maaf email atau password anda salah


Beragam Modus Kecurangan Pemilu

Sebanyak 53 dugaan pelanggaran dan kecurangan terjadi selama tiga pekan menjelang pemilu.  Apa saja modusnya?

arsip tempo : 171484438320.

Pekerja mengecek kertas surat suara untuk Pemilu 2024 di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, 10 Januari 2024. Tempo/Amston Probel. tempo : 171484438320.

JAKARTA – Koalisi masyarakat sipil setidaknya menemukan 53 dugaan pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2024. Dugaan tersebut terjadi sekitar tiga pekan menjelang pelaksanaan pemilu pada Rabu, 14 Februari besok.

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemilu Curang, yang terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Aliansi Jurnalis Independen, memantau di 10 provinsi sejak 25 Januari lalu. “Ini sudah menjadi pembahasan yang familier di telinga kita. Hanya, semakin mendekati hari pemungutan suara, intensitas terjadinya (pelanggaran) lebih masif,” kata Almas Ghaliya Putri Sjafrina, Koordinator Divisi Pelayanan dan Reformasi Birokrasi ICW, di Jakarta, Senin, 12 Februari 2024. “Temuan pelanggaran oleh koalisi bukanlah hal baru.”

Penertiban alat peraga kampanye Pemilu 2024 di Banda Aceh, Aceh, 11 Februari 2024. ANTARA/Irwansyah Putra

Koalisi berfokus memantau di 10 provinsi tersebut karena, berdasarkan kajian Themis Indonesia, tingkat kerawanan kecurangan di kawasan itu termasuk tinggi. Ke-10 provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Koalisi berfokus pada pemantauan politik uang, penyalahgunaan fasilitas negara, netralitas pejabat atau aparatur negara dan desa, netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu, serta pemungutan dan rekapitulasi suara.

Almas mengungkapkan Koalisi telah memverifikasi 53 dugaan kecurangan pemilu dalam temuan mereka dengan data sementara hingga 10 Februari 2024. Dari data tersebut, menurut Koalisi, kecurangan paling banyak dilakukan dalam kontestasi pemilihan legislatif, yakni 22 dugaan. Di urutan kedua pelanggaran pemilihan presiden dengan 21 dugaan kecurangan. “Berdasarkan jenis kecurangan pemilu, yang terjadi paling banyak adalah netralitas pejabat atau aparatur negara dan desa, yakni 22 kasus,” tuturnya.

Selanjutnya adalah kecurangan politik uang dan netralitas penyelenggara pemilu, yakni 10 kasus. Penyalahgunaan fasilitas negara yang ditemukan tim pemantau ada tujuh kasus. Pelanggaran netralitas pejabat dan aparatur negara adalah yang paling kentara. Almas mencontohkan kasus kampanye terselubung di Medan, Sumatera Utara. Ketika itu Wali Kota Medan Bobby Nasution memakai warna serba biru muda dalam berbagai acara Pemerintah Kota Medan.

Biru muda merupakan warna khas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah anak sulung Presiden Joko Widodo. Sedangkan Bobby adalah menantu Jokowi yang juga ipar Gibran. “Ketika menyatakan dukungan, janganlah, entah sengaja atau tidak sengaja, menjadikan program pemerintah ini beraroma dukungan kepada calon presiden ataupun partai tertentu,” ujar Almas.

Pelanggaran pemilu lainnya adalah masalah netralitas pejabat negara, aparatur negara, dan pemerintah desa. Koalisi menemukan adanya modus politisasi untuk mendukung calon tertentu. Misalnya, kepala desa dikumpulkan untuk mendukung calon presiden tertentu. Mobilisasi kepala desa ini dilakukan oleh sejumlah asosiasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu. Mereka menggelar acara silaturahmi nasional yang dihadiri Gibran di Indonesia Arena, Kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, pada 19 November 2023. Tujuannya mendukung pencalonan dan kemenangan Gibran.

Kasus terbaru, kata Almas, adalah konsolidasi kepala desa yang mendukung pasangan Prabowo-Gibran di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. “Kami masih menunggu Badan Pengawas Pemilu kira-kira mengambil tindakan apa,” ujarnya.

Pelanggaran juga dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Koalisi mendapat aduan adanya dugaan pemerasan oleh penyelenggara pemilu. Kasus lainnya, anggota Bawaslu daerah ditengarai mengarahkan panitia pengawas pemilu kecamatan untuk memihak salah satu kandidat. Sikap tidak netral lainnya dilakukan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang berpose dengan jari yang mengarah pada salah satu pasangan calon presiden dan wakilnya. “Kami tidak bisa bicara kasus per kasus karena masih proses persiapan pelaporan dan ada juga yang masih proses pelaporan,” ujar Almas.

Politik uang menjadi temuan terbanyak kedua setelah netralitas pejabat. Praktik lancung politik uang tidak selamanya uang tunai. Almas menuturkan sering kali politik uang berkedok bagi-bagi hadiah alias door prize. Harga barang yang diberikan pun terbilang mahal, misalnya sepeda motor. “Hadiah atau door prize dibagikan dalam kampanye terbuka,” kata Almas.

Modus lain politik uang adalah pemberian bahan pokok. Padahal, kata Almas, Bawaslu telah melarang pemberian bahan pokok selama kampanye. Selain mendapati bahan pokok yang diberikan secara gratis, tim pemantau menemukan tebus murah paket bahan pokok. Yang terakhir adalah pemberian uang tunai sampai iming-iming beasiswa dalam iklan kampanye. “Nominal uang bervariasi, dimulai dari Rp 50 ribu. Bahkan tim pemantau menyebutkan ada yang nilainya Rp 500 ribu,” tuturnya.

Koalisi mengerahkan dua pemantau pada tiap provinsi. Pemantauan memang tidak mencakup seluruh tingkatan desa, kabupaten, atau kota karena keterbatasan sumber daya manusia. Menyiasati keterbatasan tersebut, tim pemantau lantas membangun jaringan dengan lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa di daerah. Adapun metode pemantauan dengan pelacakan media sosial dan pemantauan langsung di lapangan.

27 Aduan Memenuhi Dugaan Pidana Pemilu 

Sejak diluncurkan pada 7 Januari lalu, Koalisi menyelisik 49 aduan publik yang diterima dalam laman Kecuranganpemilu.com. Sebanyak 27 aduan dinilai memenuhi unsur dugaan pelanggaran pidana pemilu. Themis Indonesia telah melaporkan 27 aduan tersebut ke Bawaslu.

Pada 23 Januari 2023, ICW, Themis, dan AJI bersama  koalisi masyarakat sipil lainnya, seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Pusat Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, serta Lokataru, juga melaporkan akun media sosial resmi Kementerian Pertahanan ke Bawaslu karena diduga mengkampanyekan calon Prabowo-Gibran.

Namun peneliti bidang hukum Themis Indonesia, Hemi Lavour Febrinandez, mengungkapkan aduan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat materiil, tanpa adanya penjelasan lebih lanjut dari Bawaslu. Lavour menilai Bawaslu tidak responsif menerima laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran pemilu.

Tempo belum memperoleh tanggapan dan konfirmasi dari Bawaslu. Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty dan Puadi, tidak merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo ihwal penolakan laporan Themis dan temuan koalisi soal dugaan pelanggaran pemilu.

Alat peraga kampanye di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Februari 2024. ANTARA/Arnas Padda

Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro, menolak menjawab upaya penjelasan soal pelaporan Themis ke Bawaslu dan temuan pelanggaran pemilu Koalisi.

Adapun juru bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud Md., Chico Hakim, mengaku kecewa atas kinerja Bawaslu. Menurut dia, seharusnya Bawaslu bisa menindaklanjuti kecurangan pemilu sebelum muncul film Dirty Vote. Dirty Vote adalah film dokumenter garapan WatchDoc yang mengulas kecurangan Pemilu 2024. “Kinerja Bawaslu lambat dan cenderung ‘masuk angin’,” kata Chico. “Ini dugaan kami.”

Setali tiga uang, juru bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Iwan Tarigan, enggan berkomentar. Iwan lebih berfokus menyinggung film Dirty Vote. “Sesuai dengan film Dirty Vote. Sudah dijelaskan di film Dirty Vote. Mereka jelaskan sesuai dengan fakta,” tuturnya. 

EKA YUDHA SAPUTRA

Konten Eksklusif Lainnya

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan