Menyatu dengan Belinyu
Merasakan denyut kehidupan Bangka Belitung dari dekat.
Minggu, 12 November 2006
PENERBANGAN 50 menit Jakarta-Pangkalpinang sebentar lagi berakhir. Pramugari memberi tahu pesawat segera mendarat. Dari jendela, saya menampak Pulau Bangka yang "porak-poranda": lubang-lubang menganga seluas mata memandang. Warnanya putih-cokelat seolah daging dan tulang pesakitan.
"Itulah kolong, bekas tambang timah; kalau masih aktif dinamai camoy," kata Sunlie, teman saya, putra Bangka. Saya syok. Ini pertama kali saya ke Bangka--tahu, pulau ini id
...