JAKARTA – Pemerintah menyatakan menjamin ketersediaan alat tes cepat antigen untuk mendeteksi virus corona dalam waktu cepat dengan tingkat akurasi tinggi. Sebab, menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, pengadaan alat tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.
Nadia merujuk salah satu poin Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021. Isinya tentang mengatur pendanaan pembelian alat tes cepat antigen bisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). "Dan pembeliannya tidak harus di Kementerian Kesehatan. Bisa juga dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19," kata Nadia kepada Tempo, kemarin.
Lagi pula, Nadia melanjutkan, justru pemerintah daerah yang mengetahui secara detail kebutuhan alat tes cepat antigen. Adapun prosedurnya, puskesmas bisa menyampaikan jumlah kebutuhan alat tes cepat antigen kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Kebutuhan alat tes cepat antigen juga bisa disampaikan puskesmas kepada Satgas Covid-19 di kecamatan. "Untuk proses pembeliannya, nanti mengikuti mekanisme perpres tentang pengadaan barang dan jasa," kata Nadia.
Penggunaan alat tes cepat antigen merupakan upaya pemerintah memperluas pemeriksaan dan deteksi penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Sebab, di Tanah Air, hanya ada 620 fasilitas tersebut. Persebarannya pun tak merata. Mayoritas fasilitas itu berada di pusat-pusat kota. Walhasil, Kementerian Kesehatan memutuskan untuk menggunakan tes antibodi sebagai sarana diagnosis Covid-19 di daerah yang belum memiliki fasilitas RT-PCR memadai.
Nadia pada Rabu lalu menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan menyiapkan 1,7 juta unit alat tes cepat antigen untuk 98 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Daerah-daerah di Jawa dan Bali saat ini melaksanakan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro pada 9-22 Februari 2021. Ia memperkirakan 1,7 juta unit alat tes itu sampai di daerah tersebut dalam tujuh hari hari.
Hasil tes usap antigen Covid-19 sejumlah warga di Pakupatan, Serang, Banten, 11 Februari 2021. ANTARA/Asep Fathulrahman/wsj.
Kementerian Kesehatan sebelumnya sudah mengirim sekitar 2 juta unit alat tes cepat antigen untuk 34 provinsi. Sedianya 2 juta unit alat tersebut hanya digunakan untuk kepentingan penjaringan atau screening Covid-19 di fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pemerintah. Namun, seiring dengan terbitnya peraturan baru, jutaan alat tes antigen nantinya diprioritaskan untuk puskesmas.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada awal pekan lalu mengatakan bahwa Indonesia perlu mengadopsi kebijakan India yang dinilai mampu melandaikan kurva penularan wabah corona. Salah satu hal yang patut ditiru adalah penggunaan tes antigen untuk memperluas cakupan pemeriksaan ke daerah-daerah terpencil. Menteri Budi mewanti-wanti publik bahwa penggunaan tes antigen akan membuat angka kasus positif corona melonjak. Namun dia meminta masyarakat tak perlu panik karena bisa saja hal itu mencerminkan keadaan sebenarnya di lapangan.
Menanggapi hal itu, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, berharap pemerintah bisa mewujudkan jaminan ketersediaan alat tes cepat antigen. Terlebih, Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan aturan baru tentang penggunaan alat tes cepat antigen untuk mendiagnosis pasien bergejala Covid-19 hingga melacak kontak erat dan penjaringan kontak tidak erat. "Karena akan banyak digunakan, jadi alatnya harus ada terus," kata Pandu ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Menurut Pandu, selain ketersediaan alat tes, pemerintah harus menjamin kemampuan tenaga kesehatan di setiap puskesmas mengambil sampel tes cepat antigen. Harapannya, praktik tes cepat antigen bisa efektif kepada masyarakat.
Pandu setuju atas keputusan pemerintah memaksimalkan tes cepat antigen. Sebab, akurasi tes cepat itu cukup tinggi dan biayanya lebih murah dibanding tes usap berbasis deteksi molekuler seperti PCR. Meski begitu, dia menyayangkan sikap pemerintah yang terlambat memaksimalkan tes cepat antigen. Sebab, sejak akhir Oktober 2020, Pandu bersama pakar dan tokoh lainnya sudah mengingatkan dengan Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia.
Musababnya, saat itu pemerintah hanya mengandalkan tes usap PCR untuk melacak dan menjaring pasien Covid-19. "Begitu India sukses menurunkan kurva pandemi Covid-19 dengan memperbanyak tes, termasuk tes antigen ini, pemerintah Indonesia baru mengikuti. Mengapa harus menunggu India dulu?" ujar Pandu.
Petugas kesehatan mengambil spesimen saat tes cepat antigen di Bandung Indah Plaza, Bandung, Jawa Barat, 7 Januari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Menurut Pandu, dengan hasil tes yang cepat dan akurat, pemerintah bisa dengan cepat meminta para pasien Covid-19 mengisolasi diri. Menurut dia, melalui hasil tes yang cepat dan kepatuhan masyarakat mengisolasi mandiri jika terjangkit, tindakan itu punya andil besar untuk menurunkan angka jangkitan virus.
Dia mencontohkan, tes usap PCR biasanya membutuhkan waktu konfirmasi hasil minimal dua hari. Jika selama dua hari seorang pasien tidak mengisolasi diri dan masih bertemu dengan orang lain, pasien itu berpotensi menyebarkan Covid-19 di lingkungannya. "Kalau bisa diketahui lebih awal, kemungkinan penularan selama dua hari atau lebih bisa ditekan," kata Pandu.
INDRA WIJAYA