maaf email atau password anda salah


Akhiri Derita Guru Honorer

Pemberhentian 107 guru honorer di Jakarta mengungkap masalah besar pendidikan di Indonesia. Buruknya tata kelola.    

arsip tempo : 172670277154.

Ancaman Kekurangan Guru tanpa Tenaga Honorer. tempo : 172670277154.

PEMBERHENTIAN 107 guru honorer di Jakarta mengungkap persoalan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia. Guru honorer, yang juga berperan penting dalam mendidik generasi penerus, terus menghadapi ketidakpastian dan ketidakadilan.

Pemutusan hubungan kerja yang disamarkan dengan istilah cleansing itu mencuat setelah para guru mengadu ke Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Dinas Pendidikan DKI Jakarta memutus kontrak mereka, sebagai tanggapan atas audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2023, yang menemukan 400 guru honorer tidak memenuhi kriteria. 

Kebanyakan guru honorer ini memang direkrut melalui proses informal, berbau nepotisme, dan tanpa memperhatikan kompetensi. Mereka bekerja tanpa kontrak yang jelas dan digaji rendah. Setelah menuai kritik publik, Dinas Pendidikan DKI Jakarta kembali mengundang guru-guru tersebut serta mendistribusikannya ke berbagai sekolah dengan kontrak kerja individu dan gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Keberadaan guru honorer di berbagai daerah berawal dari kekurangan tenaga pengajar yang tidak teratasi. Musababnya, antara lain, pengadaan guru disamakan dengan perekrutan aparatur sipil negara (ASN), yakni berdasarkan alokasi anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bukan kebutuhan sekolah. Sekolah-sekolah akhirnya merekrut guru honorer untuk mengatasi kekurangan ini.

Ketergantungan sekolah pada guru honorer sangat tinggi. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, jumlah guru honorer di sekolah dasar mencapai 127.464 orang, sekitar tiga perempat dari jumlah guru ASN. Secara keseluruhan, lebih dari sejuta guru honorer di semua jenjang sekolah menanti kejelasan status mereka.

Ketidakjelasan status kepegawaian berdampak pada kesejahteraan. Mayoritas guru honorer digaji di bawah upah minimum regional, bahkan banyak yang kurang dari Rp 1 juta per bulan. Kondisi itu menyulitkan mereka menjadi profesional dan mengabdikan diri sepenuhnya bagi pendidikan.

Pemerintah berusaha memperbaiki keadaan tersebut melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang mengatur penghapusan tenaga honorer atau pegawai non-ASN paling lambat akhir Desember 2024. Tenaga honorer akan direkrut menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau ASN. Namun proses ini tidak diiringi dengan alokasi dana yang memadai.

Saat UU ASN disahkan, ada 2,3 juta tenaga honorer di Indonesia—separuhnya adalah guru. Tahun itu, hanya 296 ribu tenaga honorer yang bisa diangkat menjadi PPPK karena kendala dana. Gaji PPPK dibayar oleh pemerintah daerah. Rekrutmen disesuaikan dengan ketersediaan dana sehingga tidak semua tenaga honorer dapat diakomodasi. 

Kondisi buruk guru honorer menciptakan lingkaran setan dalam sistem pendidikan. Dengan gaji rendah dan ketidakpastian masa depan, profesi guru tidak diminati. Generasi muda potensial enggan menjadi guru sehingga posisi ini diisi oleh mereka yang tidak memiliki pilihan pekerjaan lain. Guru-guru ini pun harus berkutat dengan beban administrasi dan seringnya pergantian kurikulum sehingga membuat mereka kesulitan mencapai standar profesionalisme. Pada Juli 2024, misalnya, masih ada 1,6 juta guru yang belum tersertifikasi.

Keadaan ini harus menjadi perhatian serius. Guru adalah kunci dalam sistem pendidikan. Kualitas pembelajaran dan output pendidikan ditentukan oleh mereka, selain oleh sarana dan prasarana yang belum optimal serta merata di Indonesia. Selama nasib guru tidak diperhatikan, pendidikan di Indonesia akan terus tertinggal. World Population Review 2023 menempatkan pendidikan Indonesia di peringkat ke-58, di bawah Malaysia (39) dan Singapura (20).

Investasi besar diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, termasuk memastikan kebutuhan guru terpenuhi dan kesejahteraan mereka terjamin. Jangan biarkan guru honorer terus berjuang mencerdaskan bangsa dengan status yang tidak pasti serta upah yang tak manusiawi.*

Konten Eksklusif Lainnya

  • 19 September 2024

  • 18 September 2024

  • 17 September 2024

  • 16 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan