Ancaman Antraks di Luar Rumah Potong Hewan
Kewajiban menyembelih hewan di rumah potong hewan (RPH) efektif mengendalikan antraks. Pengecualian berlaku pada hari raya.
Kasus penyebaran penyakit antraks (anthrax) pada hewan dan manusia di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, pada Mei-Juli lalu menyebabkan korban jiwa. Sejumlah sapi dan kambing mati mendadak. Lebih dari 90 orang terinfeksi bakteri antraks, tapi tanpa gejala.
Kasus ini sempat ramai diperbincangkan karena belakangan diketahui beberapa warga menggali kembali hewan ternak mati akibat antraks yang telah dikubur Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul. Dari beberapa warga yang terkena dampak, tiga orang meninggal setelah mereka memotong hewan mati, membagikan daging, dan mengkonsumsi olahannya.
Selain menemukan kasus antraks pada manusia dan hewan, penyelidikan epidemiologi mendapati spora dari bakteri antraks di lingkungan pemotongan hewan.
Selama pemotongan hewan di luar rumah potong hewan (RPH) masih marak, seperti kasus di Gunungkidul, ancaman antraks akan terus mengintai di daerah endemik. Sebuah riset menunjukkan pentingnya RPH untuk surveilans penyakit zoonotik dan kesehatan masyarakat, salah satunya guna mencegah dan mengendalikan antraks.
Sapi di RPH Dharma Jaya, Jakarta. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Persebaran Antraks
Antraks merupakan salah satu dari zoonosis alias penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis yang menyerang hewan ternak.
Bakteri penyebab antraks dapat menginfeksi manusia melalui luka terbuka yang terkontaminasi (baik oleh spora di permukaan tanah maupun bakteri dari hewan terinfeksi yang disembelih), konsumsi pangan dan air yang tercemar spora antraks, atau terhirupnya udara yang terkontaminasi spora bakteri tersebut.
Spora antraks memiliki daya tahan yang sangat tinggi di lingkungan dan dapat bertahan di permukaan tanah hingga puluhan tahun.
Baca: Mencegah Antraks Sejak di Peternakan
Karena itu, hewan yang terinfeksi antraks tidak boleh disembelih karena bakteri yang ada di tubuhnya akan mencemari lingkungan hingga puluhan tahun ke depan.
Regulasi Ada, tapi Fasilitas Pemotongan Hewan Kurang
Regulasi dan praktik penyembelihan hewan ternak yang tepat sebenarnya dapat mencegah penularan penyakit zoonotik dari hewan ternak ke manusia.
Pengawasan keamanan pangan hewani perlu dimulai dari pemeriksaan kesehatan hewan oleh dokter sebelum penyembelihan (antemortem), penyembelihan oleh juru sembelih terlatih, serta pemeriksaan kondisi karkas (daging bertulang) dan jeroan setelah penyembelihan (postmortem).
Di Indonesia, sebenarnya ada beberapa regulasi dan panduan penyembelihan hewan untuk menyediakan pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 menyatakan pemotongan hewan potong yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di RPH yang memenuhi persyaratan teknis dan menerapkan cara-cara yang baik. Namun ada pengecualian dalam rangka upacara keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.
Cara-cara baik yang harus dilakukan di RPH meliputi pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong, pengurangan penderitaan hewan, penjaminan penyembelihan yang halal, serta pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah dipotong.
Kementerian Ketenagakerjaan telah menetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nomor 147 Tahun 2022, yang memuat kompetensi yang harus dimiliki juru sembelih halal (juleha).
Negara juga menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang RPH, sertifikasi halal, dan sistem nomor kontrol veteriner (NKV) bagi rumah potong hewan.
Banyak juga rumah potong yang menerapkan prinsip analisis bahaya dan titik kendali kritis atau hazard analysis and critical control points (HACCP) serta sistem manajemen mutu internasional. Hal-hal tersebut adalah upaya menjamin keamanan dan kualitas pangan hewani di masyarakat.
Pengawasan keamanan pangan asal hewan menjadi lebih rumit ketika penyembelihan dilakukan di luar RPH pada hari besar keagamaan, seperti Idul Adha, dan praktik peternakan rakyat yang dilakukan di halaman rumah.
Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat memanfaatkan RPH sebagai lokasi kurban saat Idul Adha. Namun saat ini terdapat keterbatasan jumlah, kapasitas, dan akses ke RPH di berbagai daerah.
Karena itu, ketentuan mengenai keharusan penyembelihan di RPH dikecualikan bagi kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.
Saat Hari Raya Kurban, Kementerian Pertanian serta dinas peternakan dan kesehatan hewan kerap menurunkan tim gabungan untuk pemeriksaan antemortem (sebelum hewan disembelih), pengawasan proses penyembelihan, dan pemeriksaan postmortem (setelah hewan disembelih).
Tim gabungan tersebut biasanya terdiri atas dokter hewan dinas, tim dosen dan mahasiswa perguruan tinggi, serta organisasi profesi dokter hewan, juga didukung dewan kemakmuran masjid (DKM) setempat. Hal-hal tersebut dilakukan sebagai mitigasi risiko penyembelihan di luar RPH pada hari besar keagamaan.
Penyembelihan yang Berisiko
Praktik penyembelihan yang masih berisiko besar adalah penyembelihan mandiri yang dilakukan peternak di halaman rumah, seperti yang terjadi di Gunungkidul, DI Yogyakarta. Praktik ini biasanya dilakukan tanpa pengawasan keamanan dan mutu pangan asal hewan.
Selain berdampak terhadap kesehatan manusia, seperti pada kasus antraks, ketiadaan praktik manajemen kesehatan hewan dapat mempermudah penyebaran penyakit dari hewan ke hewan lain pada saat wabah.
Wabah penyakit hewan memiliki konsekuensi ekonomi yang besar bagi pemasok lokal, bahkan peternak besar. Dampak ini dirasakan saat wabah penyakit mulut dan kuku pada berbagai jenis hewan ternak yang mewabah sejak Mei 2022 dan meluas hingga ke 27 provinsi di Indonesia.
Petugas memeriksa kesehatan gigi dan mulut hewan ternak sapi di pasar hewan Surondakan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. ANTARA/HO/Humas Pemkab Trenggalek
Menambah Pusat Pemotongan Hewan dan Edukasi Publik
Untuk mengatasi risiko kesehatan dan ekonomi, pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan jumlah, cakupan, serta kapasitas RPH di berbagai daerah. Peternak kecil perlu diarahkan untuk menggunakan jasa penyembelihan di RPH.
Dengan demikian, keamanan pangan asal hewan akan terjaga karena RPH telah menerapkan berbagai standar keamanan, kehalalan, dan mutu.
Selain peningkatan dari sisi fasilitas dan infrastruktur, pemerintah perlu mensosialisasi manfaat penyembelihan di RPH kepada peternak kecil. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan koperasi ternak, edukasi oleh dokter hewan Dinas, ceramah atau diskusi keagamaan, dan kegiatan pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi.
Momen Idul Adha juga perlu dimanfaatkan sebagai momen edukasi. Sebab, pada momen tersebut ada banyak peternak kecil yang menyembelih hewan ternaknya.
Kita perlu menumbuhkan keyakinan yang benar bahwa penyembelihan hewan di RPH akan bermanfaat tidak hanya untuk mencegah dan mengendalikan antraks, tapi juga guna mengawasi berbagai penyakit zoonotik dan menjaga kesehatan masyarakat.
---
Artikel ini ditulis oleh Vincentius Arca Testamenti, peneliti di Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Terbit pertama kali di The Conversation.