maaf email atau password anda salah


Salah Kaprah Makan Siang dan Susu Gratis

Program makan siang dan susu gratis salah kaprah sejak awal. Berisiko membebani anggaran negara.

 

arsip tempo : 171456604697.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171456604697.

RENCANA Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyediakan makan siang disertai susu gratis bukanlah solusi komprehensif untuk mencegah stunting dan memperbaiki gizi buruk pada anak sekolah. Selain berpotensi tidak tepat sasaran, program ini bisa memicu masalah baru bila jumlah nutrisi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan. Apalagi banyak masyarakat Indonesia yang memiliki gangguan mencerna laktosa.

Pembahasan perihal program ini kembali mengemuka setelah hasil penghitungan suara sementara Komisi Pemilihan Umum menunjukkan Prabowo-Gibran unggul dalam pemilihan presiden 2024. Program itu digadang-gadang segera dijalankan bila pasangan nomor urut dua ini memimpin pemerintahan.

Masalahnya, program ini tidak menyentuh akar persoalan. Merujuk pada WHO, definisi stunting adalah gangguan pertumbuhan anak usia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang yang ditandai dengan tinggi badan di bawah standar. Dari definisi ini saja, program makan siang gratis sudah salah sasaran karena membidik anak usia sekolah hingga SMA.

Penanganan stunting seharusnya dilakukan pada anak usia kurang dari lima tahun. Perbaikan kualitas nutrisi itu harus dimulai dari awal kehidupan 1.000 hari pertama hingga dua tahun. Artinya, program Prabowo-Gibran ini terlambat untuk menangani prevalensi stunting karena hanya diberikan kepada anak usia sekolah. Selain itu, stunting pada dasarnya tak bisa diobati dan dipulihkan.

Pencegahan stunting bukan dengan memberikan susu dan makan siang gratis. WHO dan American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa anak usia di atas dua tahun tidak butuh susu formula. Justru dengan susu formula, nutrisi menjadi tidak lengkap dan mengganggu pola makan gizi seimbang anak. Ditambah lagi kandungan gula dan minyak sayur pada susu UHT berisiko menimbulkan obesitas dan diabetes. Susu yang ada di pasar Indonesia mengandung gula yang cukup tinggi, sekitar 30 persen dari maksimal konsumsi harian gula tambahan yang dianjurkan Kementerian Kesehatan.

Susu gratis tidak sesuai bagi anak yang mengalami intoleransi laktosa. Artinya, susu kurang tepat dianggap sebagai nutrisi wajib karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki gangguan mencerna laktosa. Itu sebabnya Kementerian Kesehatan sudah lama meninggalkan konsep “4 Sehat, 5 Sempurna”. Dalam konsep baru, susu sifatnya opsional, bukan lagi sebagai komponen penyempurna. Kandungan gizi dari susu bisa didapatkan dari konsumsi lauk-pauk lain.

Hal yang juga tak kalah penting, stunting juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti sanitasi yang buruk dan keterbatasan akses pada air bersih. Mereka yang terjebak dalam kemiskinan dan tidak punya akses terhadap layanan kesehatan berisiko memiliki anak yang terkena stunting.

Program makan siang dan susu gratis juga mengabaikan pola asuh yang tepat. Pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia enam bulan sangat penting untuk mencegah stunting. Pemenuhan kebutuhan gizi sudah harus diterapkan sejak masa kehamilan hingga masa pertumbuhan anak.

Selain tidak menyentuh akar masalah, program ini berpotensi membebani anggaran negara. Dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan program ini diperkirakan Rp 450 triliun per tahun. Jika merujuk pada postur APBN 2024, program makan siang dan susu gratis itu setara dengan 14 persen dari total belanja negara tahun ini.

Wajar bila asal-usul anggaran untuk membiayai program ini memantik kontroversi. Semula program ini akan dibiayai dari anggaran hasil pemangkasan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Belakangan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menyebutkan program itu akan dibiayai dari realokasi subsidi energi yang tak tepat sasaran dan hasil ekstensifikasi pajak. Sedangkan Prabowo pernah menyebutkan program itu akan didanai dari anggaran pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.

Masalahnya, kita tidak boleh mengorbankan beberapa program sosial lainnya demi menyediakan makan siang dan susu gratis yang belum jelas implementasinya. Jika program ini tetap dipaksakan, masyarakat berpotensi kehilangan hak-hak dasarnya di sektor pendidikan dan kesehatan. Ini tidak adil bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024

  • 28 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan