Perlindungan Hukum bagi Perempuan yang Berkonflik dengan Hukum
Perempuan yang berkonflik atau berhadapan dengan hukum berhak atas bantuan hukum di setiap tahap pemeriksaan.
Perkenalkan, nama saya Shita, buruh perempuan di Kawasan Industri Cikarang, Jawa Barat. Saya sering mendampingi buruh perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual di pabrik, atau yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya. Saat ini, saya mendampingi salah satu kawan buruh perempuan yang dilaporkan oleh pihak pabrik karena diduga mencuri barang produksi seharga Rp 4 juta. Ia sudah mengembalikan barang yang dicuri itu dan meminta maaf. Satpam pabrik menginformasikan bahwa sebentar lagi buruh perempuan tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Buruh itu baru sekali ini mencuri karena dalam kondisi terjepit. Anaknya yang berumur 3 tahun dirawat di rumah sakit. Gajinya tidak mencukupi untuk membayar biaya rumah sakit karena ia juga harus membiayai dua anaknya yang lain yang masih bersekolah. Suaminya kawin lagi, tidak pernah pulang ke rumah, dan tidak memberikan nafkah ekonomi kepada keluarga.
Semoga kawan-kawan advokat di Klinik Hukum bagi Perempuan dapat menjelaskan penyelesaian kasusnya dan upaya yang harus saya lakukan untuk membantunya sebagai paralegal pendamping. Terima kasih.
Shita, 28 tahun.
Cikarang
Ulasan:
Terima kasih Shita sudah menghubungi kami. Perkenalkan, saya Sri Agustini, salah satu pengasuh Klinik Hukum bagi Perempuan. Saya akan memberikan penjelasan atas pertanyaan kamu mengenai perkara buruh perempuan yang berkonflik atau berhadapan dengan hukum atas tindak pidana pencurian.
Saya akan mulai dengan pembahasan mengenai perkara buruh perempuan yang berhadapan dengan hukum atas tindak pidana pencurian di lingkungan pabrik.
Pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan perbuatan yang dilakukan dengan cara menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, serta mengalihkannya ke tempat lain. Tindak pidana pencurian ini diatur dalam Pasal 362–367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal dalam Bab XXII KUHP tersebut terdapat berbagai ketentuan mengenai pencurian yang dilakukan dalam berbagai kondisi dan cara sebagai berikut.
1. Pencurian Biasa
Diatur dalam Pasal 362 KUHP, sebagai berikut:
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP, unsur-unsur pencurian biasa adalah:
- Mengambil;
- Suatu barang;
- Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain; dan
- Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
2. Pencurian Ringan
Pasal 364 KUHP menentukan bahwa pencurian ringan hanya dapat didakwakan terhadap pencurian dengan harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 250.
“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”
Namun, setelah Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, kata "dua ratus lima puluh rupiah" pada Pasal 364 KUHP dibaca menjadi Rp 2,5 juta.
Dalam kasus pencurian ringan, pelaku tidak ditahan dan perkara dilaksanakan melalui acara pemeriksaan cepat, sebagaimana dimaksud dalam bagian menimbang huruf b Perma 02/2012, yang berbunyi:
“Bahwa apabila nilai uang yang ada dalam KUHP tersebut disesuaikan dengan kondisi saat ini, penanganan perkara tindak pidana ringan, seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan, dan sejenisnya, dapat ditangani secara proporsional karena ancaman hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah 3 bulan penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah acara pemeriksaan cepat. Selain itu, perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.”
3. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan
Diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP, yaitu pencurian dengan pemberatan karena pencurian dilakukan dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga ancaman pidananya diperberat, cara atau keadaan tertentu seperti:
Pasal 363 KUHP, ayat 1, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika:
- Pencurian ternak;
- Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, serta bahaya perang;
- Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
- Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih;
- Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
Pasal 363 KUHP, ayat 2:
Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, diancam pidana penjara paling lama 9 tahun.
4.Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan
Pasal 365 KUHP menyebutkan di antaranya:
- Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
- Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun:
- Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan atau dalam kereta api, atau trem yang sedang berjalan.
- Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
- Jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan-palsu.
- Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
- Jika perbuatan mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.
- Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.
Dalam dugaan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh salah satu kawan buruh perempuan di pabrik tempat Shita bekerja, dapat saya kategorikan sebagai tindak pencurian biasa, karena dilakukan di lingkungan pabrik (tempatnya tertutup) dan nilai barang yang dicuri di atas Rp 2,5 juta.
Dalam perkara pencurian biasa, jika seseorang mengajukan laporan ihwal tindak pidana pencurian tersebut kepada polisi, misalnya, pihak pelapor adalah supervisor dari pelaku pencurian, laporan tersebut tidak dapat ditarik atau dicabut kembali. Dengan demikan, kawan buruh perempuan yang mencuri tersebut, walaupun sudah meminta maaf dan mengembalikan barang yang dicurinya, akan tetap diproses secara hukum. Permintaan maaf dan pengembalian barang yang telah dicurinya tidak menghapus perbuatan pidana yang dilakukan.
Hal ini berbeda dengan pencurian ringan yang penyelesaiannya dapat dilakukan melalui restorative justice, atau jalur perdamaian yang difasilitasi oleh pihak kepolisian dan atau kejaksaan.
Ilustrasi perempuan terjerat kasus hukum. Shutterstock
Selanjutnya, hal-hal apa saja yang bisa Shita lakukan untuk memberikan bantuan pendampingan hukum kepada kawan buruh perempuan ini?
Pertama, dalam memberi pendampingan hukum, Shita sebagai paralegal sebaiknya tidak sendiri, tapi mencari rujukan bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum (LBH) yang secara khusus memberi pendampingan hukum kepada perempuan korban kekerasan berbasis gender. Jika di kota Shita tidak ada LBH khusus perempuan, bisa meminta bantuan dari LBH lainnya. Namun harus dipastikan bahwa LBH tersebut memiliki divisi hukum untuk perempuan atau minimal sering mendampingi kasus-kasus perempuan, baik sebagai korban kekerasan berbasis gender maupun perempuan yang berkonflik dengan hukum sebagai tersangka/terdakwa. Hal ini harus diperhatikan agar kawan buruh perempuan tersebut dapat didampingi oleh advokat yang dapat memberikan bantuan secara pro bono karena ketidakmampuan ekonomi.
Yang terpenting, advokat tersebut berpegang pada nilai-nilai hukum yang berkeadilan gender sehingga tidak memiliki bias gender saat memberi pendampingan hukum. Dalam proses peradilan pidana, perempuan yang berkonflik dengan hukum mempunyai hak atas praduga tak bersalah sampai ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan kesalahannya. Selain itu, perempuan yang berkonflik dengan hukum berhak atas bantuan hukum di setiap tahap pemeriksaan.
Adanya pendampingan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum dari paralegal dan advokat yang berpegang pada nilai-nilai hukum yang berkeadilan gender di dalam proses hukum, tujuannya untuk memastikan penegak hukum berpegang pada asas penghargaan atas harkat serta martabat manusia, non-diskriminasi, dan asas kesetaraan gender.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, berkewajiban memberi akses kepada perempuan untuk memperoleh keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan. Akses memperoleh keadilan bagi perempuan berhadapan dengan hukum juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Terbitnya Perma 3/2017 ini merupakan upaya pembaruan hukum acara pidana untuk pemenuhan hak perempuan yang berhadapan dengan hukum, yaitu mengatur bagaimana hakim seharusnya bertindak dan berperilaku terhadap perkara perempuan, baik sebagai korban maupun terdakwa.
Kedua, dalam kasus yang sedang Shita dampingi, latar belakang mengapa pelaku mencuri sangat jelas dijabarkan, yaitu bahwa ia dalam keadaan terpaksa. Pencurian dilakukan untuk membiayai perawatan anaknya yang sakit. Pelaku merupakan seorang buruh perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga dengan menanggung nafkah tiga anak seorang diri karena suaminya berpoligami dan meninggalkan tanggung jawabnya kepada keluarga. Data-data penting ini harus dicatat agar dapat membantu advokat dalam melakukan pembelaan di persidangan untuk meringankan kawan buruh perempuan tersebut. Nantinya, advokat juga dapat menganalisis hal-hal lain yang meringankan terdakwa, misalnya, tidak pernah dihukum, berkelakuan sopan, dan kooperatif selama proses persidangan.
Demikian penjelasan mengenai permasalahan buruh perempuan yang berhadapan dengan hukum, semoga menambah pengetahuan dan menguatkan Shita dalam mendampingi komunitas buruh perempuan.
Salam
Sri Agustini
Advokat LBH APIK Jakarta
Klinik Hukum Perempuan tayang dwimingguan untuk menjawab dan memberikan informasi seputar isu hukum perempuan. Rubrik ini hasil kerja sama Koran Tempo, Konde.co, LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, dan Perempuan Mahardhika. Jika Anda atau kolega mengalami pelecehan seksual dan membutuhkan pendampingan hukum, Anda dapat menghubungi LBH APIK Jakarta atau Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender.