JAKARTA – Pasokan bantuan tenda dan logistik makanan serta obat-obatan untuk para korban gempa di Sulawesi Barat ditengarai belum merata. Supriyadi Yusuf, salah satu warga Mamuju, mengatakan bantuan logistik berupa kebutuhan pokok mulai berdatangan pada hari ketiga setelah bencana. Namun tak ada bantuan tenda dan selimut, sehingga banyak warga yang berkeliaran di jalanan. “Ada yang tinggal di stadion, di kantor bupati, ada di terminal,” ujar Yusuf kepada Tempo, kemarin.
Supriyadi, bersama sekitar 100 keluarga yang tinggal di Mamuju, mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Para pengungsi umumnya mencari sendiri tenda untuk tempat berlindung. Mereka meminjam ke kawan ataupun kerabat. Beruntung, keluarga Supriyadi memiliki tenda sendiri. Tenda yang dipakainya adalah terpal bekas proyek yang ditemukan di sana. “Kami tidak mau tidur di rumah penduduk karena masih trauma gempa,” ujarnya.
Supriyadi merupakan salah satu korban gempa bermagnitudo 6,2 yang mengguncang Sulawesi Barat. Lindu berdampak di empat kabupaten, yakni Majene, Mamasa, Mamuju, dan Polewali Mandar. Gempa itu mengakibatkan longsor di lima titik sepanjang jalan poros Majene-Mamuju. Akses jalan ini sempat tertutup akibat longsor.
Terpal tanpa penutup menjadi hunian sementara Supriyadi sejak gempa melanda. Beralas tikar, dia memilih tidur di luar daripada di dalam rumah lantaran trauma akibat lindu berkekuatan 6,2 skala Richter yang memporakporandakan rumahnya. Meski Supriyadi merasa lebih aman, tenda terpal itu tak bisa melindungi warga Mamuju ini dari hujan. Sebab, air hujan yang dibawa angin menembus sisi-sisi terpal yang tak berpintu itu. Alas tempat tidur pun bakal becek. “Saat hendak tidur, kami berdoa semoga tidak hujan. Kalau hujan, kami lari ke teras rumah orang,” ujar Supriyadi, yang kini menjadi relawan.
Kamp pengungsi gempa bumi di Mamuju, Sulawesi Barat, 17 Januari lalu. TEMPO/Iqbal Lubis
Di posko induk Desa Tubo Selatan dan Desa Tubo Tengah, hal yang terjadi justru sebaliknya. Jumlah tenda cukup, tapi logistik pangan dan obat-obatan kurang. Koordinator relawan posko, Takdir, menyebutkan ada 1.600 jiwa yang mengungsi di 80 titik. Masing-masing tenda diisi 10 hingga belasan orang. “Ada yang lima keluarga dalam satu tenda,” kata Takdir.
Menurut Takdir, saat ini poskonya membutuhkan obat-obatan dan makanan. Ia memprediksi logistik hanya cukup untuk satu hingga dua hari. Ia khawatir minimnya obat dan makanan berdampak bagi para pengungsi lanjut usia karena menjadi rentan terhadap penyakit. “Apalagi ini musim hujan. Kami takut para pengungsi lansia terganggu kesehatannya,” ujar dia.
Kondisi memprihatinkan terjadi di tiga kecamatan, yakni Ulumanda, Malunda, dan Tappalang. Fachri, salah satu relawan di Majene, mengatakan pasokan bantuan di ketiga daerah tersebut terhambat dan tidak merata. Sebab, kawasan itu terisolasi lantaran aksesnya terputus. Hingga kemarin, belum ada bantuan yang masuk ke sana. “Jalan terputus dan longsor,” kata Fachri.
Gempa bermagnitudo 6,2 meluluhlantakkan ribuan rumah warga. Lindu juga menghancurkan Hotel Maleo, kantor Gubernur Sulawesi Barat, Jembatan Kuning, dan Pelabuhan Mamuju. Rumah Sakit Mitra Manakarra roboh. Hingga kemarin, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan 73 orang meninggal dan 693 orang luka-luka. Sebanyak 27.850 orang mengungsi di 30 titik; 25 titik di Majene dan 5 titik di Mamuju.
Anggota TNI membagikan logistik korban gempa, di Stadion Manakarra, Mamuju, Sulawesi Barat, 17 Januari lalu. TEMPO/Iqbal Lubis
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati, mengatakan lembaganya menempatkan tiga helikopter di lapangan untuk distribusi logistik dan peralatan serta operasional yang dibutuhkan. Ia memastikan kebutuhan air bersih, logistik, dan sandang memadai untuk 10 hari ke depan.
Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial, M. Safii Nasution, mengatakan situasi di Sulawesi Barat saat ini memang belum sepenuhnya kondusif. Meski begitu, ia memastikan pemerintah berupaya maksimal memenuhi kebutuhan dasar semua korban.
Kemarin, Kementerian Sosial mengirim 10 tenda yang memiliki pembatas dan ventilasi di tiap ruangan. Selain layak sebagai tempat berlindung, tenda ini diharapkan bisa mencegah penularan virus corona yang saat ini masih mewabah. Kementerian Sosial juga membangun enam posko dapur umum bagi korban gempa. Satu mobil dapur umum lapangan dapat memasak 2.000 porsi makanan. “Seluruh masakan kami sebar ke lokasi pengungsi atau, bagi yang lokasi pengungsiannya dekat, bisa langsung mengambil,” ujar Safii.
MAYA AYU PUSPITASARI