JAKARTA – Ketiga pasangan calon yang berkompetisi dalam pemilihan Bupati Malang, Jawa Timur, mengkombinasikan dua metode kampanye untuk meraih simpati pemilih. Selain tetap mengandalkan kampanye tatap muka pada masa pandemi, mereka mengoptimalkan sosialisasi di media sosial.
Tiga pasangan itu adalah Muhammad Sanusi-Didik Gatot Subroto, Lathifah Shohib-Didik Budi Muljono, serta Heri Cahyono-Gunadi Handoko. Anggota tim penenangan Sanusi-Didik, Zulham Mubarak, mengatakan jagoannya tetap mengoptimalkan kedua model kampanye tersebut. "Kami melakukan serangan udara dan darat," kata Zulham Mubarak, kemarin.
Ia mengatakan kampanye tatap muka dilakukan dengan menyebar tim pemenangan ke sejumlah titik. Bahkan, dalam setiap jam, ada enam tim mereka yang bergerak di masyarakat. Dalam satu hari, tim kampanye Sanusi-Didik bisa bergerilya sampai ke 70 titik. "Karena masifnya pergerakan kampanye, pasangan Sanusi-Didik tak bisa hadir di setiap titiknya," ujarnya.
Adapun kampanye daring dilakukan dengan membentuk tim kerja yang terdiri atas struktur partai pendukung dan relawan. Tim kerja ini memproduksi sejumlah konten, seperti meme, infografis, dan video yang berisi visi-misi Sanusi-Didik. Kampanye digital ini dianggap cukup manjur mempengaruhi opini publik.
"Buktinya, ada video yang dilihat sampai 110 ribu penonton. Video ini dibikin setelah muncul kabar bahwa Sanusi tak direstui para kiai," ucap Zulham.
Ia menceritakan, isu itu mengemuka karena Sanusi mulanya adalah kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sanusi lalu terpilih menjadi Wakil Bupati Malang, mendampingi Rendra Kresna dalam pemilihan 2015. Lalu Sanusi menggantikan Rendra sebagai Bupati Malang pada 2018 karena Rendra menjadi tersangka kasus korupsi. Menjelang pilkada serentak tahun ini, Sanusi berpindah partai dari PKB ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Zulham optimistis perkara tersebut tak akan menggerus elektabilitas Sanusi-Didik. Survei terbaru di lingkup internal mereka menunjukkan elektabilitas Sanusi berkisar 60 persen.
Tim pemenangan pasangan Lathifah Shohib-Didik Budi Muljono juga mengkombinasikan kampanye tatap muka dan daring. Juru bicara Latifah-Didik, Muhammad Anas Muttaqin, mengatakan jagoan mereka blusukan ke 15 lokasi per hari. Tim pemenangan mereka juga menyebar di sejumlah titik untuk menemui masyarakat.
"Jika pemilih Nahdliyin, Latifah yang turun. Untuk pemilih nasionalis, umum, dan komunitas, Didik yang turun," kata Anas.
Selain itu, kata Anas, tim pemenangan Latifah-Didik menggenjot kampanye daring karena jumlah pengguna media sosial di Kabupaten Malang cukup tinggi. "Ada 100 relawan media sosial yang menggarap segmen anak muda dan perempuan," ucapnya.
Ia optimistis jagoannya akan memenangi pemilihan. Anas mengatakan Latifah memiliki modal besar sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Bisri Syamsuri. Faktor Latifah sebagai perempuan pun ikut mempengaruhi. Apalagi sudah ada sepuluh pemimpin perempuan di Jawa Timur. "Pemilih di Kabupaten Malang lebih mementingkan rekam jejak dan figur calon dalam pilkada," ujarnya.
Dengan cara serupa, pasangan Heri Cahyono-Gunadi Handoko juga memilih dua metode kampanye tersebut. Juru bicara pasangan Heri-Gunadi, Soetopo Dewangga, mengatakan jagoan mereka mengunjungi 4-6 lokasi dalam satu hari kampanye. Mereka menyasar ruang publik seperti pasar, komunitas masyarakat, dan perempuan. "Semua pertemuan kami mematuhi protokol kesehatan," kata Soetopo.
Ia menuturkan pasangan Heri-Gunadi juga memilih kampanye daring, tapi tidak seoptimal kampanye tatap muka. Pertimbangannya, mayoritas pemilih di Malang belum terjangkau jaringan Internet. "Bukannya mengesampingkan daring, tapi perlu dikalkulasikan penetrasi pemilih lewat daring," ucapnya.
EKO WIDIANTO (MALANG) | INDRA WIJAYA