Zelfeni Wimra
leher yang sering disayat malu
aku butuh cermin
kau beri air talqin
bagaimana aku akan memeriksa bayangan leher ini;
mendandani pori demi pori yang belakangan sering disayat malu?
para saudagar sejarah gemar menato tinta hitam di pangkal kudukku
mirip sekali perangainya dengan tukang tambang
yang satu persatu menghilang dari keramaian
dari cerita bukit yang digali
dari cinta yang didaur berulang-ulang
dari jejak tangkai pacul di bahu setiap bujang
andaikata goresan malu tidak terperikan lagi
mengapa harus air talqin yang kau siramkan
bila hanya untuk melukai, membantai,
atau menandai urat nyawa ini dengan kematian
cermin itu juga bisa menyelesaikannya
remukkan dan sayatkan ke lingkaran medali arang
yang bertahun dicekikkan ke daging kudukku
aku butuh cermin
kau beri air talqin
bagaimana aku akan memeriksa bayangan leher ini;
mendandani pori demi pori yang belakangan sering disayat malu?
para saudagar sejarah gemar menato tinta hitam di pangkal kudukku
mirip sekali perangainya dengan tukang tambang
yang satu persatu menghilang dari keramaian
dari cerita bukit yang digali
dari cinta yang didaur berulang-ulang
dari jejak tangkai pacul di bahu setiap bujang
andaikata goresan malu tidak ter
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini