Sebagian besar sel surya terbuat dari silikon. Bahan ini sangat bagus dalam menyerap cahaya. Hanya, panel silikon mahal untuk diproduksi. Para ilmuwan pun menemukan alternatifnya, yakni membuatnya dari struktur perovskit.
Perovskit adalah mineral yang banyak ditemukan di bumi, tersusun atas kalsium, titanium, dan oksigen. Mineral ini tersusun dalam molekul spesifik. Bahan dengan struktur kristal yang sama disebut struktur perovskit.
Struktur perovskit bekerja dengan baik sebagai lapisan aktif penumpukan cahaya sel surya karena menyerap cahaya secara efisien. Harganya pun jauh lebih murah daripada silikon.
Struktur perovskit juga dapat diintegrasikan ke dalam perangkat menggunakan peralatan yang relatif sederhana. Misalnya, dapat dilarutkan dan disemprotkan langsung ke substrat.
Sayangnya, struktur perovskit memiliki kelemahan yang parah, antara lain sering sangat tidak stabil dan memburuk pada paparan panas. Hal ini tentu menghambat potensi komersialnya.
Kini, ada kabar baik dari Institut Sains dan Teknologi Okinawa, Jepang. Para ahli di program pascasarjana yang dipimpin Yabing Qi berhasil mengembangkan perangkat menggunakan bahan perovskit yang lebih stabil dan efisien.
Yang lebih menarik, bahan ini relatif murah untuk diproduksi. Penelitian mereka baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal Advanced Energy Materials. Jia Liang dan Zonghao Liu memberikan kontribusi besar untuk penelitian ini.
Bahan temuan mereka memiliki beberapa fitur utama. Pertama, bahan ini anorganik. Ini suatu perubahan penting karena komponen organik biasanya tidak termostabil dan terdegradasi di bawah panas. Karena sel surya dapat menjadi sangat panas di bawah matahari, stabilitas panas sangat penting.
Dengan mengganti bagian organik dengan anorganik, para peneliti membuat sel surya perovskit jauh lebih stabil. "Sel surya hampir tidak berubah setelah terpapar cahaya selama 300 jam," kata Liu.
Sel surya perovskit anorganik cenderung memiliki penyerapan cahaya lebih rendah daripada hibrida organik-anorganik. Di sinilah fitur kedua muncul. Untuk meningkatkan kinerja, para peneliti menanamkan sel-sel baru berupa mangan.
Mangan mengubah struktur kristal material dan meningkatkan kapasitas panen cahaya. "Sama seperti ketika Anda menambahkan garam ke piring untuk mengubah rasa. Saat kita menambahkan mangan, sama dengan mengubah sifat-sifat sel surya," ujar Liu.
Ketiga, dalam sel surya ini, elektroda yang mengangkut arus antara sel surya dan kabel eksternal terbuat dari karbon, bukan dari emas biasa. Elektroda semacam itu secara signifikan lebih murah dan lebih mudah diproduksi, sebagian karena dapat dicetak langsung ke sel surya.
Tentu saja ini belum sempurna. Sebab, masih ada sejumlah tantangan untuk diatasi. Sebagai contoh, durasi ketahanan sel surya perovskit yang hanya satu atau dua tahun. Sedangkan sel surya silikon dapat bertahan selama 20 tahun.
Karena itu, Yabing Qi dan rekan-rekannya terus bekerja pada efisiensi dan daya tahan sel baru ini. Juga mengembangkan proses fabrikasinya pada skala komersial. Menilik perkembangan nan cepat dari teknologi yang telah berkembang sejak 2009, sepertinya sel-sel baru ini punya masa depan cerah.
SCIENCE DAILY | ICONNECT | FIRMAN ATMAKUSUMA
Panel Surya Berbahan Perovskit