Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian R. Basuki
Blogger Indonesiana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah itu penting, tidak hanya mengantarkan kita ke masa lampau, tapi juga untuk memahami apa yang terjadi hari ini. Salah paham terhadap sejarah memberi kontribusi dalam pembentukan persepsi tentang sebuah masyarakat, tidak terkecuali dalam hal dunia Barat memandang Islam dan umatnya. Andaikan kita tahu bahwa, seperti kata sejarawan Chase Robinson dalam pengantar buku ini, apa yang terjadi saat ini tidak hanya dibentuk oleh masa lalu, bahkan masa sekarang adalah bentukan dari berbagai klaim yang saling bertentangan tentang masa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Robinson mencontohkan sebutan urbanisasi dan literasi sebagai fenomena modern. "Itu salah," ujar dia. Dunia Islam, kata Robinson, telah melambangkan globalisasi sebelum waktunya, kosmopolitanisme budaya, bahkan kapitalisme. Kaya dari perdagangan, kota-kota di dunia Islam adalah yang terbaik di dunia (pada masanya). Pada abad ke-9 Masehi, Bagdad tumbuh secepat Manhattan satu milenium kemudian, disertai intrik, seks, serta ketidaksopanan.
Tiga puluh ribu gondola membanjiri Tigris. Kordoba, salah satu ibu kota dunia Islam, merupakan kota terbesar di Eropa dan menghasilkan beberapa pemikir penting, termasuk Ibn Rushd. Tanpa Ibn Rushd, yang mempengaruhi sosok seperti Thomas Aquinas, kata Robinson, kekuatan Renaisans mungkin tidak pernah terjadi.
Sejarah perkembangan peradaban Islam telah banyak ditulis-dan tiap penulis mungkin saja punya definisi sendiri tentang peradaban. Melalui bukunya ini, yang berjudul asli Islamic Civilization in Thirty Lives, Robinson berusaha memberi kontribusi melalui pendekatan biografis. Ini bukanlah pendekatan yang mudah, mengingat Robinson ingin menggambarkan perkembangan peradaban Islam dalam rentang seribu tahun, terhitung sejak kenabian Rasulullah Muhammad SAW.
Bukan hanya karena rentang waktu yang panjang, yang membuat ikhtiar tersebut tidak mudah, melainkan juga karena peradaban menyangkut subyek yang amat luas. Menautkan isu kekuasaan, ambisi politik, penyusunan kitab hukum, pengembangan sains, hingga kesastraan memerlukan ikhtiar yang keras. Untuk mengatasi kompleksitas ini, Robinson agaknya memilih pendekatan biografis.
Tentu saja merupakan kerja besar bila ingin memasukkan semua tokoh yang dianggap berperan penting dalam membangun peradaban Islam sepanjang masa seribu tahun. Robinson harus memilih, dan ketika memilih siapa yang penting untuk ditampilkan dan siapa yang tidak, ia telah memasuki ruang perdebatan. Mengapa misalnya nama Ibn Sina dan Ibn al-Haytham tidak tercantum dalam bukunya?
Perdebatan mengenai hal itu bisa jadi akan berkepanjangan. Sebab, pada akhirnya Robinson harus membatasi jumlah figur yang ia masukkan dan ia memiliki pertimbangannya sendiri sebagai penulis sejarah. Di dalam pilihan itu terkandung perkara tafsir tentang siapa berperan dalam hal apa dalam konteks pengembangan peradaban Islam. Tiga puluh biografi ringkas itu mengisyaratkan skala, keragaman, dan kreativitas muslim dalam rentang sekitar satu milenium.
Melalui figur-figur tersebut, tampaklah fragmen-fragmen bersejarah yang kaya secara kultural. Karena itu, dalam setiap periode pembahasannya-Robinson membagi satu milenium ke dalam empat periode-muncul figur-figur dengan latar belakang beragam. Ia ingin menunjukkan bahwa peradaban Islam dibangun oleh ikhtiar beragam pikiran. Bukan hanya para pemimpin politik dan militer yang berperan, seperti Abdul Malik yang memperluas wilayah Islam, melainkan juga sosok penerjemah dan penulis esai, seperti Ibn al-Muqaffa dan sufi perempuan Rabi’ah al-Adawiyyah.
Perdebatan mengenai siapa figur yang layak ditampilkan bukan saja karena tidak adanya nama-nama populer yang sering disebut, seperti Ibn Sina dan Umar Khayyam, tapi juga karena Robinson menghadirkan sosok-sosok yang belum begitu dikenal publik luas. Sebutlah di antaranya Karima al-Marwaziyya dan Abu al-Qasim Ramisht. Robinson menunjukkan ada nama-nama yang layak memperoleh perhatian, bahkan penghargaan, atas ikhtiar mereka dalam membangun peradaban Islam.
Pendekatan yang ditempuh Robinson, walaupun masih mengikuti alur waktu, telah menimbulkan tantangan tersendiri bagi pembaca, mengingat perpindahan topik berjalan seiring dengan pergantian sosok yang dibahas. Dalam hal keberhasilan menunjukkan keluasan dan kompleksitas kontribusi muslim terhadap peradaban manusia, Robinson layak dipuji. Ia berusaha menafsirkan dan mensintesiskan kembali narasi sejarah yang sudah pernah ditulis-ikhtiar yang tidak mudah dan, ia mengakui dengan rendah hati, ia tidak kebal dari kemungkinan keliru. Salah satu fitur paling mencolok dari peradaban Islam adalah skala dan variasi pembelajarannya, sehingga terlalu banyak yang harus dipelajari.
Para Pembentuk Peradaban Islam
Penulis : Chase F. Robinson
Penerbit : Alvabet
Edisi : I, 2019
Tebal : 388 Halaman
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo