maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin


PEKKA

Perempuan Kepala Keluarga Terjepit Karena Covid

95 persen perempuan kepala keluarga ini bekerja di sektor informal seperti pedagang, buruh, petani, atau buruh tani.

arsip tempo : 171385305698.

Ilustrasi PEKKA. tempo : 171385305698.

Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak rumah tangga berakhir baik sebagai akibat perceraian atau kematian laki-laki kepala keluarga. Kondisi  ersebut memaksa perempuan mengambilalihke pemimpinan rumah tangga.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik pada 2020, secara keseluruhan ada 11,44 juta keluarga dikepalai perempuan. Itu berarti 15,7 persen dari total rumah tangga di Indonesia. Dibandingkan 2016, angkanya naik 31 persen. Sebagian besar keluarga tersebut secara sosial dan ekonomi merupakan kelompok menengah ke bawah.

Menurut Co-Direktur Yayasan Pemberdayaan Perempuan KepalaKeluarga (PEKKA), Fitria Villa Sahara, 95 persen perempuan kepala keluarga ini bekerja di sektor informal seperti pedagang, buruh, petani, atau buruh tani. Hampir separuh dari mereka tingkat pendapatannya kurang dari Rp5 00 ribu tiap bulannya. Sedangkan 32,6 persen pendapatannya hanya sampai Rp 1 juta per bulan. Hanya 18,3 persen yang pendapatannya lebih dari Rp 1 juta. “Sebelum pandemi mereka sudah prasejahtera. Pandemi membuat mereka makin jauh dari sejahtera,” katanya.

Pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) merintangi aktivitas ekonomi mereka. Di sisi lain, kebutuhan pengeluaran pendidikan untuk anak-anaknya meningkat dengan kebijakan sekolah dari rumah.

Nur Haryati, 46 tahun, salah satu perempuan kepala keluarga yang berjuang di tengah pandemi. Sejak bercerai pada 2014, warga Bantul, Yogyakarta, ini menanggung sendiri kebutuhan dua anaknya. Selama pandemi, dia bekerja sebagai buruh harian usaha makanan rumahan. “Gajinya Rp 40ribu sehari,” ujarnya. Penghasilan ini pun tak menentu karena dia kerja berdasar kebutuhan majikan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 23 April 2024

  • 22 April 2024

  • 21 April 2024

  • 20 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan