Jauh Panggang dari Api, Moratorium Sawit Harus Diperpanjang
JAKARTA – Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit (Inpres Moratorium Sawit) pada September 2021 mendatang tenggat waktu kebijakan ini akan berakhir. Namun dalam implementasinya, hingga di penghujung periode masih jauh panggang dari api.
“Padahal secara konseptual kebijakan ini sangat strategis, hanya saja belum optimal pada tataran implementasi. Sehingga diperlukan perpanjangan kebijakan untuk menyelesaikan dan mempercepat perbaikan tata kelola sawit Indonesia ke depan,” tulis Yayasan Madani Berkelanjutan dalam keterangannya, Selasa, 29 Juni 2021.
Kendati demkian, Yayasan Madani Keberlanjutan menyatakan, bahwa kebijakan ini telah mencatatkan beberapa capaian yang patut diapresiasi, di antaranya pemerintah pusat yang telah menetapkan konsolidasi data dan menyelesaikan penghitungan luasan perkebunan sawit yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 833/KPTS/SR.020/M/12/2019.
Walaupun belum ada kejelasan tentang kelanjutan paska pencabutan izin tersebut tetapi dari laporan evaluasi izin tersebut menegaskan bahwa tanah ulayat bekas konsesi akan dikelola oleh masyarakat adat. Pembelajaran tersebut perlu dimaknai bahwa Moratorium Sawit semestinya dimaksimalkan untuk mencapai langkah-langkah korektif menjadi aksi nyata yang berdampak bagi masyarakat sekitar kawasan seperti masyarakat adat setempat.
Kemudian di level daerah, meski tidak langsung dihasilkan oleh regu kerja Moratorium sawit salah satu langkah yang perlu diapresiasi dari inisiatif Pemerintah Papua Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengkaji ulang terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit dalam dua tahun terakhir. Hasilnya, pencabutan 14 izin perusahaan sawit oleh Bupati dan rencana cabut empat perusahaan di provinsi konservasi itu. Dari luasan itu, ada 267.856,86 hektar izin konsesi sudah dicabut dan 43.689,93 hektar masih proses pencabutan.