Macapat dan Identitas

Achmad Fauzi,
Aktivis Multikulturalisme

Macapat tengah mengalami lesu darah. Sebagai salah satu kesenian tembang kekayaan tradisional, gairahnya terkubur arus modernisasi. Anak muda dengan fondasi karakter budaya lokal yang rapuh tak lagi berminat mewarisi estafet "kesakralan" budaya yang notabene muncul sebelum datangnya Islam ini. Padahal tembang berbahasa Jawa ini banyak mengandung pesan filosofi kearifan lokal yang penting diresapi dalam setiap metrumnya. Khususnya oleh pejabat publik dalam bertutur dan melayani rakyatnya. Misalnya, metrum pangkur yang berasal dari kata "mungkur" (mundur), yang berarti mengendurkan gejolak hawa nafsu. Pangkur dilambangkan manusia renta dengan sifat kebijaksanaan, keteladanan, dan tutur santun.

Saat ini pejabat publik tengah teperdaya oleh nafsu serakah. Semangat untuk korupsi tak pernah padam meski hukum siap menjerat. Kemaruk di kalangan elite ini seharusnya bisa dikendalikan, jika mereka menyadari bahwa hidup di dunia hanyalah persinggahan sementara untuk melengkapi bekal di akhirat. Tumpukan harta dan kemilau jabatan apalah artinya jika tak bisa dibawa ketika manusia berubah menjadi sebujur bangkai. Hanya nama harum yang menjadi kenangan sejarah di dunia dan amal yang diperhitungkan di akhirat. Betapa kayanya nilai filosofis yang tersimpan dalam khazanah macapat. Macapat dalam perkembangannya menjadi instrumen kebudayaan dalam melakukan kritik dan perlawanan, khususnya kepada penguasa.

Jumat, 22 November 2013

Achmad Fauzi,
Aktivis Multikulturalisme

Macapat tengah mengalami lesu darah. Sebagai salah satu kesenian tembang kekayaan tradisional, gairahnya terkubur arus modernisasi. Anak muda dengan fondasi karakter budaya lokal yang rapuh tak lagi berminat mewarisi estafet "kesakralan" budaya yang notabene muncul sebelum datangnya Islam ini. Padahal tembang berbahasa Jawa ini banyak mengandung pesan filosofi kearifan lokal yang penting diresapi dalam setiap

...

Berita Lainnya