Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan lembaganya akan memperbaiki mekanisme pemilihan rektor dengan membentuk tim review rekam jejak calon, yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Aparatur Sipil Negara. Hal ini, menurut dia, dimaksudkan sebagai jaminan adanya transparansi dan terpilihnya rektor dengan kualitas terbaik. "Selama ini saya hanya mengikuti kebijakan lama. Kalau memang ada masalah, saya ingin tahu bagaimana sebaiknya," kata Natsir di kantornya, kemarin.
Menurut Nasir, selama ini Kementerian ikut dalam proses pemilihan rektor seusai tahap penjaringan dan penyaringan yang dilakukan senat perguruan tinggi. Dalam proses tersebut, Kementerian tinggal memilih satu dari tiga nama yang diloloskan senat. Kementerian memiliki kuota suara sebesar 35 persen, sedangkan senat—guru besar dan petinggi perguruan tinggi—memiliki 65 persen.
Hasil rekam jejak KPK dan KASN, menurut Nasir, akan menjadi dasar keputusan pemerintah memberikan dukungan suara kepada salah satu calon. Kuota suara tersebut memang menjadi celah masuknya "makelar jabatan" yang menjual nama Nasir kepada para calon. Majalah Tempo pekan ini menerbitkan laporan utama tentang adanya dugaan praktek makelar jual-beli kursi rektor di beberapa perguruan tinggi negeri.
Mereka diduga menawarkan barter dukungan suara pemerintah 35 persen dengan sejumlah uang suap. "Laporkan saja ke polisi. Selama ini, ada yang mencoba intervensi tapi selalu saya tolak. Saya pada prinsipnya ingin memilih rektor yang baik," kata dia.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo, mengatakan lembaganya menerima laporan adanya dugaan penyimpangan dan potensi korupsi dalam proses pemilihan rektor di sejumlah pendidikan tinggi negeri beraset besar. Namun dia belum mau menyimpulkan modus penyimpangan tersebut dengan dalih kekurangan penyidik dan masih berjalannya sejumlah pengusutan kasus lainnya.
"Jumlah penyidik hanya 92 orang. Sekarang kami tunggu dulu saja, mudah-mudahan ada perubahan setelah KPK ngomong seperti ini," kata dia.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menilai Kementerian mungkin tak terbukti selalu menyelewengkan hak suara dalam pemilihan rektor. Namun, menurut dia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2012 yang menjadi dasar hak suara 35 persen tersebut rawan potensi korupsi. "Tak boleh ada aturan seperti itu. Apalagi di lembaga pendidikan," kata dia.
Senada dengan Agus, Laode enggan membeberkan jumlah dan identitas perguruan tinggi yang menggelar pemilihan rektor secara tak transparan dan terindikasi pelanggaran. Namun dia tak menampik nama universitas yang telah dikantongi tersebut merupakan bagian dari tujuh perguruan tinggi negeri di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi yang masuk dalam temuan Ombudsman. "Pokoknya banyak, yang saya ingat ada di Sumatera, Makassar, dan Kendari," kata Laode.
Isu ini mencuat setelah Ombudsman mempermasalahkan dan meminta penundaan pemilihan Rektor Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara, September lalu.
Anggota Ombudsman, Laode Ida, mencatat adanya dugaan mobilisasi dukungan senat hingga aroma tak sedap mendapat dukungan 35 persen pemerintah. Pelapor juga memberikan informasi adanya dugaan penyerahan uang selama proses pemilihan rektor. "Pendidikan tinggi seharusnya menjadi teladan moralitas, integritas, dan administrasi," kata Ida. LANI DIANA | ANTARA
Jual-Beli Kursi Rektor
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memiliki suara 35 persen dalam pemilihan rektor sesuai dengan Peraturan Menteri Ristek dan Dikti Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi Negeri. Hal ini membuka ruang lobi dan perdagangan pengaruh jika senat dan majelis amanat terbelah. Dalam beberapa kasus, diduga terjadi praktek jual-beli. Berikut ini di antaranya.
Universitas Jambi
Seorang calon rektor, M. Rusdi, mendapat tawaran untuk mendapatkan dukungan yang mengatasnamakan menteri dengan mahar Rp 1-1,5 miliar. Namun, hingga detik-detik akhir pemilihan, Rusdi tak menyerahkan uang yang diminta. Pemilihan Rektor Universitas Jambi akhirnya berlangsung pada 12 November 2015. Hasilnya, Johni Najwan, yang sebelumnya berada di posisi buncit, memimpin dengan 40 suara. Sedangkan Aulia Tasman meraup 22 suara dan M. Rusdi 18 suara. Pemilihan itu berbeda dengan pemilihan di tingkat senat pada 25 Agustus 2015, di mana Aulia dan Rusdi meraih 16 suara, sementara Johni hanya mendapat 14 suara.
"Itu dalam konteks meminta restu," ujar Johni Najwan, yang dikabarkan sempat menemui pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta.
"Saya dekat dengan semua partai di sini, tapi untuk membangun universitas agar lebih mudah mendapatkan dana," ucap Runtung Sitepu, yang disebut-sebut memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan NU.
"Beliau tidak tahu sama sekali urusan rektor Jambi dan tidak mau ikut-ikutan dengan urusan pemilihan rektor," kata Abduh, orang dekat Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa.
"Ada yang mengatakan saya menerima uang. Silakan lapor ke polisi," ujar Menteri Nasir soal tudingan bahwa dirinya pernah menjanjikan dukungan kepada calon rektor tertentu melalui orang-orang dekatnya.
Bahan: Tim Tempo