JAKARTA - Pemerintah akan mempercepat proses penyerapan anggaran tahun 2016 melalui serangkaian skema yang berjalan mulai Oktober mendatang. Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, salah satu yang dipercepat adalah proses lelang proyek, yang harus dilakukan satu bulan sebelum daftar isian pelaksana anggaran (DIPA) terbit.
Bambang menuturkan, lelang harus sudah berjalan pada November atau satu bulan setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan. Dengan cara tersebut, diharapkan kontrak proyek-proyek penting sudah diteken pada Januari 2016 dan pencairan dananya dipercepat. "Jika proyek dipercepat pada Januari dan Februari, penyerapan anggaran di awal tahun akan lebih baik. Tidak perlu menunggu semester II atau triwulan IV," katanya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, kemarin.
Menurut Bambang, saat ini postur RAPBN 2016 masih bisa berubah sesuai dengan prioritas dan efisiensi belanja. Pemerintah, kata dia, akan mendorong efisiensi belanja pada setiap kementerian dan lembaga negara. "Jadi, jika nanti ada perubahan anggaran, itu lebih karena efisiensi," ujarnya. Namun Bambang menjamin APBN 2016 tetap akan mempertahankan dasar-dasar dari APBN Perubahan 2015, di mana dana pembangunan infrastruktur menjadi prioritas.
Saat ditemui di kantornya, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan rumusan APBN 2016 akan cepat selesai. "Agustus bisa selesai," katanya. Menurut dia, mekanisme dalam APBN 2016 akan memperbaiki masalah lambatnya penyerapan anggaran seperti yang terjadi tahun ini. Selain dengan percepatan kontrak, penyerapan anggaran akan diperbaiki melalui kepastian hukum bagi para pemangku proyek dan pemerintah daerah, "Agar berani membelanjakan anggarannya."
Pada 14 Juli lalu, Presiden Joko Widodo meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mempercepat proses pengadaan barang dan jasa. Kepala Bappenas Andrinof Chaniago pun berniat menyusun perubahan kebijakan untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa. Salah satunya dengan mengatasi kewenangan kementerian atau lembaga tertentu yang menghambat proses pengadaan barang dan jasa. Andrinof juga akan mengoptimalkan penggunaan katalog elektronik (e-catalog) pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). "Yang jelas, percepatan ini tidak boleh mengorbankan kualitas," katanya saat ditemui di Kantor Presiden.
Andrinof mengatakan potensi pengadaan barang dan jasa yang bisa ditenderkan melalui e-catalog mencapai Rp 800-1.000 triliun. Tahun lalu, pengadaan barang dan jasa dengan sistem elektronik mencapai 30 persen dari potensi yang ada, yakni Rp 308 triliun. Berdasarkan data 9 Juli lalu, jumlah barang dan jasa yang masuk dalam e-catalog mencapai 40 ribu produk. Transaksi e-catalog dari Januari hingga Juli mencapai Rp 11 triliun.
Namun Kepala LKPP Agus Prabowo mengatakan tidak semua pengadaan dapat dilakukan melalui e-catalog karena beberapa produk tidak tersedia di dalam sistem tersebut. Untuk barang dan jasa yang tidak tersedia, kata dia, lelang akan dilakukan secara manual. Agus juga akan memberi masukan kepada presiden mengenai ekosistem pengadaan barang dan jasa. Dalam ekosistem tersebut, terdapat aturan, jumlah anggaran, dan skema auditnya. "Kami memberi masukan kepada presiden, ekosistem mana yang harus direvisi," katanya.FAIZ NASHRILLAH | ANDI RUSLI | ALI HIDAYAT
Realisasi Belanja Masih Minim
Pemerintah terus berupaya menggenjot penyerapan anggaran dari tahun ke tahun. Namun, per Mei lalu, pemerintah baru bisa merealisasi 27,2 persen dari alokasi belanja negara yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 senilai Rp 540,5 triliun.
Realisasi belanja negara terbesar berasal dari pemerintah pusat dengan porsi 56 persen sebesar Rp 302,8 triliun. Sisanya transfer daerah dan dana desa dengan porsi 44 persen sebesar Rp 237,8 triliun.
Analis senior dari LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, sebelumnya meminta pemerintah mendorong realisasi belanja negara lebih cepat agar pertumbuhan ekonomi tak terus menurun di paruh kedua tahun ini. Pasalnya, salah satu faktor pemicu pertumbuhan yang paling mungkin diandalkan di tengah lesunya perekonomian adalah belanja pemerintah tersebut.
Terlebih, menurut Lucky, sepanjang kuartal I dan II tahun ini, terdapat selisih pertumbuhan ekonomi yang cukup besar, yakni 5,21-4,71 persen. "Angkanya bisa dibilang mengkhawatirkan," katanya saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Berikut ini gambaran realisasi APBN-P 2015 per Mei lalu.
1. Realisasi Pendapatan Negara
2. Realisasi Belanja Negara
3. Realisasi Pembiayaan Anggaran