maaf email atau password anda salah


Obral Jabatan Komisaris Perusahaan Negara

Pemberian jabatan komisaris BUMN kepada kader partai berisiko besar. Laku koruptif yang bakal menggeret pada kebangkrutan. 

arsip tempo : 173057894577.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 173057894577.

NASIB buruk tak henti-hentinya menimpa BUMN kita. Sudahlah kas dan tenaga BUMN habis diperas untuk menjalankan proyek ambisius pemerintah, manajerialnya pun dikooptasi oleh kepentingan elite politik. Bagi-bagi kursi komisaris untuk para kader partai atau orang dekat penguasa menjadi bukti busuknya eksploitasi BUMN bagi kepentingan segelintir orang yang jauh dari kepentingan publik.

Bagi-bagi kursi komisaris BUMN sudah berulang kali terjadi. Yang terbaru, pemerintah menunjuk sejumlah kader Partai Gerindra dan anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto sebagai komisaris tiga BUMN. Tiga kader Gerindra bahkan mendapat keistimewaan karena menduduki kursi komisaris utama. Mereka adalah Fuad Bawazier yang menjabat komisaris utama holding perusahaan tambang negara MIND ID, Siti Nurizka Puteri Jaya sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Sriwijaya Palembang, dan Simon Aloysius Mantiri sebagai Komisaris Utama Pertamina.

Selain sebagai kader Gerindra, Fuad Bawazier adalah Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VII, kabinet terakhir sebelum Presiden Soeharto lengser pada 1998. Sedangkan Wakil Ketua TKN Prabowo sekaligus Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Grace Natalie, menjadi Komisaris MIND ID. Grace juga dikenal sebagai mantan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, partai yang mendukung Jokowi ketika maju dalam pemilihan presiden 2019.

Pemerintah mengklaim penunjukan sosok-sosok tersebut dilakukan karena kompetensi masing-masing serta sudah melalui berbagai proses, termasuk uji kepatutan dan kelayakan. Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga beralasan perusahaan negara membutuhkan orang dengan latar belakang politik karena segala kebijakannya harus disetujui melalui keputusan politik pemerintah ataupun Dewan Perwakilan Rakyat.

Dari pernyataan tersebut, kita bisa melihat aspek politik bakal mendominasi segala langkah laku perusahaan pelat merah ketimbang pertimbangan manajerial korporat. Apalagi peran para komisaris ini sangat vital. Mereka akan mengawasi sekaligus mengevaluasi kinerja direksi BUMN dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Tipis harapan direksi BUMN bisa bekerja secara independen dan profesional karena nasib mereka bergantung pada para komisaris yang notabene adalah kader partai dan orang dekat penguasa.

Maka tak mengherankan banyak BUMN yang rugi besar, bahkan nyaris bangkrut, lantaran keputusan untuk menjalankan satu proyek ataupun mengucurkan belanja semata-mata karena pertimbangan politik dibanding aspek-aspek tata kelola perusahaan yang baik. Padahal, di satu sisi, pemerintah menekan BUMN untuk terus mencetak profit, yang hanya bisa dicapai jika perusahaan menjalankan proyek yang layak dan menguntungkan.

Penunjukan kader partai dan orang dekat presiden sebagai komisaris BUMN juga bisa dilihat sebagai upaya balas jasa semata, misalnya karena mereka yang ditunjuk punya andil dalam pemenangan kontestasi politik. Karena memakai pertimbangan yang bersifat pribadi tersebut, pengangkatan komisaris oleh presiden serta menteri mengandung unsur penyalahgunaan wewenang. Perilaku koruptif ini pada akhirnya mengorbankan kepentingan BUMN selaku perusahaan milik publik, yang sejatinya digunakan untuk melayani kepentingan publik.

Bancakan jabatan tak bakal berhenti. Jika saat ini para kader partai mendapat jatah komisaris utama BUMN besar, besok hari bakal jadi ada puluhan atau ratusan jabatan lain di perusahaan negara dan anak-cucunya yang dibagi-bagi.  

Jika sudah begini, ambyar sudah harapan untuk menjadikan BUMN sebagai perusahaan ber-AKHLAK, sesuai dengan slogan Menteri BUMN Erick Thohir. Tak ada unsur AKHLAK, singkatan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif, yang bisa terpenuhi jika penguasa terus menempatkan orang-orang dekatnya untuk mengendalikan BUMN. Asa agar BUMN bisa menjadi motor penggerak ekonomi bakal buyar. Perusahaan milik negara itu hanya menjadi sapi perah elite belaka.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 November 2024

  • 1 November 2024

  • 31 Oktober 2024

  • 30 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan