Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Proses input data dalam sistem penyusunan anggaran secara elektronik (e-budgeting) yang diterapkan pemerintah DKI Jakarta rawan penyimpangan. Berdasarkan keterangan sejumlah sumber Tempo, pegawai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bertugas mengisikan usul program ke dalam sistem e-budgeting bisa keliru memasukkan data, asal-asalan memilih rincian (komponen) program, atau bahkan sengaja memanipulasi data untuk tujuan tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang sumber Tempo yang mengetahui proses penyusunan anggaran daerah melalui e-budgeting mengungkapkan, potensi penyelewengan bisa berasal dari ketidaksesuaian komponen atau rincian barang yang dipilih suatu kegiatan dengan realisasinya. Dia mencontohkan anggaran penyewaan kursi untuk sebuah pertemuan besar. Dalam sistem e-budgeting, katakanlah tersedia tiga jenis kursi yang biaya sewanya dari Rp 10.300, Rp 17.600, sampai Rp 20.700 per unit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pegawai yang memasukkan komponen anggaran kegiatan, menurut sumber ini, bisa memilih jenis kursi yang tarif sewanya paling mahal, sehingga plafon anggaran yang mungkin disetujui menjadi maksimal. "Padahal, nanti yang disewa adalah kursi yang paling murah," ujar dia kepada Tempo, pekan lalu.
Pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 yang diajukan pemerintah DKI kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta tengah disorot oleh sejumlah kalangan.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI), misalnya, menemukan adanya program pembelian lem merek tertentu yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta senilai Rp 82,8 miliar dalam rancangan anggaran daerah itu. Selain itu, PSI menemukan adanya usul anggaran senilai Rp 5 miliar untuk influencer luar negeri guna mempromosikan pariwisata Jakarta.
Ihwal usul anggaran pembelian lem yang membuat heboh, Kepala Tata Usaha Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, Sudarman, juga mengaku keliru ketika memasukkan rincian usul anggaran dalam sistem e-budgeting. "Saya salah pilih komponen dan keliru," ujar dia, 30 Oktober lalu.
Sudarman beralasan, ia asal memilih komponen lem untuk memenuhi pagu anggaran kegiatan. Dia mengaku asal memilih komponen anggaran karena menganggap hal itu masih bisa diubah dalam pembahasan Rancangan KUA-PPAS bersama Dewan. "Saya berpikir secara sederhana, kenapa harus banyak-banyak kode rekening, karena nanti pun akan diubah sesuai dengan kode rekening," ujarnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menilai ada faktor kesengajaan dalam pengadaan lem senilai Rp 82 miliar dalam rancangan KUA-PPAS 2020. "Kalau tidak disengaja, itu bodoh banget. Tentunya ada faktor kesengajaan," ujar dia, 31 Oktober lalu.
Penyimpangan lainnya juga bisa terjadi ketika pegawai SKPD memberikan akun dan kata kunci (password) kepada pihak lain. Pegawai yang bertugas memasukkan anggaran kegiatan dalam e-budgeting, menurut sumber Tempo lainnya, kadang-kadang meminta bantuan penyedia jasa perorangan untuk meng-input data. Alasannya, bisa saja pegawai itu merasa kewalahan memasukkan banyaknya anggaran kegiatan.
Bukan hanya petugas peng-input data yang seharusnya dipersalahkan. Pimpinan SKPD, kepala dinas, atau kepala badan juga bertanggung jawab atas kesalahan bawahannya. Sebab, setiap kepala SKPD harus memverifikasi anggaran kegiatan yang telah dimasukkan oleh bawahannya. "Kalau usul anggaran itu divalidasi, kan artinya kepala SKPD-nya menyetujui," ujar sumber Tempo di bagian penganggaran.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah membentuk tim ad hoc untuk menelisik dugaan pelanggaran saat penyusunan rancangan anggaran daerah 2020. "Ada faktor manusia, dan mereka yang mengerjakannya seenaknya akan kami periksa semuanya. Kalau ditemukan salah, akan dapat sanksi sesuai dengan pelanggarannya," ujar Anies di Balai Kota, Jumat pekan lalu.
Anies mengatakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) akan memberikan sejumlah nama yang diduga memasukkan anggaran kegiatan janggal kepada tim ad hoc. "Kami enggak tahu, ini sistemnya yang error atau disengaja. Karena itulah diperiksa supaya enggak berulang di kemudian hari," tuturnya.
Di tengah polemik anggaran daerah itu, Jumat lalu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Edy Junaedi serta Kepala Bappeda Sri Mahendra mengundurkan diri dari jabatannya. Tapi pemerintah DKI menyanggah jika pengunduran dua pejabat tinggi berkaitan dengan dugaan pelanggaran dalam penyusunan rancangan KUA-PPAS 2020. DEWI NURITA | TAUFIQ SIDDIQ | GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo