Puasa Politik

Yasraf Amir Piliang
Pemikir Kebudayaan Kontemporer

Bulan suci Ramadan tahun ini membawa nuansa berbeda bagi umat Islam di Indonesia, karena bertepatan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014. Bulan Ramadan sekaligus bulan politik, bulan renungan sekaligus pertarungan, bulan refleksi sekaligus aksi. Ada nuansa politik pada Ramadan; sebaliknya, ada nuansa Ramadan pada pesta demokrasi.

Bulan mendekatkan diri kepada Tuhan adalah juga bulan menentukan pilihan politik. Koeksistensi semacam ini menciptakan sebuah "tegangan" (tension) antara "spirit Ramadan" yang reflektif dan "energi politik" yang artikulatif. Ramadan adalah bulan menahan diri, mengekang hasrat, dan menyucikan jiwa, sementara pesta demokrasi adalah ruang menyalurkan hasrat, mengejar keinginan, dan memperebutkan kekuasaan.

Senin, 30 Juni 2014

Yasraf Amir Piliang
Pemikir Kebudayaan Kontemporer

Bulan suci Ramadan tahun ini membawa nuansa berbeda bagi umat Islam di Indonesia, karena bertepatan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014. Bulan Ramadan sekaligus bulan politik, bulan renungan sekaligus pertarungan, bulan refleksi sekaligus aksi. Ada nuansa politik pada Ramadan; sebaliknya, ada nuansa Ramadan pada pesta demokrasi.

Bulan mendekatkan diri ke

...

Berita Lainnya