maaf email atau password anda salah


Inefisiensi Investasi di Indonesia

Investasi tinggi berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja. Masuknya investasi buruk tak lepas dari UU Cipta Kerja.

arsip tempo : 172687621438.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 172687621438.

ADA yang salah dengan iklim investasi kita: terus-menerus mencapai target, tapi penanaman modal itu gagal mengurangi angka pengangguran.

Pada 2023, realisasi investasi mencapai Rp 1.418 triliun atau 101,3 persen dari target yang ditetapkan pemerintah. Namun investasi sebesar itu hanya menyerap 1,82 juta pekerja. Artinya, setiap Rp 1 triliun investasi hanya menyerap 1.081 tenaga kerja. Angka ini sangat kecil dibanding angka serapan tenaga kerja satu dekade lalu.

Ketimpangan antara nilai investasi dan penyerapan tenaga kerja ini membuyarkan angin surga Undang-Undang Cipta Kerja. Terbit pada 2020 setelah Presiden Joko Widodo terpilih kembali, peraturan itu menjanjikan penyerapan pekerja dengan mendorong investasi dan memberikan ruang besar untuk penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Nyatanya, lonjakan nilai investasi ini hanya mengurangi 790 ribu penganggur dari 7,99 juta mereka yang belum mendapat pekerjaan formal.

Investasi menjadi andalan untuk mengurangi tingkat pengangguran, yang menjadi salah satu ukuran kemajuan ekonomi dan sosial. Selain eksternalitas negatif, misalnya dampak buruk terhadap lingkungan, penanaman modal yang berkualitas mampu menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga tercipta efek pengganda pada sektor-sektor lain: makin banyak orang mendapatkan penghasilan stabil biasanya makin banyak aktivitas ekonomi.

Karakter lain penanaman modal berkualitas adalah memunculkan daya ungkit yang besar atau leverage pada ekonomi. Kondisi ini terbentuk saat investasi yang masuk membutuhkan sekaligus menumbuhkan rantai pasok yang panjang sehingga penopang tenaga kerjanya juga banyak.

Dengan serapan tenaga kerja yang sedikit itu, Undang-Undang Cipta Kerja hanya menghasilkan investasi buruk. Penanaman modal yang masuk kebanyakan di bidang pertambangan nikel dan mineral yang padat modal. Sementara itu, kita kalah bersaing dengan Vietnam, India, serta Malaysia dalam menggaet industri manufaktur dan teknologi tinggi yang hendak mendiversifikasi pusat produksi keluar dari Cina akibat peningkatan kebutuhan akan teknologi.

Undang-undang sapu jagat itu gagal menyediakan fondasi yang kuat, yang bisa mengundang investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi lewat penyediaan lapangan kerja yang luas. Undang-Undang Cipta Kerja malah menciptakan iklim investasi yang sebaliknya.

Ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang menarik kekuasaan bisnis ke pemerintah pusat mendorong para investor masuk ke Indonesia jika bekerja sama dengan para pemburu rente atau kroni penguasa. Akibatnya, investasi tak mendorong tata kelola pemerintahan yang baik.

Apalagi Undang-Undang Cipta Kerja juga menyediakan investasi yang mementingkan pengerukan sumber daya alam. Industri ekstraktif ini jelas merusak lingkungan sehingga menimbulkan biaya eksternalitas yang tidak sedikit, bahkan tak bisa ditebus, seperti hilangnya tradisi melaut masyarakat pesisir karena teluk mereka menjadi tempat pembuangan tailing nikel.

Industri nikel yang menjadi favorit sekarang termasuk industri padat modal dan teknologi tinggi. Beberapa perusahaan bahkan mengimpor langsung tenaga kerja dari pemilik teknologi pengerukan atau pemurnian tanah. Penduduk Indonesia bekerja di bidang-bidang yang tak memerlukan keahlian khusus.

Apalagi warga lokal di sekitar area konsesi atau pabrik. Paling banter mereka menjadi pedagang yang menyediakan kebutuhan para pekerja. Kita hanya jadi penonton derasnya investasi yang masuk karena pelbagai insentif yang disediakan pemerintah, dari diskon pajak, kemudahan izin berusaha, hingga perlindungan keamanan lewat alat-alat negara.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 September 2024

  • 20 September 2024

  • 19 September 2024

  • 18 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan