Menyoal KTP Beragama

Jobpie Sugiharto,
jobpie@tempo.co.id

Saya tiba-tiba teringat kegundahan ibu sahabat saya. Dokter ahli THT itu datang dengan wajah marah, suatu sore. Saya yang sedang mengobrol di ruang tengah kediamannya jadi tak enak hati. Untung, situasi jengah tak berlangsung lama. Beliau lantas mencurahkan unek-uneknya.

Dia mengaku jengkel betul karena ada mahasiswinya yang tak mau memegang tubuh pasien dalam sebuah praktikum. Tentu kami, yang kala itu masih mahasiswa, tertarik mendengarkan kelanjutan ceritanya. Rupanya, si mahasiswi berkeras tak mau menyentuh pasien dengan alasan bukan muhrimnya. "Memangnya, mau menyelamatkan nyawa orang harus lihat KTP-nya?" katanya.

Rabu, 18 Desember 2013

Jobpie Sugiharto,
jobpie@tempo.co.id

Saya tiba-tiba teringat kegundahan ibu sahabat saya. Dokter ahli THT itu datang dengan wajah marah, suatu sore. Saya yang sedang mengobrol di ruang tengah kediamannya jadi tak enak hati. Untung, situasi jengah tak berlangsung lama. Beliau lantas mencurahkan unek-uneknya.

Dia mengaku jengkel betul karena ada mahasiswinya yang tak mau memegang tubuh pasien dalam sebuah praktikum. Tentu kami, yang kala itu ma

...

Berita Lainnya