Empat Langkah Program Kampung Iklim
Pertamina berkolaborasi dan memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan aksi nyata menangani perubahan iklim di tingkat lokal.
PT Pertamina (Persero) menyiapkan empat langkah dalam rangka mendukung Proklim atau Program Kampung Iklim. Program Kampung Iklim digagas pemerintah sejak 2012 untuk mengurangi emisi karbon.
Empat langkah yang dijalankan Pertamina untuk mendukung Proklim berbasis kearifan lokal serta berfokus pada upaya adaptasi dan mitigasi terkait perubahan iklim.
"Untuk menjalankan Program Kampung Iklim, Pertamina berkolaborasi dan memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan aksi nyata menangani perubahan iklim di tingkat lokal, terutama di desa-desa yang dekat dengan area operasi kami," kata Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam diskusi online di Paviliun Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP26, yang digelar di Glasgow, Skotlandia, Selasa, 9 November 2021.
Empat langkah yang dijalankan Pertamina yakni penghijauan, pemanfaatan energi baru dan terbarukan, pengelolaan sampah, serta budidaya pertanian.
Pertama, penghijauan dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan vegetasi. Pertamina mendorong penanaman mangrove terutama di area pesisir dan lepas pantai yang merupakan area kerja Pertamina.
"Pemeliharaan hutan mangrove juga menjadi perhatian kami," kata Brahmantya.
Pertamina bersama masyarakat dan pemerintah daerah telah menanam lebih dari 337.000 benih mangrove di 28 unit operasinya. Melalui aksi ini, lebih dari 3.720 penerima manfaat berhasil menciptakan ekowisata yang memberdayakan ekonomi masyarakat.
Beberapa ekowisata yang dimaksud yakni Kolak Sekancil di Cilacap serta Balongan di Indramayu. Brahmantya mengatakan penghasilan bersama dari program ini mencapai Rp 900 juta per tahun.
Kedua, selaras dengan misi penyediaan energi, Pertamina juga mendorong masyarakat setempat untuk menggali potensi energi baru dan terbarukan yang tersedia di lingkungannya. Brahmantya menjelaskan langkah ini bertujuan untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat sekaligus mengembangkan potensi ekonomi yang bernilai guna.
"Ada berbagai sumber energi seperti sinar matahari, angin, dan air yang disediakan oleh alam dan bisa ditemukan dengan mudah oleh masyarakat setempat," ujar Brahmantya.
Program ini telah menghasilkan lebih dari 4 juta watt-peak tenaga listrik dari sinar matahari dengan nilai pendapatan Rp 198 juta per tahun.
Ketiga, Pertamina juga meningkatkan kompetensi di bidang pengelolaan sampah dengan mengubah sampah menjadi energi biogas. Melalui program ini, Pertamina mengembangkan penggunaan biogas untuk masak dan kebutuhan rumah tangga.
Sisa sampah padat dan cair diolah menjadi pupuk. Selain itu, minyak jelantah juga dimanfaatkan menjadi bahan bakar hayati.
"Program ini telah diimplementasikan di beberapa daerah. Pemanfaatan lebih dari 400.000 meter kubik gas metana diperkirakan menghasilkan nilai tambah bagi lebih dari 5.000 penerima manfaat," kata Brahmantya.
Keempat, di sektor pertanian, Pertamina dan masyarakat di Sumatra membuat terobosan unik untuk mendukung kerja pemadam kebakaran. Program ini terdiri dari pengembangan teknologi untuk memadamkan kebakaran lahan dan hutan, sekaligus membudidayakan tanaman produktif di lahan gambut.
"Melalui kegiatan ini, masyarakat berhasil mencegah kebakaran hutan. Selain itu Pertamina juga membantu masyarakat mengembangkan pertanian yang terintegrasi," kata Brahmantya.
Brahmantya menyebut setidaknya 100 hektar lahan telah dimanfaatkan dalam pertanian terintegrasi. Selain itu, 10.800 kilometer persegi lahan telah dilindungi dari kebakaran. Pendapatan dari program ini mencapai Rp 916 juta per tahun yang menguntungkan 1.063 penerima manfaat.
Dalam menjalankan upaya pengendalian perubahan iklim ini, Pertamina berpegang pada prinsip 3C yakni care, commitment, dan collaboration.
"Kami meyakini untuk mencapai target pengendalian perubahan iklim, seluruh elemen di berbagai level perlu bekerja sama membangun ketahanan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Brahmantyo.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi mengatakan Indonesia memiliki sekitar 5.100 Kampung Iklim sejak program ini dikembangkan pada 2012.
Laksmi mengatakan Proklim terwujud melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau public private partnership (PPP). Inovasi ini diharapkan mampu menurunkan emisi gas rumah kaca untuk mengendalikan perubahan iklim.
"Memperkuat dan melibatkan masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan adalah aspek kunci dalam mengimplementasikan Nationally Determined Contributions (NDC) atau kontribusi yang ditentukan secara nasional dan mencapai targetnya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membangun ketahanan iklim," kata Laksmi.