Balai Pustaka, 100 Tahun Kesunyian

Hamid Basyaib
Komisaris Utama PT Balai Pustaka (Persero)

Kolonel Aureliano Buendia mengidap sejenis nausea akut. Semua yang dilakukannya tiba-tiba tak bermakna, terasa sia-sia belaka. Ia bosan hidup, tapi mati pun sulit. Ia memimpin pasukan perlawanan terhadap penguasa konservatif dan lolos dari 17 penyerbuan, tiga penyergapan, dan satu berondongan senapan. Gabriel Garcia Marquez menuturkannya dalam novelnya yang meraih Hadiah Nobel Sastra 1982, One Hundred Years of Solitude.

Balai Pustaka (BP) mirip Kolonel Buendia. Ia bermula sebagai Commissie voor Volkslectuur pada 1908. Di bawah manajemen kolonial Belanda, lembaga yang pada 1917 menjadi Balai Pustaka ini berjaya. Sampai 1920 saja, ia sudah menerbitkan beratus-ratus judul buku berbahasa Madura, Sunda, Melayu, dan Jawa. Kejayaan itu juga terlihat dari penamaan "Angkatan Balai Pustaka" oleh pengamat sastra dan kemudian diterima luas. Dialah yang menerbitkan sejumlah karya yang kemudian bisa kita sebut kanon sastra Indonesia, seperti Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Salah Asuhan karya Abdul Muis, dan Belenggu karya Armjin Pane. Invasi Jepang tidak mengusiknya.

Kamis, 12 November 2015

Hamid Basyaib
Komisaris Utama PT Balai Pustaka (Persero)

Kolonel Aureliano Buendia mengidap sejenis nausea akut. Semua yang dilakukannya tiba-tiba tak bermakna, terasa sia-sia belaka. Ia bosan hidup, tapi mati pun sulit. Ia memimpin pasukan perlawanan terhadap penguasa konservatif dan lolos dari 17 penyerbuan, tiga penyergapan, dan satu berondongan senapan. Gabriel Garcia Marquez menuturkannya dalam novelnya yang meraih Hadiah Nobel Sastra 1982,

...

Berita Lainnya