JAKARTA - Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika membatasi akses Internet di Papua dan Papua Barat kembali dipersoalkan Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman menilai pembatasan akses Internet selama ini tidak memiliki dasar aturan yang jelas sehingga hal itu berpotensi menimbulkan maladministrasi.
"Belum adanya peraturan menyebabkan potensi terjadinya maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pembatasan akses Internet sehingga merugikan masyarakat," ujar anggota Ombudsman, Alvin Lie.
Kementerian Komunikasi dan Informatika membatasi akses Internet di Papua dan Papua Barat sejak Rabu, 21 Agustus lalu. Pembatasan akses Internet itu menyusul serangkaian aksi massa yang berujung ricuh di dua provinsi tersebut. Seperti di Manokwari, massa membakar sejumlah gedung pemerintah, pertokoan, dan kendaraan. Di Sorong, massa juga merusak sejumlah bangunan publik, termasuk lembaga pemasyarakatan setempat. Akibatnya, ratusan terpidana kabur. Sedangkan di Fakfak, massa membakar pasar dan bentrok dengan warga.
Aksi massa itu dipicu oleh kasus rasial yang menimpa mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Kondisi semakin keruh karena banyak beredar hoaks atau berita bohong serta hasutan di Internet, terutama di media sosial. Hal tersebut yang menjadi alasan Kementerian Komunikasi memutuskan untuk membatasi akses Internet di Papua dan Papua Barat.
Alvin mengatakan saat ini pemerintah belum memiliki peraturan baku berkaitan dengan pembatasan akses Internet. Misalnya, peraturan tentang syarat dan mekanisme penetapan kondisi darurat yang menjadi dasar diterapkannya pembatasan akses Internet. Selain itu, belum ada aturan yang jelas mengenai siapa pihak yang berhak menetapkan kondisi tersebut.
"Juga belum ada tata cara pertanggungjawaban serta sistem pengawasan dan evaluasi dari kebijakan pembatasan Internet tersebut," kata Alvin.
Ombudsman menjadwalkan pemanggilan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk dimintai keterangan hari ini. "Pleno menyetujui usulan saya untuk minta klarifikasi Menteri Komunikasi tentang kebijakan pembatasan akses Internet di Papua dan Papua Barat," tutur Alvin.
Pembatasan Internet juga dipersoalkan Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet, yang mendesak pemerintah mencabut pembatasan Internet di Papua dan Papua Barat. Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto, mengatakan pembatasan akses Internet tersebut mengganggu informasi serta layanan publik. Apalagi pembatasan itu tidak disertai pemberitahuan terlebih dulu kepada masyarakat. "Saya mengusulkan ada SMS blast ke warga agar warga mafhum," kata dia.
Adapun Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, mengatakan pembatasan akses Internet di Papua dan Papua Barat adalah tindakan sewenang-wenang. Menurut dia, jika ingin melakukan upaya pembatasan atau pemutusan layanan komunikasi, pemerintah harus menyatakan deklarasi politik negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 lebih dulu. Bentuk pembatasan informasi tanpa penjelasan dan dasar aturan yang jelas merupakan bentuk pelanggaran hukum yang seharusnya segera dihentikan.
Jumat lalu, Kementerian Komunikasi memutuskan untuk melanjutkan pembatasan akses Internet pada layanan operator seluler di Papua dan Papua Barat. Hal ini dilakukan menyusul masih tingginya distribusi dan transmisi informasi hoaks, kabar bohong, provokatif, dan rasis di daerah tersebut.
Unjuk rasa mahasiswa Papua di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pembatasan akses terpaksa dilakukan karena banyaknya penyebaran konten mengandung hoaks serta hasutan. Kementerian Komunikasi menemukan setidaknya 230 ribu uniform resource locator atau URL yang menyebarkan hoaks dan hasutan. "Yang paling parah (isinya bertujuan) mengadu domba," kata Rudiantara di kompleks Istana Kepresidenan, Senin lalu.
Menurut Rudiantara, pembatasan akses Internet itu sudah sesuai dengan aturan di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945. Pembatasan akses Internet akan dilakukan hingga kondisi keamanan di Papua dan Papua Barat pulih.
CAESAR AKBAR | AJI NUGROHO | AHMAD FAIZ | AGUNG SEDAYU