maaf email atau password anda salah


Asal Perpanjang Usia Pensiun Polisi

DPR berencana merevisi UU Polri dengan mengusulkan perpanjangan usia pensiun. Bisa dicurigai politik balas budi.

arsip tempo : 172203842892.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 172203842892.

Sulit mencari dalil pembenar atas rencana Dewan Perwakilan Rakyat memperpanjang masa usia pensiun polisi dengan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain hanya akan memperbesar organisasi Polri, yang sebagian diisi orang-orang sepuh, perpanjangan tersebut bakal makin memberatkan anggaran negara yang terus cekak. 

DPR secara tiba-tiba membahas revisi sejumlah undang-undang strategis di ujung masa jabatannya. Perpanjangan masa jabatan polisi itu akan menimbulkan mudarat ketimbang memberi manfaat. Perubahan masa dinas polisi itu justru berpotensi memunculkan masalah baru di masa depan.

Pembahasan revisi UU Polri memang masih berlangsung di Badan Legislasi DPR. Ada beberapa pasal yang akan diubah dan ditambah. Salah satu pasal yang krusial adalah Pasal 30 yang membatasi usia pensiun personel kepolisian hingga 58 tahun, yang bisa diperpanjang sampai 60 tahun jika memiliki keahlian khusus. Dalam draf revisi UU Polri itu, masa dinas diperpanjang menjadi 60 tahun. Usia pensiun bertambah menjadi 65 tahun bila polisi itu menduduki jabatan fungsional dan berubah menjadi 62 tahun bila berkemampuan khusus.

Saat ini, masa dinas personel Polri bukan termasuk kepentingan yang mendesak. Apalagi perubahan itu membutuhkan penelitian fisik, psikis, dan kapasitas yang komprehensif untuk menentukan bahwa polisi masih produktif di usia 60 tahun. Penambahan masa dinas polisi ini justru akan berpengaruh terhadap regenerasi internal Polri. Sementara itu, masih banyak perwira menengah, bahkan jenderal, yang belum mendapat kesempatan rotasi jabatan sesuai dengan pangkatnya.

Pada 2018, Komisi Kepolisian Nasional menyebutkan ada 414 perwira menengah yang berstatus non-job alias tanpa jabatan. Mereka umumnya hanya difungsikan sebagai analis kebijakan. Dua tahun berikutnya, masalah ini tak kunjung teratasi. Kepala Polri kala itu, Jenderal Idham Azis, mengakui bahwa Markas Besar Polri surplus 238 perwira menengah dan 213 perwira tinggi. Hingga kini, polisi berpangkat komisaris besar hingga inspektur jenderal diperkirakan masih banyak yang “menganggur”. Tak ada gunanya memanjangkan masa dinas jika tak diiringi dengan penataan organisasi sumber daya manusia di tubuh Polri.

Sejauh ini Polri belum memiliki solusi untuk mengatasi penumpukan jumlah perwira di level menengah dan tinggi. Upaya yang dilakukan masih berupa peningkatan tipe kepolisian daerah dari sebelumnya berstatus “B” naik satu tingkat menjadi tipe “A”, yang dikepalai personel berpangkat inspektur jenderal. Solusi instan juga dilakukan Mabes Polri dengan menempatkan perwira tinggi di lembaga pemerintahan yang seharusnya diduduki pejabat sipil. Tapi cara itu tetap tak efektif karena polisi dilatih untuk menegakkan hukum, bukan mengurusi birokrasi sipil.

Perpanjangan masa dinas polisi juga akan menambah beban anggaran negara. Anggaran Polri pada 2024 berjumlah Rp 114,76 triliun. Sebanyak Rp 56,38 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai gaji pegawai. Jumlah polisi saat ini mencapai 447 ribu orang. Sedangkan Polri masih kekurangan personel di level tamtama dan bintara. Lebih baik menambah jumlah personel baru yang lebih segar ketimbang menambah anggaran untuk polisi yang belum tentu produktif menjelang masa pensiunnya.

Perubahan itu makin janggal karena dicetuskan di pengujung masa jabatan DPR yang tinggal lima bulan. Memaksakan perubahan undang-undang dalam tempo singkat akan berdampak buruk di masa depan. Contohnya revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengesahan UU Cipta Kerja yang berlangsung hanya beberapa bulan. Pembuatan dan perubahan undang-undang yang dilakukan secara terburu-buru sudah terbukti menimbulkan efek negatif jangka panjang. 

Wajar muncul prasangka buruk dalam rencana revisi UU Polri ini. Perubahan UU Polri bisa dicurigai sebagai manuver segelintir anggota DPR dan partai politik untuk membalas budi Polri yang dianggap “berjasa” dalam pemilihan presiden dan anggota legislatif pada 14 Februari lalu. Langkah liar ini hanya akan membuat nilai demokrasi di Indonesia makin terperosok ke jurang yang dalam.  

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 Juli 2024

  • 26 Juli 2024

  • 25 Juli 2024

  • 24 Juli 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan