Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kemenkeu yakin pertumbuhan ekonomi 5,1 persen pada 2023 dan sekitar 5,2 persen pada 2024 karena ada belanja pemerintah dan caleg.
Data Badan Pusat Statistik sebelumnya juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi melemah di tahun pemilu.
Belanja politik dinilai tidak akan memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi, melainkan hanya menetralkan tekanan dari penurunan konsumsi rumah tangga yang saat ini terjadi lantaran naiknya harga komoditas, khususnya beras.
KENDATI masa kampanye belum dimulai, Andi Ryan sudah berancang-ancang mencetak berbagai alat peraga untuk mulai disebar menjelang Pemilu 2024 pada Februari mendatang. Dari stiker, baliho, spanduk, kartu nama, hingga contoh kertas suara menjadi perabot utama untuk memperkenalkan dirinya kepada para calon pemilihnya di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
"Semua sudah saya buat, tapi belum semuanya disebar karena menunggu momentum. Desember hingga Januari mungkin saya akan gencar," ujar bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pinrang dari Partai Demokrat itu kepada Tempo, kemarin, 26 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Target Tinggi di Tahun Politik
Menjajal kontestasi politik untuk pertama kalinya, pengusaha bidang perikanan itu menyiapkan anggaran hingga Rp 150 juta untuk berkampanye. Sekitar 70 persen habis untuk mencetak alat peraga kampanye, seperti 20 ribu lembar stiker dan kartu nama. Sisanya dibelanjakan untuk kebutuhan operasional posko pemenangannya.
"Saya enggak bikin atribut, seperti baju, karena yang penting bisa sosialisasi nomor urut dan cara mencoblos," katanya. Ia juga memilih strategi kunjungan pintu ke pintu ketimbang mengumpulkan masa demi mengefektifkan anggaran.
Baliho poster alat peraga sosialisasi (APS) pemilu terpasang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 11 September 2023. ANTARA/Adeng Bustomi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ongkos yang Dikeluarkan Caleg
Lain palagan, lain pula ongkosnya. Bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional, Muhammad Al Amin, mengatakan, untuk bisa melenggang ke Senayan, calon legislator setidaknya perlu menyiapkan biaya hingga Rp 1 miliar. Nilai tersebut jauh di atas biaya kampanye calon anggota DPRD provinsi yang rata-rata sekitar Rp 500 juta dan anggota DPRD kabupaten atau kota yang sekitar Rp 200 juta.
Amin, yang saat ini menjabat anggota DPRD Kota Surakarta, mengatakan dana kampanye tersebut setidaknya akan dipakai untuk biaya konsolidasi dan transportasi serta persiapan atribut kampanye. "Karena kan untuk konsolidasi, transportasi dari pinggir Kedung Ombo sampai kaki Gunung Merapi-Merbabu itu kan sangat mahal, ya," ujarnya. Apalagi, semakin dekat pelaksanaan pemilu, ia mesti semakin gencar bergerak dan berkampanye. Ia pun telah mulai berkeliling ke wilayah yang menjadi daerah pemilihannya, yang meliputi Solo, Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali.
Calon anggota DPR asal Partai Gerindra, Oktobius Wiritana Ringu, punya pandangan lain. Dia mengatakan biaya untuk menjadi anggota DPR bisa mencapai Rp 1 miliar jika calon anggota Dewan hanya menempuh strategi yang mengandalkan uang. "Jika mengandalkan pendekatan kekeluargaan, tidak mencapai angka itu," kata Oktobius.
Yang pasti, ujar dia, belanja yang harus disiapkan caleg adalah biaya operasional untuk mendatangi masyarakat dan saat melakukan sosialisasi kepada calon pemilihnya. Oktobius yakin, dalam pemilu kali ini, biaya yang dikeluarkannya untuk mobilisasi dan konsumsi tidak akan mencapai Rp 1 miliar. "Saya pastikan biayanya jauh di bawah itu. Kalau hanya konsumsi dan mobilisasi tidak akan mencapai Rp 1 miliar," kata dia.
Belanja kampanye caleg menjadi salah satu komponen yang diperhitungkan pemerintah dalam menghitung asumsi pertumbuhan ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024. Belanja caleg diperkirakan berdampak pada pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga sekitar 4,72 persen pada 2023 dan 6,57 persen pada 2024.
Hitung-hitungan itu dilakukan menggunakan data Pemilu 2019 yang dianggap mirip dengan Pemilu 2024. Beberapa asumsi yang digunakan, kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Abdurrahman, antara lain jumlah caleg yang akan berlaga pada tahun depan, yakni setidaknya 8.037 calon anggota DPR serta 258.631 calon anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. "Lalu kami asumsikan pengeluaran caleg untuk DPR pusat itu sekitar Rp 1 miliar. Kalau DPRD sekitar Rp 200 juta per orang. Ini asumsi moderat," kata dia.
Belanja caleg itu hanya sebagian dari belanja politik yang menopang pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Belanja lainnya berasal dari pengeluaran pemerintah untuk pemilu. Misalnya, anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu yang sebesar Rp 11,52 triliun pada 2023 dan Rp 15,87 triliun pada 2024. Dari anggaran tersebut, Abdurrahman memperkirakan ada tambahan konsumsi pemerintah sekitar 0,75 persen pada 2023 dan sekitar 1 persen pada 2024 dari belanja politik tersebut.
Bendera partai politik dipasang di Mampang, Jakarta, 11 Januari 2023.TEMPO/Febri Angga Palguna
Di luar itu, ia juga mengatakan akan ada dampak tak langsung dari perhelatan pemilu ke komponen konsumsi masyarakat sekitar 0,14 persen pada 2023 dan 0,21 persen pada 2024. Dengan demikian, apabila dihitung, ada tambahan kontribusi kegiatan tahun politik terhadap produk domestik bruto sekitar 0,2 persen pada 2023 dan 0,27 persen pada 2024. "Belanja Pemilu 2024 akhirnya sedikit mengkompensasi pelemahan global. Kemenkeu masih optimistis pertumbuhan ekonomi atau PDB Indonesia akan berada di level 5,1 persen pada 2023 dan sekitar 5,2 persen pada 2024," kata Abdurrahman.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 5-5,3 persen. Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada tahun ini. Adapun Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 4,9 persen.
Kementerian Keuangan melihat ada beberapa tantangan yang membayangi perekonomian global saat ini, antara lain suku bunga bank sentral yang diperkirakan bertahan di tingkat yang tinggi dalam waktu lebih panjang. Pada saat yang sama, berbagai negara masih dihadapkan pada ruang kebijakan yang terbatas. Belum lagi ada tensi geopolitik yang meningkat.
Faktor lain yang diwaspadai adalah perlambatan ekonomi Cina yang diperkirakan berimbas pada ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia. Ada pula tekanan sektor keuangan serta debt distress atau kesulitan utang.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan perputaran uang pada masa pemilu bisa mencapai Rp 50-80 triliun, termasuk belanja pemerintah langsung. Aliran duit tersebut akan berputar pada beberapa sektor yang menopang kegiatan pemilu tahun depan, misalnya sektor makanan dan minuman, logistik, transportasi, pakaian, dan berbagai konsumsi jasa pendukung pemilu. "Aktivitas tersebut bisa berdampak pada perekonomian. Ada tambahan 0,1-0,3 persen," kata dia.
Pemerintah mengalokasikan Rp 70,5 triliun untuk anggaran Pemilu 2024. Dana tersebut dikucurkan dengan skema multiyears. Pada 2022, pemerintah menyalurkan Rp 3,1 triliun pada 2022, Rp 30 triliun pada 2023, dan Rp 37,4 triliun pada tahun depan.
Meski besarnya perputaran uang pada masa pemilu, Josua mengingatkan tetap ada risiko yang diantisipasi pada tahun politik. Misalnya, investasi yang akan cenderung tertahan lantaran investor akan menunggu hasil pemilu sebelum menggelontorkan kembali investasinya.
Pertumbuhan Ekonomi Turun pada Tahun Pemilu
Data Badan Pusat Statistik sebelumnya juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi melemah pada tahun pemilu. Saat Pemilu 2019, pertumbuhan ekonomi hanya 5,02 persen atau turun dari setahun sebelumnya yang mencapai 5,17 persen. Begitu pula ketika Pemilu 2014, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,01 persen atau anjlok dari tahun sebelumnya sebesar 5,78 persen.
Tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5-5,3 persen. Adapun tahun depan, ekonomi ditargetkan tumbuh 5,2 persen.
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny Sasmita, menilai belanja politik tidak akan memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi, melainkan hanya menetralkan tekanan dari penurunan konsumsi rumah tangga yang saat ini sudah terjadi lantaran fluktuasi harga komoditas, khususnya beras.
Menurut dia, pemilu justru menambah risiko ketidakpastian politik lantaran belum ada calon yang benar-benar dipastikan bisa memenangi kontestasi. Karena itu, wajar jika para pelaku usaha dan investor cenderung menahan niatnya menggelontorkan modal untuk investasi baru ataupun ekspansi. Padahal, pada saat yang sama, minat investasi di Indonesia juga dibayang-bayangi oleh banyaknya konflik agraria pada beberapa proyek investasi anyar yang masuk ke Tanah Air.
"Risiko lainnya adalah perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh pelandaian pertumbuhan ekonomi di negara besar dan kawasan besar, seperti Amerika, Cina, Jepang, dan kawasan Eropa, akan menekan permintaan produk ekspor kita," kata dia.
Manajer Riset di Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, pun mengingatkan bahwa belanja tahun politik tidak bisa menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi lantaran sifatnya musiman. Ia mengatakan dampak dari belanja politik relatif singkat dan mencapai puncaknya justru pada masa persiapan serta kampanye pemilu.
Karena sebentarnya momentum dampak ekonomi dari hajatan politik tersebut, ia mengatakan pemerintah harus berupaya mengarahkan belanja ini ke sektor UMKM agar dapat mendorong produktivitas lini usaha itu. Langkah tersebut, menurut Badiul, akan memperkuat resiliensi UMKM setelah rampungnya pemilu.
"Kita bisa melihat tren pertumbuhan ekonomi pada 2018 menjelang pesta demokrasi itu mencapai 5,17 persen, kemudian pada 2019 mengalami penurunan menjadi 5,02 persen," kata dia. "Dari pengalaman ini, risiko yang mungkin terjadi adalah lesunya beberapa sektor setelah pemilu lewat."
CAESAR AKBAR | JOHN SEO (KUPANG) | SEPTHIA RYANTIE (SOLO)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo