A Pax Linguistica, Politik Damai Bahasa Ibu
Alwy Rachman
Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
Semalam, sembari mencari tontonan bermutu di layar kaca, sederet pernyataan pendek muncul di salah satu saluran televisi nasional. Pernyataan itu mengalir dari sisi kanan ke kiri. Buru-buru saya baca. Pernyataan itu berbunyi, "Wamendikbud: 72 bahasa daerah terancam punah." Ringkas pernyataan itu, tapi menyakitkan. Pun, pernyataan itu terselip di antara ragam berita tentang peristiwa politik, dalam dan luar negeri, yang mengalir lewat running text.
Segera pikiran saya melompat jauh ke belakang, mengingat ulang pendakuan Leonard Bloomfield. Pemuka pemikir bahasa ini membilangkan, "bahasa menciptakan kebudayaan sebagaimana kebudayaan menciptakan bahasa." Kalau pendakuan ini dikontekstualkan ke pernyataan Wamendikbud, tak terlalu salah rasanya jika kita menyusun pendakuan baru, yaitu "matinya bahasa akan mematikan kebudayaan sebagaimana matinya kebudayaan akan mematikan bahasa." Atau, lebih spesifik, "ancaman punahnya 72 bahasa daerah sama artinya ancaman terkuburnya 72 kebudayaan."
Alwy Rachman
Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
Semalam, sembari mencari tontonan bermutu di layar kaca, sederet pernyataan pendek muncul di salah satu saluran televisi nasional. Pernyataan itu mengalir dari sisi kanan ke kiri. Buru-buru saya baca. Pernyataan itu berbunyi, "Wamendikbud: 72 bahasa daerah terancam punah." Ringkas pernyataan itu, tapi menyakitkan. Pun, pernyataan itu terselip di antara ragam berita tentang peristi
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini