KPK dan keputusan presiden tentang pembentukan panitia ini mensyaratkan agar panitia mendengarkan aspirasi masyarakat.

Baru-baru ini juga muncul laporan pidana terhadap juru bicara KPK Febri Diansyah, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, dan Ketua Umum YLBHI Asfinawati yang dianggap menyebarkan berita bohong mengenai Panitia Seleksi dan calon-calon dari kepolisian. Selain tidak memiliki dasar hukum yang jelas, laporan ini menguatkan indikasi adanya upaya dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengamankan panitia dan beberapa kandidat.

Persoalan independensi memang menjadi masalah utama mayoritas badan antikorupsi, bukan hanya KPK. Sebagian besar dari 40 lembaga antikorupsi di Asia-Pasifik, misalnya, masih menunjukkan gejala kesulitan dalam membangun independensi kelembagaan.

Minimnya komitmen politik pemerintah untuk memastikan independensi merupakan faktor utama. Padahal Pasal 6 Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) telah menetapkan bahwa lembaga antikorupsi harus dilengkapi dengan (1) "independensi yang diperlukan" untuk menjalankan fungsinya secara efektif dan "bebas dari pengaruh yang tidak semestinya" serta (2) sumber daya material, staf, dan pelatihan yang memadai.

Riset Transparency International yang mengukur efektivitas lembaga antikorupsi di enam negara (Bangladesh, Bhutan, Indonesia, Maladewa, Pakistan, dan Sri Lanka) pada periode 2015-2017 membuktikan tren ini. Kinerja sejumlah lembaga tersebut masih terhambat akibat independensi yang tidak memadai, kapasitas kelembagaan yang lemah, dan mandat yang terbatas. KPK dinilai memiliki modal besar dari segi perangkat hukum, kewenangan, dan kapasitas internal, tapi faktor independensi menjadi aspek yang secara khusus perlu diperhatikan dengan hanya mengantongi persentase 71,43 persen.

Sementara itu, hasil penilaian performa pada periode 2018-2019 semakin menegaskan perlunya KPK dan lembaga lain secara serius memperhatikan aspek independensi. Tiga dari sembilan indikator dimensi independensi menunjukkan kerentanan pemimpin KPK dikriminalisasi, minimnya sumber daya manusia yang independen, dan adanya indikasi terbatas penggunaan KPK sebagai alat politik. Ketiganya menjadi penyumbang terbesar yang mengganggu independensi KPK.

Sebagian dari hal ini tecermin dalam pengelolaan sumber daya manusia yang sangat bergantung pada personel penegak hukum lain, terutama kepolisian. Munculnya petisi dari pegawai KPK beberapa waktu lalu ihwal adanya berbagai dugaan penghambatan kasus dan buruknya penegakan etik yang juga melibatkan personel kepolisian semakin memperlihatkan bahwa pemimpin KPK terpilih perlu lebih tegas dalam menjalankan tata kelola internal, kontrol penegakan etik, dan berani berinvestasi pada sumber daya manusia yang independen.

Tentu semua hal tersebut akan sangat sulit dilakukan jika KPK dipimpin oleh orang-orang yang cacat secara moral, tidak bebas dari konflik kepentingan, dan memiliki rekam jejak buruk. Sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya publik, calon pemimpin KPK yang berintegritas dan tidak memiliki masalah rekam jejak merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Situasi mendesak ini harus ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo sebagai navigator utama pemberantasan korupsi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus