Budaya tinggal bersama di rumah sewa alias indekos, yang populer di kalangan anak muda Indonesia, menarik perhatian Glen Ramersan. Lulusan Universitas Teknologi Sydney itu melihat layanan akomodasi ini sebagai kebutuhan yang primer, apalagi untuk mereka yang bekerja atau bersekolah jauh dari rumahnya. Dia yakin manajemen indekos bisa menjadi lahan bisnis yang menjanjikan.
“Tapi sangat sedikit inovasi dan standardisasi layanan di segmen ini, yang membuat orang kesulitan menemukan atau mengelola lokasi indekos secara tepat,” ucap dia, seperti dilansir dari KRAsia.
Satu hal yang tercetus, Glen setidaknya ingin mengubah budaya pencarian rumah kos secara manual menjadi lebih modern. Berkembang sejak era 1950-an, informasi soal rumah dan biaya bulanan indekos biasa datang dari mulut ke mulut ataupun poster kertas yang ditempel di pagar rumah. Hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
Glen kemudian mengembangkan RoomMe pada 2017. Platform digital ini menyediakan informasi kamar dan rumah kos di situs web dan aplikasi seluler. Calon penyewa bisa mencari tahu soal kriteria rumah yang mereka inginkan karena ada fitur pertanyaan. Selanjutnya, tinggal menjadwalkan kunjungan dan mungkin bertransaksi dulu secara online untuk memesan kamar tersebut. Manajemen RoomMe pun bisa menerima laporan keluhan konsumen indekos lewat fitur aduan.
Salah satu kamar mitra RoomMe. Dok. RoomMe
Sang induk semang pun bisa menggunakan RoomMe untuk mengelola informasi bagi penghuni rumah kos, juga untuk mengumpulkan tagihan. Aplikasi turunan yang dibuat Glen, RoomMe OS, merupakan sistem berbasis komputasi awan (cloud) yang menyediakan berbagai data real time kepada pemilik rumah kos. “Sebagian dari mereka (pemilik rumah kos) tidak memiliki karyawan untuk mengelola propertinya. Sementara itu, ada juga yang sudah punya tim,” ucap Glen. “Kami menyediakan layanan yang mencakup pengadaan dan pelatihan karyawan.”
RoomMe bersaing dengan start-up bidang akomodasi ternama lainnya, seperti OYO dan RedDoorz, yang juga meluncurkan layanan rumah sewa pada tahun lalu. Operator bisnis ruang co-working, CoHive, pun sempat meluncurkan jasa kos eksklusif bernama CoLiving.
“Tapi, sebagai pelopor segmen ini, RoomMe adalah operator indekos virtual terbesar,” kata Glen. Dia membandingkan RoomMe, yang mengelola 10 ribu kamar di 12 kota di Indonesia, dengan OYO yang sampai Oktober tahun lalu menyediakan 2.500 kamar di delapan kota. RedDoorz pun baru memulai layanan di 100 rumah saja saat meluncurkan fitur KoolKost pada Januari lalu.
Pendanaan Seri A dari Bace Capital pada kuartal terakhir 2019 pun mendukung penguatan teknologi rintisan Glen. Melalui keterangan resmi, kucuran modal baru yang dirahasiakan jumlahnya itu bakal dipakai untuk berekspansi ke 1.000 rumah kos yang berlokasi di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Meski mengejar target besar, Glen tak ingin buru-buru karena adanya pandemi Covid-19. Perusahaan, Glen melanjutkan, kini semakin ketat menerapkan protokol kesehatan dan kebersihan, seperti membatasi ruang berkumpul di rumah kos serta menggenjot frekuensi layanan kebersihan kamar. Sebelum wabah virus corona merebak, RoomMe bahkan bisa mengelola berbagai kegiatan di lokasi rumah kos, seperti pesta kecil, bazar, serta pemutaran film.
Hingga saat ini, sudah lebih dari 70 persen aset kamar RoomMe yang telah ditempati. “Kami memiliki banyak permintaan dari pemilik yang ingin bergabung dari beberapa kota. Tapi kami berfokus pada properti yang ada dulu,” tutur Glen.
Yohanes Paskalis
CEO dan co-founder RoomMe, Glen Ramersan. Dok. RoomMe
PROFIL
Nama: Room Me
Berdiri sejak: 2017
Sektor: jasa informasi akomodasi
Co-Founder: Glen Ramersan, Arifin Daniel, Eric Arifin
Pendanaan: Seri A (Oktober 2019) oleh Bace Capital, Vertex Ventures Southeast Asia, KK Fund
Alamat: Indosurya Life Center lantai 6, Jalan M.H. Thamrin Kav 8-9, DKI Jakarta
KRASIA | CRUNCHBASE | YOHANES PASKALIS
*Tulisan ini merupakan bagian dari kerja sama KRAsia dengan Koran Tempo