JAKARTA – Beberapa fraksi di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat melontarkan wacana pembentukan panitia khusus hak angket untuk mengusut pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Rencana itu mendapat dukungan dari sejumlah anggota Komisi Hukum Dewan dan akan dibahas setelah reses berakhir.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menyatakan pihaknya memikirkan untuk mengusulkan panitia khusus hak angket Joko Tjandra. "Apakah ini perlu dibentuk ataukah tidak, menurut saya Komisi Hukum perlu mengadakan rapat dengar pendapat dulu," ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Dewan, ucap dia, akan mengundang kepolisian, Kejaksaan Agung, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk meminta penjelasan ihwal perburuan Joko. Nantinya pemaparan lembaga penegak hukum bakal menjadi acuan bagi Komisi Hukum untuk memutuskan pembentukan panitia khusus.
Komisi Hukum, dia menambahkan, melihat adanya indikasi tindak pidana baru dalam perburuan kasus Joko. Termasuk dugaan keterlibatan pejabat Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, dalam pelarian Joko. "Seperti menyembunyikan buron, membuat atau memasukkan keterangan palsu, dan adanya kemungkinan korupsi," ucap dia.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Syarifudin Sudding, menyatakan pelarian Joko sudah mendapat sorotan publik, sehingga butuh panitia khusus untuk menyelidiki kasus tersebut. "Untuk mengetahui apa dan siapa yang terlibat, juga modus keluar-masuknya Joko Tjandra, maka sangat perlu hak angket," ucap Sudding.
Menurut dia, Dewan perlu tahu siapa saja orang yang diduga membantu Joko ketika masuk ke Indonesia dan mendaftarkan gugatan peninjauan kembali di pengadilan, lalu kabur lagi ke luar negeri. Dia mengungkapkan, wacana itu telah diusulkan oleh beberapa fraksi di parlemen ketika rapat dengar pendapat dengan pemerintah.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto, juga mendukung wacana pembentukan panitia khusus. Ia bahkan mendukung sikap organisasi masyarakat sipil, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICw), ihwal skandal pelarian Joko.
"Niat Fraksi Demokrat sejalan dengan pandangan agar Dewan segera membentuk panitia khusus untuk mengusut tuntas kasus Joko Tjandra," kata Didik.
Menurut dia, Komisi Hukum sudah bertindak cepat ketika mendengar informasi dari Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, yang menyebutkan Joko Tjandra bisa melenggang masuk ke Indonesia tanpa tertangkap. Didik mengaku telah meminta pertangungjawaban Direktorat Jenderal Imigrasi ihwal lolosnya Joko. Ketika itu, ucap dia, Demokrat sudah menyarankan kepada fraksi lain agar membentuk panitia khusus.
Bagi Didik, Joko telah melakukan kejahatan baru yang melibatkan pejabat negara dari lintas instansi dan lembaga. Dia khawatir adanya sentimen yang menyebut negara kalah oleh penjahat. Didik pun menyinggung pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan adik Joko Tjandra, Sangkara Tjandra, pada 2015. “Pemerintah bertanggung jawab menjelaskan perkara ini,” tuturnya.
Adapun Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi Hukum, Habiburokhman, menolak rencana pembentukan panitia khusus. Dia berpendapat panitia khusus hak angket hanya dapat dibentuk untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang bermasalah. "Kasus Joko Tjandra ini bukan soal kebijakan, melainkan soal oknum yang melakukan penyimpangan, bahkan melanggar hukum," ucap dia.
Habiburokhman khawatir, pembentukan panitia khusus justru akan membuat persoalan hukum kasus Joko Tjandra menjadi bias. Dia mengimbau sebaiknya semua pihak tetap mengawal perburuan Joko. “Parlemen akan mengawasi lembaga penegak hukum secara rutin, meski pada masa reses.”
ANDITA RAHMA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | AVIT HIDAYAT
29