maaf email atau password anda salah


Teka-teki Kepunahan Mamut

Riset genomika terhadap spesimen mamut terakhir, Lonely Boy, mengurai penyebab kepunahan spesies karismatik pada zaman es ini.

arsip tempo : 172027921131.

Ilustrasi mamut berbulu. Foto: Pixabay. tempo : 172027921131.

DALAM sains, kita biasanya berbagi keberhasilan dan mengabaikan kejadian yang tidak terlalu menarik. Kami memutuskan untuk mengikuti pendekatan yang berbeda. Ini merupakan kisah tentang bagaimana beberapa generasi ilmuwan berkolaborasi untuk menguraikan genom mammoth atau mamut yang sebelumnya dikenal sebagai "Lonely Boy", yang sering disebut sebagai mamut terakhir di bumi.

Mamut berbulu adalah salah satu spesies paling karismatik pada Zaman Es terakhir, sekitar 120 ribu hingga 12 ribu tahun lalu. Namun penyebab kepunahannya masih menjadi misteri. Mamut menjelajahi sebagian besar belahan bumi utara selama masa kejayaannya, tapi pada akhir Zaman Es, mereka telah menghilang dari sebagian besar wilayah jelajahnya sebelumnya. Populasi mamut terakhir hidup di Pulau Wrangel, sebuah pulau kecil di lepas pantai Siberia, hingga kepunahan terakhirnya sekitar 4.000 tahun lalu.

Dalam studi baru kami yang dipublikasikan dalam Cell, kami menyelidiki apakah populasi mamut Pulau Wrangel secara genetik ditakdirkan untuk punah. Meskipun banyak kesalahan yang terjadi selama ini, kami akhirnya menyadari bahwa ternyata tidak demikian.

Mamut terisolasi di Pulau Wrangel sekitar 10 ribu tahun lalu karena naiknya permukaan laut dan bertahan hidup sebagai populasi kecil selama ribuan tahun. Perkawinan sedarah merupakan masalah umum pada populasi kecil dan efek negatifnya dapat terakumulasi dari waktu ke waktu, yang pada akhirnya menyebabkan populasi yang tidak dapat bertahan hidup dan punah.

Perkawinan sedarah dapat menyebabkan banyak masalah. Potret Charles II dari Spanyol, raja terakhir dari keluarga Habsburg, memperlihatkan dagunya yang cacat akibat perkawinan sedarah selama beberapa generasi. Para ilmuwan telah lama bertanya-tanya apakah proses genomika menyebabkan kepunahan mamut di Pulau Wrangel.

Untuk mengatasi hal ini, kami membuat kumpulan data yang terdiri atas 21 genom mamut yang mencakup 50 ribu tahun masa-masa terakhir keberadaan spesies tersebut. Kumpulan data ini memungkinkan kami melakukan perjalanan kembali ke masa lalu dan mempelajari efek genetik dari isolasi mereka dari waktu ke waktu.

Lonely Boy adalah individu yang paling berharga dalam kumpulan data kami, sampel kunci untuk memahami mengapa mamut punah. Namun mengurutkan DNA Lonely Boy terbukti menantang.

Gading mamut berbulu di Siberia. Dok. The Conversation/ Love Dalén

Petualangan Lonely Boy

Membuat genom untuk Lonely Boy membutuhkan beberapa kali percobaan selama rentang waktu hampir sepuluh tahun. Dalam percobaan pertama untuk mengekstrak DNA, sampel kami ternyata terkontaminasi oleh manusia. Dalam percobaan kedua, kami menggunakan pemutih untuk menghilangkan sebanyak mungkin kontaminasi.

Meskipun ini adalah praktik umum di bidang DNA purba, praktik ini juga memiliki konsekuensi bahwa sebagian DNA mamut juga akan hancur secara tidak sengaja. Dalam kasus kami, hal ini berarti tidak cukup material mamut yang tersisa dalam sampel untuk menghasilkan genom berkualitas tinggi.

Dalam percobaan terakhir, kami menggabungkan data dari berbagai ekstrak DNA dari Lonely Boy. Namun DNA dari berbagai ekstrak kami, meskipun serupa, tampak seperti milik individu yang berbeda. Kami mengemukakan teori-teori terliar untuk menjelaskan hasil-hasil baru ini.

Salah satu teori utama kami saat itu adalah Lonely Boy memiliki kondisi yang disebut "sindrom kembaran yang menghilang". Rupanya, dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, janin mamalia dapat menyerap materi genetik dari saudara kembar yang sakit selama masa kehamilan. Hal ini menjelaskan mengapa ekstrak DNA tampak serupa, tapi tidak sepenuhnya identik.

Pada akhirnya, penjelasannya tidak semenarik itu dan semuanya dapat ditelusuri kembali ke seabrek upaya luar biasa yang telah kami lakukan pada sampel ini. Hal ini mengakibatkan artefak laboratorium yang aneh (yang merupakan sesuatu yang menyebabkan kesulitan dalam menafsirkan spesimen)—biasanya bahkan tidak terlihat–yang memperkenalkan variasi genetik palsu dalam sampel. Karena itu, kami membuat filter sederhana untuk menghilangkan artefak ini.

Bahkan, setelah semua langkah ini, Lonely Boy masih terlihat asing. Pada titik ini, kami memutuskan untuk menentukan ulang penanggalan sampel tersebut. Penanggalan masa eksistensi Lonely Boy telah ditentukan sejak dulu, dan sejak saat itu metodenya telah jauh berkembang. 

Hasilnya sangat mengejutkan. Spesimen Lonely Boy tidak berusia 4.000 tahun seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan mendekati 5.500 tahun—menjadikannya sebagai mamut yang benar-benar rata-rata dalam kumpulan data kami, alih-alih individu terakhir di bumi.

Ilustrasi mamut berbulu. Foto: Vecteezy

Penyebab kepunahan

Untuk menjawab pertanyaan awal proyek ini, populasi Pulau Wrangel kemungkinan besar tidak punah karena perkawinan sedarah. Dengan membandingkan data genomika kami dengan hasil simulasi komputer, kami sekarang tahu bahwa penurunan populasi mamut setelah terisolasi di Pulau Wrangel sekitar 10 ribu tahun lalu pasti sangat besar, dengan hanya tersisa delapan individu yang berkembang biak.

Meski demikian, hasil riset kami menunjukkan bahwa populasi pulih dengan cepat hingga mencapai ukuran populasi 300 individu dalam 20 generasi dan tetap stabil hingga kematian terakhir mamut. Kami dapat melihat bahwa populasi tetap stabil karena hampir tidak ada perubahan dalam tingkat perkawinan sedarah selama periode ini.

Namun hasil riset kami tentang mutasi yang berbahaya menceritakan kisah yang berbeda. Sementara mutasi yang paling berbahaya secara bertahap disingkirkan dari populasi melalui seleksi alam, mutasi yang agak berbahaya terakumulasi dari waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan populasi awal—meskipun pemulihannya cepat–memiliki efek genetik yang bertahan lama.

Memprediksi dampak pasti dari mutasi yang berbahaya merupakan tantangan, terutama pada spesies yang telah punah. Berbanding dengan penyakit manusia yang telah jamak diketahui mengindikasikan bahwa beberapa mutasi yang paling berbahaya ada kemungkinan mengganggu gen yang mungkin penting untuk pengembangan berbagai indra, seperti pendengaran dan penglihatan.

Namun tampaknya tidak mungkin hal tersebut menyebabkan kepunahan terakhir mamut. Berdasarkan hasil riset kami, kepunahan pasti terjadi dengan cepat. Manusia tidak hidup berdampingan dengan mamut di pulau itu, tapi suatu kejadian mendadak dapat menyebabkan kepunahan populasi secara tiba-tiba, seperti wabah penyakit atau peristiwa cuaca.

Seperti kebanyakan hal dalam sains, penelitian lebih lanjut diharapkan akan memberi wawasan baru. Bahkan mungkin dengan Lonely Boy atau Lonely Girl yang baru.

Meskipun kami akhirnya berhasil menganalisis perkawinan sedarah mamut, upaya tersebut merupakan perjalanan panjang dengan banyak jalan memutar. Namun, sebagai kelompok lab, kami belajar banyak dari proyek ini. Kami menemukan metode bioinformatika baru untuk menangani kontaminasi manusia dan menemukan jenis artefak lab baru. Informasi baru ini mungkin sangat penting untuk menentukan alasan pasti mengapa mamut berbulu punah.

Artikel ini ditulis bersama Love Dalén, Profesor Genomik Evolusioner, Universitas Stockholm. Terbit pertama kali di The Conversation dan diterjemahkan Agoeng Wijaya dari Tempo.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 6 Juli 2024

  • 5 Juli 2024

  • 4 Juli 2024

  • 3 Juli 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan