Berputar Bersama Piringan Hitam

Sejak sekitar tiga tahun belakangan ini, vinyl atawa piringan hitam kembali menjadi primadona. Banyak penggemar musik beramai-ramai memburunya. Yang menarik, banyak di antara para pemburu itu anak-anak muda. Mereka tidak hanya membeli album nostalgia. Meski ada yang berformat CD, mereka tetap lebih senang membeli format piringan hitamnya. Lantas, kenapa mereka mengkoleksi vinyl yang berformat analog di era digital ini? Benarkah suara vinyl lebih mendekati suara asli dibanding format musik digital, lebih tahan lama, dan hanya diproduksi dengan edisi terbatas sehingga banyak diburu. Atau, mereka mengincar vinyl karena ilustrasi sampulnya yang lebih bagus dibanding album biasa.

Minggu, 9 September 2012

Tiga rak berisi piringan hitam dan dua alat pemutarnya membuat sesak kamar tidur Mayo Ramandho yang berbentuk L, di sebuah rumah di bilangan Kebagusan, Jakarta Selatan. Belum lagi sejumlah tas, juga berisi ratusan vinyl, amplifier, dan sepasang speaker yang tingginya masing-masing sepaha orang dewasa. Cakram hitam yang jumlahnya 2.000-an keping itu dan pemutarnya memang mendominasi kamar Mayo. "Masih ada 1.500 lagi yang saya pindahkan ke gudang ka

...

Berita Lainnya