maaf email atau password anda salah


Mengenal Financial Fair Play dan Dampaknya

Everton bisa kembali kena pengurangan poin akibat financial fair play. Mengapa tak menyentuh tim besar, seperti Manchester City?

arsip tempo : 171488468419.

Pemain Everton dalam Liga Premier melawan Aston Villa di Goodison Park, Liverpool, Inggris, 14 Januari 2024. REUTERS/Phil Noble. tempo : 171488468419.

Tampaknya semua penggemar sepak bola Liga Primer Inggris tengah gelisah setelah Everton dijatuhi pengurangan 10 poin akibat laporan keuangannya yang merugi selama lima tahun berturut-turut. Berdasarkan financial fair play (FFP) dalam peraturan liga, tim diizinkan mengalami kerugian tidak lebih dari 105 juta pound sterling, atau sekitar US$ 130 juta, selama periode tiga tahun berturut-turut.

Dalam laporan yang ditulis sepanjang 41 halaman, panel tersebut akhirnya setuju dengan penilaian Liga Primer Inggris bahwa Everton telah melanggar jumlah kerugian yang diizinkan sebesar 19,5 juta pound sterling (sekitar Rp 384,64 miliar).

Besarnya hukuman dalam kasus Everton, bagaimanapun, menunjukkan bahwa hukuman yang lebih kolosal mungkin menanti tim lain. Termasuk di antaranya Manchester City, yang dituduh melakukan 115 pelanggaran terhadap peraturan liga terkait dengan laporan keuangannya.

Apa Itu Financial Fair Play?

Aturan FFP telah disepakati oleh komite eksekutif Uni Sepak Bola Eropa (UEFA) pada September 2009 dan telah mengalami tiga kali ratifikasi.

Namun, secara prinsip, FFP memiliki persyaratan utama yang tidak berubah. Pertama, menekankan transparansi dan kredibilitas dengan menetapkan persyaratan pengungkapan minimum untuk laporan keuangan klub. Kedua, mengharuskan klub membuktikan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban pembayaran yang telah jatuh tempo kepada klub lain, pemain, dan otoritas sosial/pajak sepanjang musim berjalan.

Stadion Etihad Manchester City di Manchester, Inggris, 30 Desember 2023 REUTERS/Phil Noble

Ketiga, mengharuskan klub mematuhi persyaratan break-even. Secara khusus, aturan break-even FFP menyatakan bahwa pendapatan dan pengeluaran yang relevan seharusnya sejalan selama periode pelaporan, dan setiap perbedaan harus di atas ambang batas yang telah ditentukan oleh UEFA.

FFP juga memiliki ketentuan yang membatasi pemilik klub menggunakan dana pribadi mereka demi mencapai tujuan atau ambisi klub. Hal ini bertujuan menghindari ketidakseimbangan dalam persaingan, terutama jika pemilik sangat berkecukupan dan memiliki kemampuan mengakuisisi semua pemain yang diinginkan.

Kekuatan keuangan suatu klub memang bisa mempengaruhi kinerja tim. Misalnya, pengambilalihan Newcastle United oleh konsorsium yang dipimpin oleh Public Investment Fund (PIF) dari Arab Saudi, yang membuat Newcastle United menjelma menjadi klub yang konsisten di papan tengah dan cenderung naik ke papan atas klasemen Liga Inggris. Sebelum diakuisisi, Newcastle hanyalah tim papan bawah klasemen yang berjuang keluar dari zona degradasi.

Proses penghitungan FFP berfokus pada setiap musim kompetisi, dengan Badan Pengawas Keuangan Klub UEFA (CFCB) memantau keuangan setiap klub. Pada pertengahan musim, biasanya pada Desember, setiap klub menerima laporan mengenai kepatuhan mereka terhadap peraturan FFP.

Aroma Ketidakadilan

Namun FFP bukannya tanpa cela. Salah satunya dalam kasus yang menimpa Manchester City (MCFC).

MCFC diduga memperoleh sponsor yang melebihi nilai komersial wajar dengan melibatkan perusahaan milik negara bagian Abu Dhabi sebagai bagian dari Uni Emirat Arab. MCFC pertama kali dihadapkan pada FFP dengan klaim bahwa sponsor mereka, seperti Etihad Airways dan perusahaan lain, merupakan pendana ekuitas tersembunyi dari Abu Dhabi United Group (ADUG). Namun akhirnya, pada 2014, mereka berhasil mencapai kesepakatan penyelesaian dengan UEFA.

Pemain Newcastle United mencetak gol ke gawang Manchester City di St James' Park, Newcastle, Inggris, 3 Januari 2024 REUTERS/Scott Heppell

Masalah kembali datang pada 2018. Laporan MCFC bocor ke media dan memicu penyelidikan baru. Tuduhannya melibatkan pembayaran sponsor yang diduga sebagai pendanaan permodalan tersembunyi. Karena itu, pada Februari 2020, UEFA memberi hukuman larangan dua musim dan denda 30 juta euro (sekitar Rp 509,78 miliar) setelah sebelumnya melakukan penyelidikan. Namun MCFC lagi-lagi mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS).

Dalam kasus ini, Manchester City berhasil mengatasi beberapa isu prosedural, seperti membuktikan bahwa surel yang bocor ternyata palsu, sehingga meringankan hukuman MCFC hanya menjadi denda sebesar 10 juta euro (sekitar Rp 169,93 miliar).

Namun tentu saja keputusan ini menimbulkan keraguan banyak pihak terhadap keberlanjutan FFP yang dinilai berat sebelah dan berpihak kepada klub yang dimiliki oleh taipan besar. Sebab, publik melihat betapa mudahnya klub besar menyiasati perkara ini dan betapa sulitnya klub kecil keluar dari tuntutan tersebut, bahkan tak jarang dihukum dengan pengurangan poin tanpa ampun sebagaimana yang terjadi pada Everton.

Tantangan Financial Fair Play ke Depan

Ada beberapa hal yang niscaya akan diperbaiki dan dipertimbangkan oleh UEFA perihal kebijakan FFP ini.

Pertama, meskipun kebijakan FFP telah disetujui sejak 2010, UEFA awalnya berniat mengeluarkan FFP secara bertahap. Namun, dalam perjalanannya, FFP lebih melihat kebijakan ini pada tataran praktis ketimbang teoretis belaka. Selama ada bukti, kesalahan apa pun akan langsung dijatuhi hukuman, sebagaimana terjadi dalam kasus Everton baru-baru ini. Namun tentu saja hal ini mengasumsikan adanya konsistensi agar hukuman berlaku adil dan merata.

Kedua, keputusan CAS yang sangat dinanti-nantikan pada 2020 soal MCFC versus UEFA nyatanya menguntungkan MCFC dan menjadi pukulan merugikan bagi reputasi UEFA serta FFP. Sebab, hal ini memunculkan banyak pertanyaan akan kredibilitas UEFA untuk menegakkan regulasi tersebut. Menghadapi persoalan ini, tampaknya perlu bagi UEFA untuk mengevaluasi implementasi penerapan FFP agar tidak hanya menjadi gimik, tapi juga dapat membuat ekosistem sepak bola di seluruh dunia menjadi kondusif adanya.

Karena itu, tampaknya perlu sebuah mekanisme pengawasan yang lebih transparan dan berlaku merata tanpa melihat unsur politis di baliknya. Sebab, menurut sebuah penelitian pada 2020 yang bertajuk "Has UEFA’s financial fair play regulation increased football clubs' profitability?, efek positif yang signifikan hanya terjadi di Spanyol. Sementara itu, dampak FFP masih minim untuk keuangan klub di Prancis, Inggris, dan Jerman.

Menerapkan Keadilan Finansial Persepakbolaan Indonesia

Kompetisi Liga 1 di Stadion Brawijaya, Kota Kediri, Jawa Timur, 18 Deember 2023. ANTARA/Prasetia Fauzani

Di Indonesia, peraturan mengenai finansial peserta liga tidak serumit liga di Eropa. Sebab, tentu saja, klub di Liga Indonesia tidak memiliki dana atau taipan besar sebagaimana klub di Eropa. Klub di Liga Indonesia juga tidak memiliki banyak pertandingan level internasional yang mendapatkan profit besar sehingga harus diatur sedemikian rupa sebagaimana di klub Eropa.

Bahkan, dalam dokumen regulasi Liga 1 tahun 2020, hanya dicantumkan bahwa klub memiliki beberapa kewajiban finansial terkait dengan jalannya liga. Tidak dijelaskan mengenai mekanisme transfer pemain serta transparansi laporan keuangan, tata kelola pendanaan, dan sebagainya.

Karena itu, masalah finansial klub di Indonesia akan berbeda dengan masalah finansial klub di Eropa secara kasuistik. Namun perlu juga mulai dipikirkan bagaimana cara menjaga neraca keuangan klub di Indonesia agar tetap seimbang guna mendukung keberlanjutan ekosistem sepak bola yang lebih manusiawi, termasuk persoalan menggaji pemain. 

---

Artikel ini ditulis oleh Yogie Pranowo, dosen Universitas Multimedia Nusantara. Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan