Strategi Militer dalam Politik

Seno Gumira Ajidarma,
Wartawan

Terhadap strategi militer, telah dilakukan banyak adaptasi, agar strategi itu dapat diterapkan dalam pertempuran di dunia sipil. Dengan kata lain, selain untuk bisnis dan manajemen, strategi militer dapat diberlakukan dalam persaingan politik. Dari khazanah klasik, Seni Perang karya Sun Tzu (544-496 SM) dan Buku Lima Cincin karya Miyamoto Musashi (1584-1645) adalah yang paling populer, sehingga tergolong pembunuh waktu luang yang banyak dijual di bandara. Tidak kurang dari pendiri pabrik kelontong elektronik Panasonic, Konosuke Matsushita (1894-1989), mencatat: "Segenap anggota staf kami wajib membaca Seni Perang karya Suhu Sun dan menerapkan ajarannya secara luwes, sehingga perusahaan saya akan berkembang." (Minford, 2008: ix).

Sebaliknya, Mao Zedong (1893-1976), yang bersama Tentara Merah telah melakukan long march selama setahun (1934-1935) dari Ruijin ke Xi'an, maupun berbagai pertempuran melawan tentara fasis Jepang dan nasionalis Kuomintang, ternyata sampai 1936 belum pernah membaca Sun Tzu-kecuali sejumlah kutipan dalam "Catatan-catatan dalam Kelas" (Jikun, 1993: 4). Ini menunjukkan bahwa, bagi Mao, yang sebetulnya adalah pemimpin dan ideolog partai, persoalannya bukanlah perbedaan militer dengan sipil, melainkan bahwa dalam kedua ranah itu sama-sama diperlukan strategi. Meski disebut sebagai jenius strategi perang, sebetulnya yang bekerja adalah imajinasi tentang strategi berdasarkan bakat politik Mao.

Senin, 19 Mei 2014

Seno Gumira Ajidarma,
Wartawan

Terhadap strategi militer, telah dilakukan banyak adaptasi, agar strategi itu dapat diterapkan dalam pertempuran di dunia sipil. Dengan kata lain, selain untuk bisnis dan manajemen, strategi militer dapat diberlakukan dalam persaingan politik. Dari khazanah klasik, Seni Perang karya Sun Tzu (544-496 SM) dan Buku Lima Cincin karya Miyamoto Musashi (1584-1645) adalah yang paling populer, sehingga tergolong pembunuh w

...

Berita Lainnya