NEW DELHI - Saat massa yang diduga dari kelompok Hindu garis keras menyerbu permukiman Shiv Vihar, sebuah wilayah di ibu kota India, New Delhi, pada Selasa malam lalu, Premkant Baghel merasa khawatir.
Pria Hindu itu menyaksikan sekelompok perusuh mendatangi rumah tetangganya yang muslim. Tak seberapa lama kemudian, para perusuh itu merusak rumah dan membakar rumah tersebut. Perusuh sengaja membakar rumah itu agar keluarga muslim yang ada di dalamnya terbakar hidup-hidup.
Tanpa berpikir panjang, pemuda berusia 29 tahun tersebut melompat ke dalam rumah yang terbakar dan berhasil menyelamatkan enam anggota keluarga. Berkat keberaniannya, keenam tetangganya itu berhasil selamat. Tapi Premkant terbakar cukup parah di bagian muka dan kedua tangannya.
"Kondisinya mulai stabil. Dia terlihat seperti korban serangan zat asam, tapi ia bangga dapat menyelamatkan nyawa orang lain," kata saudara Premkant, Sumit, kepada NDTV, kemarin.
Aksi heroik dalam kerusuhan mematikan juga dilakukan sejumlah warga Sikh. Mohinder Singh dan anak lelakinya, Inderjit, menggunakan dua sepeda motor untuk mengangkut sekitar 80 tetangga muslim mereka ke lokasi yang aman.
Keduanya mulai memindahkan tetangga-tetangga mereka yang ketakutan ke daerah muslim terdekat di Kardampuri, yang berjarak sekitar 1 kilometer. "Saya dan anak saya melakukan 20 kali perjalanan. Kami membawa tiga hingga empat perempuan dan anak-anak sekaligus. Sedangkan untuk anak lelaki, kami memakaikan turban Sikh untuk menyembunyikan identitas mereka," ujar Mohinder, 53 tahun.
Pemilik toko elektronik itu nekat mempertaruhkan nyawa untuk menolong tetangganya, meski tak seagama. "Saya tidak melihat Hindu atau Islam," ujar ayah dua anak itu. "Saya melihat anak-anak kecil. Saya merasa mereka adalah anak-anak saya. Kami melakukan ini karena harus membantu mereka yang membutuhkan. Apa lagi yang bisa saya katakan?"
Serangan sektarian di New Delhi yang dimulai sejak Ahad hingga Selasa pekan lalu menewaskan sedikitnya 42 orang dan sekitar 300 lainnya cedera. Ini merupakan kekerasan sektarian terburuk yang dialami Delhi dalam beberapa dekade terakhir.
Kekerasan meletus pada Ahad hingga Selasa pekan lalu setelah kelompok-kelompok garis keras Hindu menyerang aksi damai yang diselenggarakan oleh warga muslim untuk menentang Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA).
Ribuan orang berdemonstrasi selama berminggu-minggu atas undang-undang kewarganegaraan baru yang kontroversial dan disahkan oleh pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi tersebut. Aturan itu membuat penduduk non-muslim dari negara tetangga lebih mudah mendapatkan kewarganegaraan India.
Status kewarganegaraan diberikan jika mereka telah tinggal di India sebelum 2015. Tapi dalam undang-undang tersebut tak disebutkan atau diatur tentang pemberian kewarganegaraan kepada pengungsi muslim dari negara-negara terkait. Atas dasar itulah, CAA dipandang sebagai UU anti-muslim.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, seperti Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengecam RUU itu sebagai "diskriminatif" terhadap muslim India, yang membentuk sekitar 14 persen dari populasi bangsa, atau lebih-kurang 180 juta orang. Para aktivis juga menyebut aturan yang disahkan pada Desember lalu itu bertentangan dengan etos sekuler negara tersebut.
Keputusan ini ditetapkan hanya satu bulan setelah putusan kontroversial Mahkamah Agung India yang mengizinkan umat Hindu membangun kuil di tempat sebuah masjid abad ke-16 yang dirobohkan dalam serangan massa pada 1992.
Sebelumnya, pemerintahan Modi juga secara sepihak menarik status otonomi Kashmir dan menempatkannya di bawah pemerintahan federal sebagai cara untuk mengintegrasikan wilayah itu sepenuhnya ke India dan memadamkan pemberontakan selama 30 tahun.
Kekerasan pecah setelah pemimpin BJP, Kapil Mishra, memperingatkan warga muslim untuk mengakhiri unjuk rasa mereka di dekat stasiun metro Jaffrabad, atau menghadapi kemarahan pendukungnya.
"Ultimatum tiga hari untuk kepolisian Delhi, bersihkan jalan-jalan di Jaffrabad dan Chand Bagh. Setelah ini, kami tidak akan mendengarkan Anda," katanya dalam sebuah video yang diunggah di akun Twitter-nya.
Pada Ahad hingga Selasa lalu, massa bersenjatakan pedang dan senjata membakar ribuan properti dan kendaraan. Rumah-rumah, toko-toko, empat masjid, dua sekolah, pasar ban, dan stasiun bahan bakar dibakar. Lebih dari 200 orang terluka, sebagian besar karena luka tembak. NDTV | HUFFINGTON POST | THE INDIA TIMES | CNN | SITA PLANASARI AQUADINI
Aktivis Berujung Provokator
Kapil Mishra menjadi sosok kontroversial yang dinilai memicu serangan sektarian paling besar di ibu kota India, New Delhi, beberapa dekade terakhir. Politikus partai ultranasionalis Hindu, Bharatiya Janata, itu memicu kerusuhan setelah mengultimatum warga muslim yang menentang Undang-Undang Kewarganegaraan baru.
Kapil bukanlah sosok baru di dunia politik. Ibunya, Annapurna Mishra, adalah bekas Wali Kota Delhi Timur yang berafiliasi dengan BJP. Sedangkan ayahnya, Rameshwar "Pankaj" Mishra, adalah bekas pemimpin sosialis, pemikir, dan penulis.
Sejak muda, pria yang kini berusia 39 tahun itu pernah menjadi aktivis dengan mendirikan gerakan "Youth for Justice" yang mengingatkan publik tentang berbagai masalah di masyarakat, seperti korupsi serta kasus bunuh diri petani miskin di sejumlah wilayah India.
Ia terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Aam Aadmi (AAP) serta terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif Delhi dari Karawal Nagara dalam pemilihan umum 2015. Tapi hubungan Mishra dan para pemimpin AAP memburuk karena Mishra menuduh Menteri Utama Delhi saat itu, Arvind Kejriwal, menerima suap.
Ulahnya yang sering menyerang partainya sendiri itu membuat ia harus didiskualifikasi sebagai anggota AAP pada Agustus 2019. Ia kemudian bergabung dengan BJP pada 17 Agustus 2019 dan kalah dalam pemilu sebagai kandidat BPJ dari Model Town. Sejak bergabung di BJP, ia dikenal kerap berpidato dan menulis hal-hal yang membakar kebencian terhadap kelompok minoritas. NDTV | SITA PLANASARI AQUADINI