Terlambat

Wahyu Dhyatmika
wahyu.dhyatmika@gmail.com

Mengapa orang Indonesia cenderung tak bisa tepat waktu? Mengapa kita kerap menganggap remeh keharusan untuk hadir pada suatu acara persis pada jam yang tertera dalam undangan sang tuan rumah? Kecuali untuk urusan yang teramat penting dan terkait dengan orang yang amat kita hargai-atau takuti-biasanya kita datang terlambat. Lima menit, sepuluh menit, bahkan sampai setengah jam.

Saya pernah mengundang seseorang untuk membicarakan sebuah proyek kerja sama yang teramat penting untuk lembaga kami. Saya harus menunggu sekitar 20 menit, sebelum batang hidungnya muncul dengan permintaan maaf panjang-lebar. Hujan deras, banjir, lalu macet: serangkaian alasan yang sudah amat biasa kita dengar sebagai biang kerok keterlambatan. Tapi, anehnya, saya memaafkan dia. Begitu saja, dengan ringan, dengan penuh pemakluman, maaf saya berikan.

Setelah itu, saya jadi berpikir. Mengapa kekesalan saya menguap dengan begitu cepat? Mengapa saya tidak murka sampai ke ubun-ubun karena dia tak berusaha lebih keras-tak berangkat lebih cepat, misalnya-untuk tepat waktu memenuhi undangan saya?

Jumat, 16 Mei 2014

Wahyu Dhyatmika
wahyu.dhyatmika@gmail.com

Mengapa orang Indonesia cenderung tak bisa tepat waktu? Mengapa kita kerap menganggap remeh keharusan untuk hadir pada suatu acara persis pada jam yang tertera dalam undangan sang tuan rumah? Kecuali untuk urusan yang teramat penting dan terkait dengan orang yang amat kita hargai-atau takuti-biasanya kita datang terlambat. Lima menit, sepuluh menit, bahkan sampai setengah jam.

Saya pernah mengundang sese

...

Berita Lainnya