Di Balik Kabut Semeru

Jangankan puncak gunungnya, kaki dan telaganya saja sudah menggoda.

Minggu, 26 Juni 2005

Hawa dingin menusuk kulit. Sinar mentari yang baru muncul dari peraduannya tak kuasa meredam udara bersuhu 13 derajat Celsius. Melesakkan kembali tubuh ke bawah selimut menjadi "kemewahan" yang paling saya inginkan di kebekuan pagi itu. Tapi aroma kopi panas membuat saya bergegas menuju pawon (dapur). Saya hanya sempat berucap selamat pagi kepada Bu Kerto, pemilik rumah tempat kami menginap sementara. Setiap air kopi itu membasuh kerongkongan, kebe...

Berita Lainnya