maaf email atau password anda salah


Jangan Rusak Reputasi Korban Kekerasan Seksual

Reputasi korban kekerasan seksual kerap rusak akibat stigma masyarakat dan pengabaian negara. Apa yang harus kita lakukan?

arsip tempo : 171425676568.

Ilustrasi korban kekerasan seksual. SHUTTERSTOCK . tempo : 171425676568.

Saya Tara. Di lingkungan sekitar saya, ada beberapa korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Sebagian di antara mereka telah mendapat pemulihan psikologis. Ada juga yang belum. Bagaimana cara memperbaiki reputasi mereka? 

Terima kasih.


Halo, Tara. Terima kasih telah berkonsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Kami turut prihatin atas kekerasan seksual yang terjadi pada para korban serta terhadap banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Saudara. Penting untuk diketahui bersama bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan.

Kekerasan seksual semakin marak terjadi di masyarakat. Kejahatan inilah yang menimbulkan dampak luar biasa terhadap korban, dari penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, sosial, hingga politik. Dampak-dampak tersebut sangat mempengaruhi hidup korban.

Pentingnya Penghapusan Stigma

Setelah mengalami kekerasan seksual, ketakutan yang dirasakan korban semakin kuat karena masyarakat memberikan label atau stigma. Stigma merupakan label negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.

Stigma masyarakat terhadap korban kekerasan seksual merupakan akar dari buruknya reputasi korban. Stigma tumbuh dan berkembang  karena kurangnya pemahaman tentang kekerasan seksual dan dampak-dampak yang dapat terjadi pada korban. Korban telah disalahkan secara tidak proporsional. Terjadinya kekerasan seksual justru dianggap sebagai kesalahan korban.

Korban juga semakin menderita ketika masyarakat memberikan sanksi sosial kepada mereka. Mereka dipersalahkan atas penampilan, cara hidup, kesusilaan, termasuk pengalaman seksual yang kerap kali tidak berhubungan dengan kekerasan seksual yang dialami para korban.

Ilustrasi korban kekerasan seksual. SHUTTERSTOCK

Karena itu, menghapus stigma yang berkembang di masyarakat sangat penting untuk memperbaiki reputasi korban kekerasan seksual. Apa yang bisa kita lakukan? 

Upaya menghapus stigma untuk memperbaiki reputasi korban tidak semata-mata menjadi tanggung jawab korban, tapi juga membutuhkan partisipasi masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Kita bisa mengupayakannya dengan beberapa cara berikut ini. 

Ajak masyarakat berhenti menyalahkan korban serta pahami bentuk-bentuk kekerasan seksual dan dampaknya bagi korban.

Tempatkan korban sesuai dengan definisinya. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan tindak pidana kekerasan seksual.

Bantu memberikan informasi adanya kejadian tindak pidana kekerasan seksual kepada aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, dan lembaga non-pemerintah.

Bantu memberikan dukungan pemulihan korban. Biasanya korban yang mendapat stigma terisolasi di lingkungannya sehingga sulit mencari layanan bantuan.

Luruskan mitos dan stereotipe yang merusak reputasi korban!

Perlawanan dan penghapusan stigma terhadap korban kekerasan seksual merupakan upaya mendukung korban. Mereka tidak seharusnya dipersalahkan, melainkan semestinya berhak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Pemenuhan hak korban merupakan kewajiban negara serta dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.

Pentingnya Penghapusan Konten Kekerasan Seksual

Konten intim yang tersebar di ruang digital menciptakan stigma tersendiri bagi korban kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). Sebab, konten itu seakan-akan menjadi "bukti digital abadi". Akibatnya, reputasi korban terus memburuk.

Padahal negara, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), telah mengakomodasi hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Pasal 70 ayat 2 huruf I menjamin hak atas penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan sarana elektronik. Hak tersebut merupakan bagian dari hak korban atas penanganan dan pemulihan, baik sebelum maupun selama proses peradilan.

Bagi korban KSBE, dapat diaksesnya konten yang tidak bisa dikontrol penyebarannya menimbulkan penghakiman. Mereka juga rentan kembali menjadi korban ketika konten itu disalahgunakan. Posisi korban sering kali dikaburkan dan dianggap sebagai pelaku pornografi. Karena itu, penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan tindak pidana kekerasan seksual penting untuk memperbaiki reputasi korban. 

Pemerintah pusat berwenang melakukan itu. Pasal 46 ayat 1 UU TPKS mengatur kewenangan pemerintah untuk menghapus dan/atau memutus akses informasi/dokumen elektronik yang bermuatan tindak pidana kekerasan seksual. Selanjutnya, Pasal 47 menyatakan, demi kepentingan umum, jaksa dapat mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika melakukan kewenangan tersebut.

Namun, masalahnya, penerapan pasal-pasal tersebut dinyatakan masih memerlukan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah. Sembari menunggu terbitnya aturan pelaksana tersebut, Anda dapat membantu memperbaiki reputasi korban dengan beberapa langkah berikut ini.

Mulai gerakan #ReportAndBlock. Laporkan juga pemblokiran konten bermuatan seksual kepada penyelenggara sistem elektronik.

Ajak masyarakat mengikuti gerakan #ReportAndBlock, bukan #LikeAndShare, karena setiap pemutusan dan penghapusan konten bermuatan seksual sangat membantu korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Langkah ini diharapkan mampu menurunkan dampak kekerasan seksual yang dialami korban.

Ilustrasi kekerasan seksual. Shutterstock

Pentingnya Pemulihan Psikologis Korban

Korban kekerasan seksual biasanya akan mengalami trauma yang mendalam. Pengalaman traumatis sebagai korban kekerasan seksual dapat memberikan dampak pada kondisi psikologis. Apabila tidak mendapat bantuan, pertolongan, dan pendampingan psikologis, korban bisa mengalami gangguan psikologis, seperti cemas, depresi, bipolar, psikosis, sampai keinginan untuk bunuh diri.

Korban biasanya menyalahkan dirinya dan berpikir bahwa kekerasan seksual adalah aib seumur hidup. Karena itu, setiap korban kekerasan seksual wajib mendapat pemulihan psikologis agar mampu mengembalikan kondisi fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Perbedaan korban yang telah mendapat pemulihan psikologis dan yang belum biasanya terlihat pada kestabilan psikologis. Korban yang sudah mendapat pemulihan psikologis memiliki kecenderungan mampu mengelola emosi serta meningkatnya kesadaran untuk berupaya mencari keadilan. Mereka juga cenderung mampu memperbaiki reputasi diri atas kekerasan seksual yang terjadi.

Tutut Tarida
Kolektif Advokat Keadilan Gender

Klinik Hukum Perempuan tayang dwimingguan untuk menjawab dan memberikan informasi di seputar isu hukum perempuan. Rubrik ini hasil kerja sama Koran Tempo, Konce.co, LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, dan Perempuan Mahardhika.

Jika Anda atau kolega mengalami pelecehan seksual dan membutuhkan pendampingan hukum, Anda dapat menghubungi LBH APIK Jakarta atau Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 April 2024

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan