TUV NORD Indonesia Akui Sampel Uji BPA Galon Guna Ulang Tak Mewakili yang Ada di Pasaran
Jakarta – TÜV NORD Indonesia Laboratories menjelaskan terkait uji sampel BPA galon guna ulang yang diminta oleh Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL). Pihaknya menyebut bahwa apa yang dilakukan tidak bisa dijadikan kesimpulan terhadap kadar BPA dalam galon guna ulang yang ada di pasaran. Pasalnya, sampel yang digunakan untuk uji lab itu berasal dari konsumen, dalam hal ini JPKL.
“Kita hanya terima saja permintaan pengujian sampel. Galonnya dari mereka. Kita juga tidak tahu galon itu sudah mereka apakan atau apa, kita juga tidak tahu. Kita hanya menerima sampel galon itu saja. Jadi tidak mewakili galon-galon yang ada di pasaran juga,” kata Asisten Manajer Sales TÜV NORD Indonesia Laboratories, Angga S Tp, Kamis 20 Mei 2021.
Adapun, JPLK atas dasar uji lab tersebut mengklaim telah menemukan tingkat migrasi BPA pada sampel galon isi ulang berkisar antara 2 hingga 4 parts per million (ppm), atau di atas batas toleransi yang diizinkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yakni, 0,6 ppm.
Angga mengatakan bahwa TUV Nord Indonesia hanya lab independen yang menganalisa sampel atas permintaan para pelanggan dan bukan lembaga yang melakukan penelitian. Sehingga ia menyebut, hanya menganalisa produk galon guna ulang tersebut. “Sampelnya itu dari yang meminta kita untuk melakukan uji lab. Jadi, sampelnya bukan dari kita juga tapi dari customer,” ucapnya.
Soal pemberitaan JPKL, Angga juga menegaskan hanya menganalisa kadar BPA dari sampel yang diberikan dan sesuai dengan permintaan mereka. Sebagai laboratorium independen, ia menyebut, pihaknya dapat menerima sampel dari pihak siapa saja.
“Tapi terkait JPKL itu saya kurang paham juga. Itu kita anggap customer kita. Cuma yaitu, yang diuji bukan air tapi galonnya. Itu memang ada permintaannya dari JPKL. Tapi, kita tak tahu maksud mereka publish itu untuk apa,” tuturnya.
Kemudian, Angga mengatakan, JPKL tidak menunjukan izin tertulis terkait hasil lab bahwa akan dipublikasikan. Pihaknya, mengaku terkejut bahwa ada pemberitaan yang mengatasnamakan lembaganya, dan saat ini masih menunggu adanya konfirmasi dari JPKL. “Mereka tidak ada izin juga untuk menulis nama kita di pemberitaan tersebut. Kita lagi coba hubungi orang JPKL tapi belum ada respon,” katanya.
Menurutnya, TUV tidak pernah tahu maksud dan tujuan uji lab tersebut itu dilakukan. Ia merasa bahwa JPKL merupakan pelanggan biasa, dan meminta untuk melakukan uji lab biasa sesuai dengan kebanyakan yang datang ke TUV. “Karena kita kan banyak juga customer lain yang menganalisa ke kita, tapi kita tidak pernah tanya tujuannya untuk apa,” ucapnya.
Angga menceritakan, bahwa JPKL datang sebagai pelanggan dan membawa galon ke lab dan meminta untuk diuji. Kemudian, hal uji tersebut diberikan kepada mereka. Jadi, ia menegaskan bukan TUV yang berinisiasi untuk mencari sampel galon guna ulang guna diuji BPA. Sehingga, ia pun tidak tau apa tujuan sebenarnya dari JPKL.
“Tapi yang perlu digarisbawahi, kita tidak tahu sampel galonnya darimana dapatnya, apakah samplingnya mewakili yang ada di pasaran juga kita tidak tahu. Proses samplingnya seperti apa, kita tidak tahu,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, JPKL kembali mendesak BPOM untuk mengeluarkan label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung Bisfenol A (BPA). Ketua JPKL Roso Daras mengatakan, pada Maret 2021, JPKL mengirimkan sampel beberapa galon isi ulang yang kemasannya mengandung BPA, sesuai permintaan BPOM. Galon tersebut diperoleh dari mata rantai distribusi AMDK galon isi ulang. Selanjutnya, galon tersebut dikirim ke TUV Nord Laboratory Service untuk dianalisis kadar migrasi BPA. Analisis tersebut dilakukan selama 25 hari menggunakan parameter BPA Metode SNI 7626-1:2017.
BPOM sendiri dalam rilisnya menegaskan bahwa mereka secara rutin melakukan tes sampel dari pasar mengenai keamanan galon guna ulang, dan hasil tes BPOM menunjukkan tingkat migrasi BPA dalam galon guna ulang sangat jauh dibawah ambang batas yang dilakukan sehingga aman untuk digunakan. Standar batas migrasi BPOM utk BPA adalah 0,6 ppm lebih tinggi dibanding standar keamanan pangan Eropa.