WASHINGTON, DC – Kelompok hak-hak sipil di Amerika Serikat mengajukan gugatan terhadap Presiden Donald Trump pada Kamis lalu waktu setempat. Tuntutan ini diajukan karena Trump mengerahkan aparat untuk menembakkan gas air mata dan bom asap guna membubarkan para demonstran yang menggelar aksi damai di Taman Lafayette, di luar Gedung Putih, pekan ini.
Aparat penegak hukum memaksa para pengunjuk rasa pulang sebelum Trump berjalan kaki ke gereja terdekat dari Gedung Putih untuk berfoto di sana pada Senin lalu.
Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) bersama kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat lainnya menuduh Trump dan pejabat tinggi Amerika melanggar hak-hak konstitusional dari para pegiat Black Lives Matters serta demonstran yang bergerak secara individu.
“Serangan kriminal (Presiden) terhadap para demonstran karena tidak menyetujui pandangan mereka telah melanggar fondasi tatanan konstitusional negara kita,” kata Direktur Hukum ACLU Scott Michelman.
Gereja Episkopal St John yang terletak di seberang Lafayette Park, yang menghadap Gedung Putih, menjadi fokus protes di Washington. Gereja itu rusak karena coretan dan pembakaran selama demonstrasi pada Ahad malam lalu.
Di depan gereja itu, Trump berpose sambil memegang sebuah Alkitab setelah bersumpah bakal mengirim ribuan tentara bersenjata untuk menghentikan kerusuhan di Amerika.
Sesaat sebelum para demonstran bubar, Trump mengancam akan mengerahkan militer di tanah Amerika untuk memadamkan protes. Pernyataan ini menuai kritik dari banyak pihak, termasuk mantan jenderal Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan ke-17.
Sementara itu, upacara peringatan kematian George Floyd kemarin dihadiri sejumlah selebritas, musikus, dan pemimpin politik. Mereka berkumpul di depan peti mati emas yang berisi jasad pria berusia 46 tahun itu.
Peringatan pertama dalam serangkaian acara di tiga kota selama enam hari ke depan itu berlangsung di Minneapolis. Orang-orang yang berkumpul di Minneapolis berdiri dalam diam selama 8 menit 46 detik. Itulah jumlah waktu ketika Floyd meregang nyawa akibat tindak kekerasan polisi.
Pendeta Al Sharpton pun menyampaikan khotbah di North Central University. “Kisah George Floyd adalah kisah orang kulit hitam. Karena sejak 401 tahun silam, alasan kami tidak pernah bisa menjadi yang kami inginkan dan impikan adalah Anda menekan lutut Anda di leher kami.”
“Sudah waktunya bagi kita untuk berdiri di atas nama George dan berkata, ‘Lepaskan lututmu dari leher kami!’”
Peringatan ini juga dihadiri pendeta Jesse Jackson, Senator Amy Klobuchar, T.I., Ludacris, Tyrese Gibson, Kevin Hart, Tiffany Haddish, dan Marsai Martin.
Seusai khotbah Sharpton, saudara laki-laki Floyd, Philonise Floyd, mengisahkan masa kecil mereka saat bermain tangkapan serta makan sandwich pisang dan mayones. “Semua orang ini datang untuk melihat saudara saya. Itu luar biasa bagi saya karena dia menyentuh hati banyak orang.”
Peringatan ini disiarkan langsung dari Chicago Avenue, lokasi Floyd tewas. Ratusan orang datang untuk mengikuti acara doa ini. “Peluang yang kami miliki lahir dari gerakan seperti ini,” kata Desmond Brown, yang berangkat dari Rochester bersama istrinya, empat anak, dan ibu mertuanya.
Pada saat bersamaan, hakim di Kota Minneapolis menetapkan jaminan US$ 750 ribu untuk tiga polisi yang dipecat karena dituduh membantu dan bersekongkol dalam pembunuhan Floyd.
Floyd meninggal pada 25 Mei lalu setelah lehernya ditindih dengan lutut seorang perwira polisi kulit putih, Derek Chauvin, selama beberapa menit ketika dia terborgol di trotoar. Chauvin telah didakwa dengan pasal pembunuhan, dengan ancaman hukuman 40 tahun penjara.
Di seluruh dunia, video kematian Floyd memicu demonstrasi yang bergejolak dan kadang-kadang disertai kekerasan terhadap kebrutalan polisi, rasialisme, dan ketidaksetaraan.
DEUTSCHE WELLE | FRANCE24 | ITV | SITA PLANASARI AQUADINI
Presiden Trump Dituntut karena Tindakan Represif Aparat