KUALA LUMPUR — Politik Malaysia kemarin kembali memanas. Hal ini terjadi setelah pemimpin kelompok oposisi Anwar Ibrahim mengklaim telah memiliki mayoritas suara parlemen untuk menjadi perdana menteri baru Malaysia.
“Kami memiliki mayoritas yang kuat dan tangguh. Saya tidak berbicara tentang empat, lima, enam (kursi), saya berbicara tentang lebih dari itu," kata Anwar dalam jumpa pers, kemarin.
Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) itu memang tidak memberikan angka spesifik. Namun dia menyebutkan dukungan terhadapnya mendekati dua pertiga dari 222 anggota parlemen.
"Dengan dukungan yang jelas dan tak terbantahkan serta mayoritas di belakang saya, pemerintahan yang dipimpin oleh Tan Sri Muhyiddin Yassin telah jatuh," ujarnya.
Ditanya apakah ada anggota parlemen dari UMNO yang mendukung, Anwar mengelak.
Anwar kemudian menyatakan telah berusaha bertemu dengan Sri Paduka Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah sehari sebelumnya. Namun pertemuan tersebut ditangguhkan karena orang yang bersangkutan sakit.
"Jumlah (dukungan) hanya akan saya ungkap setelah saya informasikan kepada Yang Dipertuan Agung. Yang Dipertuan Agung harus menjadi orang pertama yang mendapat informasi mengenai rinciannya."
Sekitar dua jam kemudian, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin memberikan keterangan pers, tapi dia tidak menyinggung secara spesifik pernyataan Anwar Ibrahim.
Dalam pidato yang membahas upaya pemerintah menangani pandemi Covid-19 yang disiarkan stasiun televisi, Muhyiddin menyelipkan pernyataan yang tampaknya sebagai respons atas upaya Anwar tersebut.
Dia meminta rakyat Malaysia untuk mendukung pemerintahannya menghadapi krisis ekonomi dan kesehatan dari upaya pihak tertentu yang akan mengganggu. "Ini penting supaya lebih banyak inisiatif untuk memulihkan ekonomi dan membantu rakyat.”
Adapun mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan akan menunggu dan melihat wujud klaim yang disampaikan mantan wakilnya pada periode 1993-1998 tersebut.
Mahathir menerangkan bahwa ini bukan pertama kalinya Anwar mengklaim "membuat pengumuman penting" seperti yang terjadi pada 2008. "Tentu kita harus melihat dan menunggu, apakah ini sekadar sebuah episode dan klaim yang tidak terbukti," kata Mahathir.
Anggota parlemen Langkawi itu juga menekankan bahwa pengunduran dirinya pada 24 Februari lalu, yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Pakatan Harapan dalam waktu 24 jam, bukanlah keputusannya.
"Saya tidak ingin mengundurkan diri sebagai perdana menteri, tapi ketika partai saya menarik diri dari koalisi, koalisi itu jatuh dan saya berhenti menjadi perdana menteri. Jadi, hal-hal ini terjadi tanpa saya memulai apa pun sendiri," ujar Mahathir.
Pada 2008, keduanya membentuk persekutuan dan meleburkan diri ke dalam koalisi Pakatan Harapan untuk menggulingkan PM Najib Razak. Saat itu, politikus berusia 95 tahun itu kembali berkuasa dengan janji bakal menyerahkan kursi kepada Anwar setelah dua tahun menjabat.
Namun selama dua tahun terakhir, Mahathir selalu beralasan bahwa dia tengah mencari waktu yang tepat untuk mengumumkan suksesi. Hingga akhirnya pada Februari lalu, sebuah manuver yang disebut "Sheraton Move" membawa Malaysia ke dalam krisis politik selama sepekan.
Manuver itu terjadi setelah sejumlah politikus dari Pakatan menggelar pertemuan rahasia dengan anggota dari partai seperti UMNO. Situasi tersebut membuat Mahathir memutuskan mengundurkan diri, dan Raja Malaysia akhirnya menunjuk Muhyiddin Yassin menjadi perdana menteri pada Maret lalu.
Jika Anwar Ibrahim mendapat jabatan perdana menteri Malaysia, ini akan menandai puncak dari perjuangan panjangnya selama 22 tahun, di mana ia menghabiskan hampir 10 tahun di penjara.
Malaysia Kini yang pertama sekali melaporkan isu ini menyebutkan diperlukan minimal 112 kursi untuk membentuk pemerintahan di Malaysia. Koalisi berkuasa Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin memiliki mayoritas sangat tipis 113 kursi.
STAR | MALAYSIA KINI | THE JAPAN TIMES | FRANCE24 | SITA PLANASARI AQUADINI
Anwar-Muhyiddin Berseteru Soal Kursi Perdana Menteri