JAKARTA - PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengusulkan biaya pengolahan sampah (tipping fee) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara, sebesar Rp 600 ribu per ton. Usul tersebut naik Rp 100 ribu per ton dari kesepakatan awal, yakni Rp 500 ribu per ton.
Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan, Jakpro mengusulkan kenaikan itu lantaran ada peningkatan biaya, antara lain risiko, tingkat suku bunga, dan inflasi. "Tipping fee Rp 600 ribu per ton itu mengacu pada 2022 (pengoperasian ITF Sunter)," katanya, kemarin.
Dinas Lingkungan Hidup dan Jakpro telah menyepakati besaran tipping fee ITF Sunter pada 2018. Angka yang disepakati adalah Rp 500 ribu untuk setiap ton sampah yang diolah melalui ITF.
Besaran tipping fee dan perjanjian jual-beli listrik atau power purchase agreement (PPA) ini merupakan salah satu persyaratan yang diperlukan Jakpro untuk memenuhi pembiayaan (financial closing). Pemenuhan pembiayaan ialah tahapan ditandatanganinya perjanjian pinjaman dan telah mendapatkan pencairan dana untuk pembiayaan proyek ITF.
Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di dalam Kota/Intermediate Treatment Facility menyebutkan financial closing, termasuk penyelesaian seluruh perizinan penyelenggaraan ITF, harus diselesaikan dalam paling lama 15 bulan sejak peraturan gubernur itu berlaku pada 20 April 2018. Artinya, tenggat bagi Jakpro untuk melakukan financial closing ialah 20 Juli mendatang.
Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2018 juga menyebutkan jangka penugasan pemerintah DKI kepada Jakpro untuk pembangunan ITF selama tiga tahun terhitung sejak financial close. Jakpro menargetkan ITF Sunter bisa beroperasi penuh pada akhir 2022.
Asep menjelaskan, Dinas Lingkungan Hidup telah menunjuk konsultan independen, Deloitte, untuk mengkaji besaran tipping fee ITF Sunter. Kajian tersebut akan rampung dalam waktu dekat. "Kemungkinan sudah ada angka indikatifnya," ujarnya.
Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI, Fahmi Hermawan, mengatakan, jika hasil kajian Deloitte menyatakan tipping fee yang wajar untuk ITF Sunter sebesar Rp 700 ribu per ton, artinya nilai yang diusulkan Jakpro masih di bawah standar biaya. "Kalau ternyata hasil kajiannya itu di bawah Rp 600 ribu per ton, artinya tipping fee yang diusulkan Jakpro berlebihan," ucapnya.
Fahmi menerangkan, kejelasan besaran tipping fee dan perjanjian jual-beli listrik dengan PLN sangat ditunggu penyandang dana proyek ITF Sunter. Penyandang dana proyek senilai US$ 250 juta itu ialah International Finance Corporation, yang merupakan bagian dari Bank Dunia. "Penyandang dana butuh kepastian itu semua (PPA dan tipping fee) karena loan-nya cukup besar," tuturnya.
Project Director ITF Sunter PT Jakarta Propertindo, Aditya B. Laksana, enggan menjelaskan alasan perusahaan daerah itu mengusulkan biaya tipping fee senilai Rp 600 ribu per ton. "Pemprov sedang melakukan kajian tipping fee," katanya.
Aditya mengklaim studi kelayakan ITF Sunter telah memperoleh persetujuan dari PLN. Setelah itu, PT Jakarta Solusi Lestari (perusahaan patungan antara PT Jakarta Propertindo dan Fortum) menunggu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan surat penugasan kepada PLN untuk memulai proses PPA.
Gubernur DKI Anies Baswedan juga pernah menyinggung ihwal besaran tipping fee ini. Ia tidak keberatan angkanya dinaikkan asalkan masih dalam batas kewajaran. "Meskipun bukan proyek yang berorientasi keuntungan, kami berkeinginan agar terjadi keseimbangan antara biaya pengolahan sampah dan pemasukan, sehingga menarik bagi mereka yang mau terlibat di tempat ini," ujarnya.
LANI DIANA | GANGSAR PARIKESIT