maaf email atau password anda salah


Mudarat Monopoli Haji Kementerian Agama

Kekisruhan penyelenggaraan ibadah haji terus berulang setiap tahun. Monopoli Kementerian Agama mesti diakhiri.

arsip tempo : 171951261667.

Mudarat Monopoli Haji Kementerian Agama. tempo : 171951261667.

SETIAP musim haji selalu ada saja perkara yang mengganggu pelaksanaannya. Padahal Kementerian Agama sudah puluhan tahun mengelola penyelenggaraan ibadah haji reguler di Indonesia. Alih-alih pelayanan kepada anggota jemaah membaik, serangkaian masalah penyelenggaraan haji justru berulang setiap tahun.

Karut-marut penyelenggaraan ibadah haji tahun ini terjadi pada sejumlah hal, dari akomodasi sampai urusan visa. Di Mina, tim pengawas haji dari Dewan Perwakilan Rakyat menemukan tenda pengungsi tak sesuai dengan kapasitas, penyejuk udara mati, serta fasilitas toilet yang terbatas. Selain itu, otoritas Arab Saudi menangkap sedikitnya 80 warga Indonesia karena berhaji dengan visa ziarah.

Masalah yang terus berulang ini menunjukkan bahwa Kementerian Agama tak cakap mengelola penyelenggaraan ibadah haji. Penyebabnya adalah pemerintah memonopoli pelaksanaan rukun Islam kelima ini. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah membuat Kementerian Agama punya kewenangan sebagai regulator sekaligus operator penyelenggaraan haji.

Kedudukan itu membuat Kementerian Agama tak cuma mengelola dana anggota jemaah, tapi juga mengurusi konsumsi, pemondokan, transportasi, serta pembinaan. Kontrol penuh Kementerian Agama membuat proses pengelolaan haji tak transparan. Tak pernah ada evaluasi secara terbuka dan tidak ada perbaikan serius yang dilakukan pemerintah atas masalah berulang yang terjadi setiap musim haji. Jemaah akhirnya yang dirugikan akibat kesemrawutan itu.

Selama ini, sebagian besar anggota jemaah hanya bisa pasrah menerima kekacauan penyelenggaraan haji. Dengan dalil bahwa berhaji itu ibadah, mereka diminta ikhlas jika pelayanan haji reguler berantakan. Pemerintah tak bisa lagi bersembunyi di balik doktrin bahwa anggota jemaah yang memprotes serta mempertanyakan penyelenggaraan haji bisa berkurang pahalanya dan berpeluang menjadi haji mardud.

Monopoli kewenangan haji yang dimiliki Kementerian Agama pun terbukti gampang diselewengkan dan menjadi ladang korupsi. Kita tak kekurangan contoh soal itu. Dua Menteri Agama pernah tersangkut perkara korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji. Menteri Agama periode 2009-2014, Suryadharma Ali, dihukum 10 tahun penjara dalam skandal rasuah penyelenggaraan haji 2010-2013. Sedangkan Said Agil Husin, Menteri Agama periode 2001-2004, divonis 5 tahun kurungan akibat mengkorupsi dana haji dan Dana Abadi Umat.

Untuk itu, monopoli pelaksanaan haji reguler oleh pemerintah sudah saatnya dihentikan. Sebagai ganti, penyelenggaraan haji dapat dilaksanakan secara langsung oleh swasta ataupun biro-biro perjalanan haji. Keterlibatan swasta dilakukan dengan menggelar tender secara transparan dan terbuka. Dengan begitu, jemaah bisa merasakan peningkatan pelayanan serta memiliki banyak pilihan untuk memfasilitasi ibadah di Tanah Suci.

Kementerian Agama cukup menjadi regulator dan pengawas. Tugasnya adalah memastikan jemaah haji terpenuhi haknya dan mendapat pelayanan optimal. Selama ini sudah ada pelaksanaan haji plus yang dikelola oleh pihak swasta lewat biro perjalanan yang mendapat izin pemerintah.

Kekisruhan penyelenggaraan ibadah haji yang selalu terjadi setiap tahun harus dihentikan. Tak ada cara lain untuk membereskannya: memutus kombinasi antara monopoli dan buruknya tata kelola pelaksanaan haji.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 Juni 2024

  • 26 Juni 2024

  • 25 Juni 2024

  • 24 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan