Instruksi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan agar para kepala daerah di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali kembali memberlakukan berbagai pembatasan untuk menekan laju penularan Covid-19 baru akan efektif jika dilakukan secara menyeluruh dan konsisten. Jika pesan pemerintah masih mendua, publik cenderung tak patuh dan bakal bergerak sendiri-sendiri.
Perintah baru Menteri Luhut itu disampaikan dalam rapat koordinasi dengan para gubernur di lima provinsi tersebut pada Senin awal pekan ini. Angka penularan Covid-19 yang terus menanjak belakangan ini memang harus dijawab dengan kebijakan yang tegas dan terarah. Hingga kemarin petang, infeksi Covid-19 di Indonesia tercatat lebih dari 630 ribu kasus dengan pertambahan 6.120 kasus sehari.
"Kebijakan pengetatan secara terukur dan terkendali" yang dianjurkan pemerintah pusat, menurut Luhut, bukanlah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kita ingat, ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pemberlakuan kembali PSBB di Ibu Kota pada pertengahan September lalu, sejumlah menteri berkeberatan. Mereka menilai rem darurat yang diumumkan Anies karena menipisnya ketersediaan ruang gawat darurat di sejumlah rumah sakit di Jakarta itu bisa mengganggu pemulihan ekonomi. Karena itulah, kebijakan Luhut menekankan pada upaya pengendalian kasus penularan Covid-19 dengan ”dampak ekonomi yang relatif minimal”.
Sudah seharusnya pemerintah sadar bahwa pemulihan ekonomi hanya bisa terjadi jika angka penularan Covid-19 bisa dikendalikan. Tak ada jalan lain. Meminta warga tak bepergian seraya mendorong pelaku usaha meneruskan kegiatan ekonomi hanya akan membingungkan khalayak ramai. Di level akar rumput, akibatnya fatal. Lurah Cipete Utara di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dikeroyok massa karena merazia warung yang menyalahi protokol kesehatan. Lalu, tim Satgas Penanganan Covid-19 di Bekasi dikunci di dalam ruangan ketika menggerebek tempat hiburan yang buka hingga lewat tengah malam.
Pesan yang mendua dari pemerintah membuat kampanye penegakan protokol kesehatan jadi kehilangan wibawa. Instruksi Menteri Luhut agar setiap orang yang berkunjung ke Bali harus menjalani tes usap atau tes polymerase chain reaction (PCR) dua hari sebelum kedatangan disambut protes sebagian pelaku wisata di sana. Perintah lain agar tempat keramaian, seperti mal dan restoran, tutup pada pukul 19.00 juga ditawar para pengusaha. Tanpa kesamaan persepsi atas masalah yang kita hadapi, mustahil ada solusi yang bisa dijalankan bersama.
Belum terlambat bagi pemerintah untuk memperbaiki situasi. Semua bisa dimulai dengan penyampaian kebijakan yang tegas dan konsisten. Saat ini, prioritas pemerintah seharusnya ada pada pengendalian penularan Covid-19. Ekonomi akan melenting kembali segera setelah pandemi terkendali. Namun, jika angka infeksi dan kematian akibat virus corona terus meroket seperti sekarang, ekonomi pasti tak bakal bangkit secara optimal.
Masa libur Natal dan tahun baru kini di depan mata. Pada tiga masa libur sebelumnya—Idul Fitri, peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dan maulid Nabi Muhammad—selalu ada lonjakan jumlah kasus Covid-19. Terakhir, sebulan setelah maulid Nabi pada Oktober lalu, jumlah penularan virus corona naik 118 persen. Jika pemerintah tak segera bertindak, situasi bakal terus memburuk.